Mohon tunggu...
Nabilah Khairunnisa R
Nabilah Khairunnisa R Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

Hobi dance karena memberi kebebasan untuk mengekspresikan perasaan dan cerita tanpa kata, sambil meningkatkan kebugaran fisik dan koordinasi. Setiap langkah yang diambil membawa tantangan baru dan sensasi kreativitas, menjadikannya lebih dari sekadar aktivitas fisik, tetapi juga pengalaman mental yang mendalam.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Skizofrenia

29 Desember 2024   11:00 Diperbarui: 29 Desember 2024   11:25 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Apa itu Skizofrenia?

(Oleh: Nabilah khairunnisa R)

Skizofrenia diseluruh dunia sudah menjadi masalah yang sangat serius. Adapun data badan kesehatan dunia World Health Organization (WHO), di dunia saat ini terdapat, 21 juta orang terkena Skizofrenia. Dengan berbagai faktor biologis, psikologis dan sosial dengan keanekaragaman penduduk, maka jumlah kasus gangguan jiwa terus bertambah yang berdampak pada penambahan beban negara dan penurunan produktivitas manusia untuk jangka panjang.

Pengertian Skizofrenia memiliki banyak variasi menurut (Prabowo, 2014) Skizofrenia adalah orang yang mengalami gangguan emosi, pikiran, perilaku. Skizofrenia adalah penyakit yang sangat tidak di mengerti. Masyarakat merasa takut pasien dapat mengamuk dan menjadi kejam. Maka dulu pasien ini dikurung dan diikat, sekarang sudah banyak informasi tentang Skizofrenia yang disebarluaskan sehingga masyarakat bisa lebih mengerti. Sekarang banyak pasien yang mendapatkan pengobatan yang tepat dan supervsi yang baik sehingga mereka dapat tinggal bersama dengan keluarga dan hidup produktif (Baradero & Dkk, 2015)

Pengaruh globalisasi, modernisasi, urbanisasi dan idustrialisasi sebagai hasil dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam upaya pembangunan di segala bidang menimbulkan dampak pada perubahan pola hidup dan perubahan tata nilai dari kehidupan. Salah satu efek dari perubahan itu bila ditinjau dari segi kejiwaan yang mengakibatkan semakin meningkatkan kebutuhan hidup, suasana persaingan dalam mencapai kebutuhan itu semakin tajam sifat individualisme seseorang. Hal ini dapat memicu stressor psikososial yang mengakibatkan perubahan mental dan memerlukan penyesuaian baru (Maramis, 2015 ).

Kesehatan jiwa merupakan suatu keadaan kesehjateraan tiap individu yang mampu mengoptimalkan kemampuannya, dapat mengatasi stress dalam hidupnya, dapat bekerja secara produktif dan bermanfaat serta dapat berkontribusi terhadap komunitasnya. Dengan Kesehatan mental yang baik, individu akamn dapat tampil optimal sesuai kapasitasnya serta produktif, yang akan menunjang pada terciptanya masyarakat yang maju. Sebaliknya bila kesehatan mental seseorang rendah, orang akan sangat menderita, kualitas hidupnya buruk, bahkan hingga menyebabkan kematian. Kesehatan mental seseorang dapat disebabkan oleh banyak faktor baik internal maupun eksternal, terutama difokuskan pada lingkungan baik fisik dan non fisik, seperti penyakit yang di derita, lingkungan sosial dan pola asuh (WHO, 2006).

Menurut WHO (2006) menyebutkan bahwa di perkirakan 26 juta penduduk Indonesia mengalami gangguan kejiwaan, dari tingkat ringan hingga berat. Gangguan kesehatan mental merupakan kesehatan yang merupakan masalah yang paling serius, WHO memprediksi bahwa tahun 2020 masalah kesehatan mental seperti depresi akan menjadi penyakit yang paling banyak adalah jenis Skizofrenia tipe paranoid dari seluruh jumlah penderita atau menduduki urutan pertama. Penderita gangguan jiwa dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Penderita gangguan jiwa dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Menurut World Health Organization (2014) jumlah penderita gangguan jiwa Skizofrenia sekitar 21 juta orang di seluruh dunia, tetapi tidak seperti jumlah penderita gangguan mental lainnya (WHO, 2014).

