Mohon tunggu...
Nabila H Raras
Nabila H Raras Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Ilmu Komunikasi

Universitas Muhammadiyah Malang Info Contact: Twitter: naabilahr Email: nabilahanggana@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Film

Ternyata, Begini Awal Mula Lembaga Sensor Film Sekaligus Cara Kerjanya

22 Juni 2021   10:10 Diperbarui: 22 Juni 2021   21:30 858
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ternyata dari banyak film Indonesia yang tayang ada juga beberapa yang sempat tidak diperbolehkan tayang karena beberapa hal yang mengarah ke unsur negatif. Salah satu film tersebut yaitu berjudul “Something in the Way” yang tayang pada tahun 2013. Teddy Soeriaatmadja sang sutradara pada awalnya telah yakin bahwa film ini akan dilarang tayang atau di cekal karena mengandung unsur agama dan seks. Film yang di perankan oleh Reza Rahardian dan Ratu Felisha ini memang memiliki cerita yang bisa membuat marah suatu kelompok karena adegan di film ini dibuat sedetail mungkin. Meskipun dilarang tayang di negeri sendiri, film ini berhasil ditayangkan di Berlin.

Menurut penulis hal itu membuktikan bahwa, setiap negara mempunyai patokan sendiri mengenai film yang akan disajikan. Penulis juga setuju tentang pencekalan film “Something in the Way”, karena negara Indonesia sendiri merupakan negara yang ketat dengan agama dan menganggap seks adalah hal yang tabu sehingga takut jika film tersebut ditonton oleh umur yang tidak semestinya anak tersebut akan meniru perilaku tersebut. Sekaligus jika pada awalnya sutradara sudah yakin film tersebut akan dicekal berarti film tersebut sudah faham bahwa ada hal yang mereka langgar dalam menggarap film tersebut.

Tidak hanya film yang perlu diperhatikan, namun siaran televise juga perlu perhatian lebih. Karena tayangan televisi tidak bisa dijangkau penontonnya, siapapun bisa menonton tayangan tersebut. Pada saat sedang promo film “Gundala”, sempat terkena terguran oleh KPI. Dalam surat yang dikeluarkan ternyata KPI menyampaikan jika terdapat kata kasar didalamnya. Hal tersebut telah melanggar aturan P3 Pasal 9 dan pasal 14 Ayat (1) dan (2), serta SPS Pasal 9 Ayat (1) dan (2) serta Pasal 15 Ayat (1) ujar Mulyo Wakil Ketua KPI.

Selain Gundala ada promo film lain yang terkena peringatan tertulis oleh KPI, yaitu “Yowis Ben” yang saat itu tengah promo film di stasiun TV NET TV. KPI menilai promo film yang ditayangkan menampilkan seorang pria yang berkata dinilai tidak sopan. Hal tersebut berpotensi melanggar Pasal 9 dan Pasal 15 Ayat (1) SPS KPI Tahun 2012 atau tentang penghormatan terhadap norma kesusilaan dan kesopanan terhadap remaja dan anak-anak. Peringatan ini merupakan bagian dari pengawasan KPI Pusat terhadap pelaksanaan peraturan serta P3 dan SPS oleh lembaga penyiaran, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (UU Penyiaran). Saudara wajib menjadikan P3 dan SPS KPI Tahun 2012 sebagai acuan dalam menyiarkan sebuah program siaran.  

Setelah menuai peringatan mengenai promo film ada beberapa pemain yang mengeluhkan bahwa seharusnya KPI membicarakan secara baik-baik dan tidak asal memberikan peringatan begitu saja. Menurut penulis, tindakan yang dilakukan KPI ada benarnya juga. Karena jika sudah tayang di televisi semua umur bisa menonton siaran tersebut, sehingga jika ada kata-kata yang tidak pantas diucapkan maka hal itu tentu berakibat buruk dan bisa membuat anak-anak dibawah umur meniru hal yang kurang sopan.

Tidak hanya di Indonesia, tetapi negara lain juga memiliki aturan sensor sebelum disiarkan ke publik. Misalnya, negara tetangga Singapura: Sensor Singapura menghapus wawancara Presiden AS Barack Obama dengan karakter lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) Ellen De Generes di TV Singapura. Keputusan ini langsung memicu respons protes dari komunitas LGBT, karena Undang-Undang Program TV Singapura tidak mengizinkan program yang mempromosikan atau membuktikan gaya hidup gay. Karena negara ini mengharapkan anak-anak dibawah umur untuk tidak meniru tindakan tersebut.

Selain itu ada Korea Utara yang memiliki akses sangat ketat untuk penduduknya. Isi dari koran ataupun televisi Korea Utara hanya menyajikan berita-berita yang berfokus pada kepempinan pemerintah serta politik negara itu sendiri. Dalam penggunaan internet rakyatnya juga sangat dibatasi dan hanya kalangan politik, sehingga penduduk di negara tersebut tidak bisa seluas negara lain dalam mengakses internet termasuk film.

Kesimpulan

Dari penjelasan diatas penulis menyimpulkan bahwa Lembaga Sensor Film memiliki peran penting dalam sensor film Indonesia. Lembaga sensor film memiliki tugas tidak hanya memotong adegan, tetapi juga harus menjaga tradisi dan kebudayaan bangsa supaya tidak ikut terpotong.

Lembaga sensor film menyensor sesuai UU Film pasal 33 tahun 2009. Serta mengikuti peraturan pemerintah. Film merupakan bagian dari pertahanan dan keamanan, jadi ketika ada konteks film yang mengandung umpatan harus diperhatikan dahulu dan tidak langsung menyimpulkan bahwa itu hal yang tabu. Bisa jadi umpatan tersebut karena budaya dari daerah tersebut. Maka untuk itu film juga disebut sebagai propaganda, film juga merupakan karya budaya. Menonton film sama pentingnya dengan membaca buku, bisa menambah wawasan serta pengetahuan.

Ternyata sensor film juga tidak hanya berlaku di Indonesia, tetapi setiap negara memiliki standar berkualitas tersendiri sebelum tayangan tersebut dikonsumsi oleh para penduduknya masing-masing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun