Stunting adalah salah satu isu kesehatan yang masih menjadi perhatian besar di Indonesia. Masalah ini tidak hanya berdampak pada tumbuh kembang anak tetapi juga pada masa depan bangsa. Artikel ini tidak hanya merujuk pada temuan-temuan ilmiah tetapi juga mencerminkan situasi yang sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari di berbagai wilayah Indonesia.
Apa Itu Stunting?
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Anak yang mengalami stunting memiliki tinggi badan di bawah standar usianya. Kondisi ini mempengaruhi perkembangan otak sehingga tingkat kecerdasan anak tidak maksimal. Hal ini berisiko menurunkan produktivitas pada saat dewasa dan menjadikan anak lebih rentan terhadap penyakit.Â
Pengaruh Sosial Budaya dalam Kejadian Stunting
Berikut adalah beberapa aspek penting faktor sosial budaya yang memengaruhi kejadian stunting di Indonesia:
Kepercayaan Tradisional: di banyak daerah terdapat kepercayaan yang mempengaruhi pola makan anak. Misalnya, Masyarakat Kabupaten Timor Tengah Selatan memahami penyapihan adalah pemberhentian pemberian ASI. Ketika anak sudah mulai mampu mengkonsumsi makanan keluarga atau makanan selain ASI maka anak tidak diberi ASI atau dalam bahasa setempat disebut "sole". Pada proses ini terjadi pemisahan bayi dari payudara ibunya sebelum usia 24 bulan atau 2 tahun.
Etnis: Sebuah kelompok etnis tertentu memiliki keyakinan, tradisi, dan budaya yang selalu dijalankan dalam kehidupan sehari-hari, yang berpotensi mempengaruhi masalah kesehatan. Fenomena ini sering terjadi akibat kebiasaan yang dijalani oleh individu dalam suatu kelompok yang ditentukan oleh etnis atau tempat tinggal, yang kemudian kebiasaan, budaya, dan kepercayaan itu akan terus diwariskan kepada generasi-generasi selanjutnya.
Pola Asuh Anak: Pola asuh yang dipengaruhi budaya, seperti pemberian makan terlambat atau kurangnya pemberian ASI eksklusif, sering kali menjadi penyebab utama stunting. Banyak ibu masih bergantung pada tradisi ketimbang informasi kesehatan modern. Sebuah penelitian tentang adanya manifestasi dari gaya hidup adaptif hustle culture (budaya kerja) yang mendorong kejadian stunting pada anak-anak. Ibu yang bekerja rawan memutuskan pemberian ASI eksklusif karena harus kembali bekerja sebelum 6 bulan. Hal ini menunjukkan bahwa ibu bekerja berpeluang mengalami kasus stunting pada anaknya 1,15 kali lebih tinggi dari ibu yang tidak bekerja.
Dukungan Keluarga dan Sosial: Dukungan sosial berperan penting dalam mencegah atau mengatasi stunting. Sebuah penelitian menemukan bahwa dukungan sosial dari suami atau pasangan dapat meningkatkan kemungkinan ibu memberikan ASI eksklusif kepada bayinya, sehingga dapat membantu mencegah stunting.
Budaya Pantangan Makanan: Pantangan makanan dalam budaya tertentu dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya stunting, karena secara tidak langsung membatasi atau melarang konsumsi makanan bergizi tinggi. Sebuah penelitian menemukan terdapat budaya pantangan makanan pada salah satu suku yang ada di Desa Tunoe yakni Suku Kefi yaitu melarang anggota sukunya untuk tidak boleh mengonsumsi makanan berwarna merah dan makanan sumber protein hewani seperti ikan. Alasan Suku Kefi masih mempraktekkan pantangan makanan ini yaitu karena menghormati tradisi yang sudah diwariskan secara turun temurun.
Solusi: Pendekatan Berbasis Budaya