Gejala-gejala Skizofrenia dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu: gejala primer (gangguan proses piker, gangguan efek dan emosi, gangguan kemauan, gejala psikomor) dan gejala sekunder ( waham dan halusinasi ) Skizofrenia merupakan gangguan yang berlangsung minimal 1 bulan gejala fase aktif. Dibanding  dengan  gangguan mental yang lain, Skizofrenia bersifat kronis dan melemahkan, bagi individu yang mengidap Skizofrenia bersifat kronis dan melemahkan, bagi individu yang pernah mengidap Skizofrenia dan pernah mengidap Skizofrenia dan pernah dirawat, maka kemungkinan kambuh sekitar 50-80% ( Sutejo, 2017).

Skizofrenia merupakan suatu gangguan jiwa yang ditandai dengan distorsi realita, disorganisasi dan penuruan psikomotor. Seseorang dengan Skizofrenia sulit dalam membedakan realita denga nisi pemikirannya sendiri. Pasien Skizofrenia memiliki tanda gejala yang khas seperti halunisasi, delusi, kekacauan proses fikir dan kekacaun perilaku yang disebut dengan gejala positif, sedangkan gejala negative yang muncul seperti penurunan motivasi, kurangnya dalam perawatan diri (Stuart, 2007). Pasien dengan Skizofrenia sering mengalami stigma dalam keluarga dan lingkungan masyarakat yang menganggap jika seseorang mengalami gangguan jiwa hal tersebut merupakan aib (Hawari, 2014).

Gangguan jiwa berat adalah gangguan jiwa yang ditandai oleh terganggunya kemampuan menilai realitas atau tilikan (insight) yang buruk. Gejala yang menyertai gangguan ini antara lain berupa halusinasi, ilusi, waham, gangguan proses pikir, kemampuan berpikir, serta tingkah laku aneh, misalnya agresivitas atau katatonik. Gangguan jiwa berat dikenal dengan sebutan psikosis dan salah satu contoh psikosis adalah Skizofrenia (Balitbangkes Kemenkes RI, 2013). Satu ciri khas Skizofrenia adalah halunisasi ( persepsi sensoris yang tidak benar dan tidak berdasarkan realitas). Halusinasi dapat menyangkut lima Indera dan sensasi tubuh yang lain ( Baradero, 2010: 139). Halunisasi sering diidentikkan dengan Skofrenia. Dari seluruh Skizofrenia, 70% diantaranya mengalami halusinasi (Purba, 2010). Halunisasi tidak sama dengan ilusi. Ilusi adalah persepsi yang keliru tentang sesuatu yang real di lingkungan (Baradero, 2010 : 139). Sementara itu, halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar).

Menurut Cancron & Lehman (2000), bahwa halusinasi terbagi dari berbagai macam yaitu halusinasi auditori (pendengaran), halusinasi visual (penglihatan), halusinasi olfaktori (penciuman), halusinasi taktil (sentuhan), halusinasi gustatori (pengecapan), dan halusinasi kinestetik (Baradero, 2010). Pasien gangguan jiwa kronis sering mengalami ketidakpedulian merawat diri yang merupakan gejala negative , hal ini menyebabkan pasien dikucilkan dalam keluarga maupun di Masyarakat (Keliat, Budi Anna, 2011). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Holmberg & Kane (1999) yang bertujuan untuk melihat perawatan diri dan Kesehatan pasien menunjukkan bahwa pasien psikiatri kurang melakukan perawatan diri atau kegiatan akitivitas Kesehatan (Andayani, 2012).

Penyebab dari Skizofrenia diantaranya adalah 1) Biologi : yaitu genetic, neurobiology, ketidak seimbangan neurotransmitter (peningkatan dopamine), perkembangan otak dan teori virus. 2) Psikologis : Kegagalan memenuhi tugas perkembangan psikososial dan ketidakharmonisan keluarga meningkatkan resiko Skizofrenia. Stressor sosiokultural, stress yang menumpuk dapat menunjang terhadap awitan Skizofrenia dan gangguan psikotik lainnya (Stuart, 2013). Gejala psikos semakin memperburuk kondisi karena pasien Skizofrenia kesulitan dalam berpikir, emosi, bahasa, mempersepsikan suatu hal dan berperilaku.

 Penanganan di rumah sakit jiwa atau klinik khusus jiwa atau klinik khusus jiwa dilakukan di institusi khusus yang menangani kasus kejiwaan. Disisi lain, penerapan berbasis masyarakat belum optimal. Petugas kesehatan yang ada di tingkat pelayanan primer bahkan masih memiliki pemahaman yang belum memadai tentang cara perawatan pasien jiwa di masyarakat, sehingga kecenderungan keluarga akan membawa anggota keluarga yang menderita Skizofrenia ke rumah sakit jiwa. Oleh karena itu timbul kekhawatiran ketika pasien sudah dipulangkan dari rumah sakit jiwa dan kembali Masyarakat justru mengalami kekambuhan dengan tanda dan gejala yang sama seperti sebelum di rawat di rumah sakit jiwa.

Adapun beberapa obat yang digunakan adalah Antipsikotik: Obat ini merupakan pengobatan utama untuk Skizofrenia. Contohnya : Generasi pertama (antipsikotil tipikal) : Haloperidol, Chorpromazine. Generasi kedua (antipsikotik atipikal) : Risperidone, Oanzapine, Aripiprazole. Penting untuk meminum obat sesuai petunjuk dokter, karena penghentian mendadak dapat memperburuk gejala. Terapi terapi kognitif-perilaku (CBT): Membantu pasien mengenali pola pikir yang tidak realistis dan mengubahnya. Terapi Psikososial : Melatih kemampuan sosial  dan membantu pasien beradaptasi dalam lingkungan sosial. Terapi keluarga : Meningkatkan pemahaman keluarga tentang Skizofrenia sehingga dapat memberi dukungan yang tepat. Rehabilitasi : Membantu pasien meningkatkan keterampilan hidup sehari-hari, seperti bekerja atau berinteraksi sosial.

Bleuler (dalam Nevid, 2012) menambahkan skizofrenia dapat dikenali berdasarkan 4 ciri gejala utama/ 4A: (1) Asosiasi, yaitu hubungan antara pikiran pikiran menjadi terganggu atau biasa disebut dengan gangguan pikiran atau asosiasi longgar; (2) Afek, yaitu respon emosional menjadi datar atau tidak sesuai ;(3) Ambivalensi, yaitu inividu memiliki perasaan ambivalen terhadap orang lain seperti membenci sekaligus cinta terhadap pasangan; (4) Autisme, yaitu penarikan diri ke dunia fantasi pribadi yang terikat oleh prinsip-prinsip logika. Gangguan Skizofrenia terbagi atas 3 tipe, yakni skizofernia disorganisasi, katatonik, dan paranoid (APA, 2000). Tipe disorganisasi sering kali digambarkan dengan ciri-ciri perilaku yang kacau, pembicaraan yang koheren dan waham yang tidak terorganisasi dengan tema seksual/religious. Tipe hebefrenik sering kali muncul dalam bentuk perlambatan aktivitas akibat yang berkembang menjadi stupor bahkan fase agitasi. Tipe paranoid terlihat dengan sering munculnya halusinasi auditoris dan waham yang menyebabkan kegelisahan atau ketakutan.

Teori Adler (dalam Olson & Hergenhahn, 2013 ) menyatakan bahwa semua manusia memulai hidupnya dengan perasaan-perasaan inferioritas. Hal ini dikarenakan saat manusia lahir ia akan sepenuhnya bergantung pada orang dewasa untuk bertahan hidup. Seiring berkembangnya waktu, anak-anak akan merasa tidak berdaya jika membandingkan dirinya dengan orang dewasa. Perasaan lemah, impoten dan inferior ini menstimulasi untuk mencari kekuatan. Ketika individu tidak memiliki kekuatan untuk mengatasi perasaan inferior, maka ia akan menggunakan agresi sebagai kompensasi. Perasaan inferioritas dapat berdampak positif, yaitu menjadi penggerak individu mencapai keinginan.

 Meskipun inferioritas dapat bertindak sebagai stimulus bagi pertumbuhan positif, namun inferioritas juga dapat menciptakan neurosis. Seseorang dapat tenggelam dengan perasaan-perasaan inferioritasnya dan mencegahnya berusaha meraih kesuksesan. Di situasi seperti ini, inferioritas bertindak sebagai penghalang untuk pencapain positif di dalam diri individu. Hasil penelitian Kendler (1985) menunjukkan bahwa inferioritas menjadi salah satu premorbid bagi gangguan skizofrenia. Individu yang memiliki inferioritas tinggi seringkali tinggal dalam lingkungan yang penuh dengan tekanan, memiliki keterbatasan fisik dan memiliki kemungkinan kesembuhan lebih rendah. Penelitian Moritz (2006) juga turut menyatakan bahwa individu dengan riwayat skizofrenia rentan memiliki skor self esteem yang rendah. Self esteem yang rendah ini menjadi salah satu faktor tingginya rasa inferioritas di dalam diri.

Fase Pramorbid (sebelum sakit) Tanda dan gejala pramorbid muncul sebelum fase prodromal penyakit.Pola gejala pramorbid mungkin merupakan bukti pertama penyakit, meskipun gejala biasanya hanya diketahui secara retrospektif. Tanda-tandanya mungkin dimulai dengan keluhan tentang gejala somatik, seperti sakit kepala, nyeri punggung dan otot, kelemahan, dan masalah pencernaan. Selama tahap ini, seorang pasien mungkin mulai mengembangkan minat pada ide-ide abstrak, filsafat, dan pertanyaan-pertanyaan gaib atau keagamaan.Beberapa fase perjalanan penyakit gangguan skizofresina meliputi fase prodromal, aktif, residual, remisi dan recovery.

Fase Prodromal adalah bagian dari gangguan yang berkembang. Pada fase prodromal ini terdapat gejala-gejala negatif. Tanda dan gejala prodromal tambahan dapat mencakup perilaku yang sangat aneh, afek abnormal, bicara yang tidak biasa, ide- ide aneh, dan pengalaman persepsi yang aneh. Timbulnya gejala dimulai pada masa remaja dan diikuti dengan perkembangan gejala prodromal dalam beberapa hari hingga beberapa bulan. Perubahan sosial atau lingkungan, seperti pergi keperguruan tinggi, menggunakan zat, atau kematian kerabat, dapat memicu gejala yang mengganggu, dan sindrom prodromal dapat berlangsung satu tahun atau lebih sebelum timbulnya gejala psikotik yang nyata atau lebih singkat. Fase Aktif ditandai dengan munculnya gejala-gejala positif dan memberatnya gejala negatif.

Referensi

 Y. Afconneri, W. Getra Puspita, J. Keperawatan, K. Padang, J. R. Siteba, and S. Gadang, “FAKTOR-FAKTOR KUALITAS HIDUP PASIEN SKIZOFRENIA.”

 B. Keperawatan Jiwa, F. Keperawatan, U. Syiah, and K. B. Aceh, “Characteristic of Schizophrenic Patient with Experience Rehospitalization Sri Novitayani,” Idea Nursing Journal, vol. VII, no. 2, 2016.

 D. Hermiati and R. M. Harahap, “Faktor yang Berhubungan dengan Kasus Skizofrenia pada Pasien Rawat Inap Rumah Sakit Khusus Jiwa Soeprapto Provinsi Bengkulu,” Jurnal Keperawatan Silampari, vol. 1, no. 2, pp. 78–92, Feb. 2018, doi: 10.31539/jks.v1i2.6.

 F. Agus Triyani et al., “GAMBARAN TERAPI SPIRITUAL PADA PASIEN SKIZOFRENIA : LITERATUR REVIEW.” 

 N. Herawati et al., “PERAWATAN DIRI PASIEN SKIZOFRENIA DENGAN HALUSINASI.”

   J. Kesehatan et al., “FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEKAMBUHAN PASIEN SKIZOFRENIA,” vol. 11, pp. 250–256, 2020, doi: 10.35730/jk.v11i0.693

  B. M. Manao and J. A. Pardede, “Beban Keluarga Berhubungan Dengan Pencegahan Kekambuhan Pasien Skizofrenia,” 2019.

  U. Muhammadiyah et al., “Prosiding Seminar Nasional Kesehatan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Dukungan Sosial Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis Caregiver Pada Pasien Skizofrenia : Literature Review.”

  P. Sari, “DINAMIKA PSIKOLOGI PENDERITA SKIZOFRENIA PARANOID YANG SERING MENGALAMI RELAPSE,” 2019.

  BUKU AJAR SKIZOFRENIA.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun