Pertumbuhan ekonomi atau Economomic Growth itu adalah bagian terpenting dalam kebijakan ekonomi dari sebuah negara maupun sistem ekonomi di manapun juga. Bisa diasumsikan jika pertumbuhan ekonomi itu membawa kepada peluang dan pemerataan ekonomi yang lebih besar. Pernah dibantah sebuah fakta yang mengatakan bahwa, pertumbuhan ekonomi di abad ke-2 ini membawa 2 efek, yaitu:
1.Semakin meningkatnya kemakmuran / taraf hidup yang dicapai oleh masyarakat.
2.Terbukanya kesempatan kerja baru bagi penduduk yang semakin banyak jumlahnya.
Mengapa fakta ini dibantah? Karena nyatanya sebuah negara maju saja yang industri, sains, dan teknologinya berkembang itu masih mengalami kemiskinan yang absolut dan juga mengalami masalah-masalah ekonomi lainnya. Lalu, yang terjadi di negara berkembang lebih parah lagi. Karena sampai saat ini masih banyak kesenjangan pendapatam, pengangguran, kekurangan pangan dan beragam kesangsaraan hidup lainnya itu masih menyelimuti sebagian besar penduduk dunia. Kondis seperti itu masih diperparah lagi oleh adanya krisis keuangan global yang semakin memperburuk kondisi ekonomi di berbagai negara.
Jika kita tela'ah melalui pandangan Islam, terjadinya krisis ekonomi itu tidak terlepas dari praktek-praktek ekonomi yang bertentangan dengan Syari'ah Islam, sepeti halnya sistem riba, korupsi, dan praktek ekonomi lainnya yang bertentangan dengan Syari'at Islam. Begitu pelaku ekonomi sudah terbiaisa dengan melakukan sistem ekonomi yang tak sesuai dengan Islam, maka bisa diwajari jika masalah ekonomi yang menimpa kita ini adalah sebuah musibah yang sengaja dihadirkan karena ulah manusia sendiri.
Hal ini bersangkutan dengan Firman Allah SWT dalam Surat Ar-Rum ayat 40, yang artinya: "Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mareka sebahagian dari (akibat) perbuatan mareka, agar mareka kembali (ke jalan yang benar)".
Sebelum membahas Pertumbuhan Ekonomi dalam pandangan Islam, mari kita ketahui tentang beberapa teori pertumbuhan ekonomi:
1.Teori Klasik
Teori klasik ini pertama kali dilontarkan oleh Adam Smith dalam bukunya "An Inquiry Into The Nature and Gauses of the Wealth of Nation dan The Wealth of Nations." Nah...Menurut teori klasik ini, pertumbuhan ekonomi itu dipengaruhi oleh empat faktor yaitu:
*Jumlah penduduk
*Jumlah stok barang-barang modal
*Luas tanah dan kekayaan alam
*Penggunaan teknologi.
Dalam teori klasik ini yang lebih disorot itu adalah pengaruh pertumbuhan penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi. Jadi, pertumbuhan penduduk itu mempengaruhi pada pertumbuhan ekonomi. Para ekonom klasik juga mengemukakan bahwa antara pendapatan per kapita dan jumlah penduduk harus sesuai/seimbang. Karena kedua faktor tersebut itu akan terus saling mempengaruhi, karena apabila pertumbuhan penduduk itu rendah, maka produksi marjinal akan menjadi lebih tinggi daripada pendapatan perkapita. Nah...Pada saat itulah akan terjadi sebuah akumulasi modal yang menuntut pertambahan tenaga kerja dan nantinya mempengaruhi fungsi produksi yang akan mengalami kenaikan.
Lalu, menurut teori ini jumlah penduduk akan lebih memperbesar pendapatan dan akumulasi modal untuk menuntut tenaga kerja baru dan nantinya lebih meningkatkan produksi, walaupun nantinya ketika jumlah penduduk itu bertambah pesat maka hasil produksi marginal itu nantinya akan mengalami penurunan yang disebabklan oleh kelebihan tenaga kerja dan statisnya output riil. maka dari itu pendapatan nasional per kapita menjadi semakin lambat. Nah...Melalui asumsi tersebut, pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi, pada akhirnya akan menyebabkan keadaan yang sama dengan pendapatan maksimum perkapita.
2.Teori Malthus
Teori malthus ini pencetus pertama nya adalah Malthus yg mencetuskan di tahun 1798. Malthus mengatakan bahwa pertumbuhan jumlah penduduk itu lebih cepat dari pada alat-alat subsistensi atau bahan-bahan kehidupan. Jumlah penduduk itu cenderung bertambah cepat jadi kalo diibaratkan pae deret ukuran itu 1,2,4,8,16,32 dan seterusnya (bertambahnya tuu g satu tapi dua kali lipat nya), sedangkan alat-alat subsistensi itu bertambahnya 1,2,3,4 dan seterusnya (satu gtu) jadikan pertumbuhanya lebih lambat daripada pertumbuhan penduduk. Nah...kondisi seperti itu tuu akan mengakibatkan penurunan pendapatan pekerja. Dan Pada akhirnya manusia akan megalami kemiskinan dan kesengsaraan kecuali dengan cara menekan laju pertumbuhan penduduk yang bisa melalui 2 cara yaitu:
*Preventive checks (pencegahan preventeif) misalnya dengan melakukan perkawinan pada usia matang.
*Positive Checks (pencegahan positif) misalnya adanya musibah perang atau penyakit.
Nah...Hal itukan menimbulkan sebuah pertanyaan...
Bagaimanakah langkah positif untuk mencegah ledakan penduduk tersebut?ada bbrapa tawaran solusinya yang juga dikemukakan Malthus...Jadi Malthus juga menyediakan solusi nya. Yang Pertama adalah melakukan perpindahan penduduk dari daerah yang padat ke daerah yang kurang penduduk atau sedikit gtu penduduknya. Yang Kedua adalah megembangkan sumber daya baru seperti mengembangkan teknik- teknik produksi baru dengan tingkat kecepatan yang lebih tinggi dan memiliki tingkat pertumbuhan penduduk.
a.Teori Schumpeter
Teori ini lebih menekankakan pada peran pengusaha dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi.Jadi adanya para pengusaha itu sangat mempengaryhi pertumbuhan ekonomi. Karena Pengusaha itu dianggap merupakan sebuah golongan yang akan terus menerus membuat pembaruan atau inovasi dalam kegiatan ekonomi. Inovasi itu seperti; memperkenalkan barang-barang baru, efisiensi produksi barang, perluasan pasar, mengembangkan sumber bahan mentah dan megadakan perubahan-perubahan dalam organisasi perusahaan untuk mempertinggi efisiensi.
Jadi diumpamakan itu ketika sebuah perekonomian yang sedang macet, tidak khawatir karena akan ada pengusaha yang akan mengadakan inovasi yang didorong oleh keinginan medapatkan keuntungan. Nah...Oleh karena itu mereka akan menambah modal baik dengan cara meminjam atau menanamkan kelebihan modalnya. Investasi baru tersebut nantinya akan meningkatkan perekonomian negara dan secara otomastis pendapatan agregat meningkat, sehingga tingkat konsumsi masyarakat akan bertambah juga. Oleh karena itu jika tingkat konsumsi bertambah maka akan mendorong pengusaha untuk menghasilkan lebih banyak barang dan melakukan penanaman modal baru. Tapi, pada saat kemajuan mencapai peningkatan tertinggi, disitu juga terjadi pertumbuhan yang semakin lambat sampek akhirnya nanti kembali pada keadaan tidak berkembang seperti semula.
Dari beberapa teori tersebut diatas pertumbuhan dalam konsep ekonomi klasik pokok pembahasannya tertuju pada dua variabel saja, yaitu faktor penduduk dan modal.Pada tahap-tahap selanjutnya pengertian tentang pertumbuhan yang dikemukakan pada masa klasik ditafsirkan secara luas dan mempertajam analisisnya sehingga terjadi penyempurnaan yang disertai oleh perkembangan ekonomi itu sendiri. Penyempurnaan tersebut dilakukan oleh mazhab neoklasik yang analisisnya lebih ditekankan pada perkembangan faktor produksi,walaupun pada hakekatnya masih berangkat pada tesis yang sama yaitu pertumbuhan ekonomi pasti dipengaruhi oleh pertumbuhan dan produktifitas modal, dan produktifitas kerja serta perkembangan teknologi.
Setelah kita belajar tentang beberapa teori dalam pertumbuhan ekonomi, lalu kita melanjut pada Economic Growth atau Pertumbuhan Ekonomi dalam pandangan Islam. Jadi, Dalam kajian ekonomi Islam, persoalan pertumbuhan ekonomi telah menjadi perhatian para ahli dalam wacana pemikiran ekonomi Islam klasik. Pembahasan ini diantaranya berangkat dari firman Allah Swt. surat Hud ayat 61: "Dia yang telah menjadikan kamu dari tanah dan menjadikan kamu pemakmurnya". Artinya, bahwa Allah Swt. menjadikan kita sebagai wakil untuk memakmurkan bumi. Terminologi 'pemakmuran bumi' ini mengandung pemahaman tentang pertumbuhan ekonomi, sebagaimana yang dikatakan Ali bin Abi Thalib kepada seorang P di Mesir: "Hendaklah kamu memperhatikan pemakmuran bumi dengan perhatian yang lebih besar dari pada orientasi pemungutan pajak, karena pajak sendiri hanya dapat dioptimalkan dengan pemakmuran bumi. Barang siapa yang memungut pajak tanpa memperhatikan pemakmuran bumi, negara tersebut akan hancur."
Islam mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai perkembangan yang terus-menerus dari faktor produksi secara benar yang mampu memberikan konstribusi bagi kesejahteraan manusia. Dengan demikian, maka pertumbuhan ekonomi menurut Islam merupakan hal yang penting. Suatu peningkatan yang dialami oleh faktor produksi tidak dianggap sebagai pertumbuhan ekonomi jika produksi tersebut misalnya memasukkan barang-barang yang terbukti memberikan efek buruk dan membahayakan manusia.
Lebih dari itu, perubahan ekonomi merupakan aktivitas menyeluruh dalam bidang produksi yang berkaitan erat dengan keadilan distribusi. Pertumbuhan mencakup sisi yang lebih luas untuk pertumbuhan dan kemajuan aspek materil dan spiritual manusia. Dengan kata lain, pendekatan ini bukan hanya persoalan ekonomi kehidupan manusia saja, akan tetapi mencakup aspek hukum, sosial, politik dan budaya. Dalam pengertian ini, tujuan pertumbuhan ekonomi adalah untuk memajukan dasar-dasar keadilan sosial, kesamaan, Haka Asasi Manusia (HAM) dan martabat manusia.
Dengan demikian, pembangunan ekonomi menurut Islam bersifat multi dimensi yang mencakup aspek kuantitatif dan kualitatif. Tujuannya bukan semata-mata kesejahteraan material di dunia, tetapi juga kesejahteraan akhirat. Keduanya menurut Islam menyatu secara integral. Adapun asas-asas pertumbuhan dalam ekonomi Islam ada empat yaitu:
1.Tauhid
2.Rububiyah
3.Khalifah
4.Tazkiya
Keempat asas tersebut di atas merupakan pijakan utama yang mempunyai nilai etika bagi manusia dalam melakukan pembangunan di muka bumi, karena keempat asas tersebut sudah mencakup seluruh aspek kebutuhan manusia baik materi atau spritualitas sebagai ciri khusus ekonomi yang berlandaskan ketentuan syari'ah. Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan dalam perspektif ekonomi Islam bukan saja bertujuan untuk mewujudkan dimensi kemanusiaan (insani) namun juga diarahkan memiliki dimensi Ilahi.
Melihat sejarah, banyak aksioma dasar perekonomian Barat, termasuk kapitalisme dan sosialisme, yang terinspirasi oleh landasan ekonomi Islam. Bedanya, ekonomi Islam menganalisis perilaku individu lebih berdasarkan etika, nilai, dan moral. Oleh karena itu, orang Islam yang rasional harus memperhatikan tidak hanya kepuasan materiil saja, namun juga kepuasan spiritual. Lebih lanjut, ilmu ekonomi Islam harus mampu menjawab pertanyaan apakah yang menjadi prioritas pertumbuhan ekonomi adalah pemerataan (growth with equity) atau pertumbuhan itu sendiri (growth itu sendiri). Jawaban atas pertanyaan ini adalah Islam mensyaratkan kedua aspek tersebut.
Pertumbuhan dan keadilan diperlukan pada saat yang bersamaan. Islam tidak mengorbankan pertumbuhan ekonomi karena pertumbuhan merupakan kebutuhan nyata. Islam, sebaliknya, terus menekankan kesetaraan. Sebab, pertumbuhan ekonomi tidak mencerminkan kesejahteraan secara keseluruhan, apalagi jika pendapatan dan faktor produksi terkonsentrasi pada segelintir orang.
Oleh karena itu, teknik dan pendekatan baru yang harus diterapkan dalam pembangunan menurut perspektif ekonomi Islam adalah penggunaan model pertumbuhan agregat yang menekankan pada maksimalisasi laju pertumbuhan sebagai satu-satunya indikator perencanaan pembangunan harus ditinggalkan.
Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita yang tinggi19 bukanlah tujuan utama. Karena apa yang dimaksud dengan hasil per kapita yang tinggi sangat berbeda dengan kenyataan, dimana kemiskinan masih tersebar luas dan kesenjangan masih tinggi. Menurut M. Umer Chapra, setidaknya ada lima elemen kunci yang harus diterapkan untuk mencapai kesetaraan. Pertama, untuk mencapai lapangan kerja penuh, kami akan memberikan pelatihan dan tawaran kerja kepada pencari kerja. Kedua, memberikan pekerja sistem pengupahan yang layak. Ketiga, menyiapkan asuransi wajib untuk mengurangi pengangguran, santunan pekerja, tunjangan hari tua, dan lain-lain. Tujuan keempat adalah mendukung penyandang disabilitas fisik dan mental agar dapat menjalani kehidupan yang bermartabat. Kelima, menghimpun dan memanfaatkan zakat, infak, dan sedaka melalui pajak dan peraturan perundang-undangan lainnya. Al-Qur'an dengan tegas menyatakan dalam surat Al-Hasir ayat 7: "Harta tidak boleh terus-terusan beredar hanya di kalangan orang-orang kaya saja".
Dari sini kita bisa mengetahui perbedaan paham Islam dan Paham Kapitalisme dalam konsep pertumbuhan. Menurut Imam Al-Ghazali, bahwa pertumbuhan dalam Islam mencakup tiga aspek penting yaitu pembangunan fisik, mental dan spiritual. Sedagkan menurut Heidar Naqvi, pertumbuhan dalam kerangka Islam meliputi aspek moral-spiritual dan material kehidupan manusia. Jika pertumbuhan menurut sistem kapitalis Barat dimana riba masih dijadikan sistem, baik dalam bank dan perdagangan adalah sesuatu yang bertentangan dengan konsep ekonomi Islam. Dalam QS al-Baqarah: 275 dan 278 disebutkan: "Orang yang memakan riba tidak boleh berdiri (pada hari kiamat ) melainkan seperti berdirinya orang yang dirasuki setan." Dan "Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang mukmin."
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa Islam memberikan konsep keseimbangan antara tujuan sekuler dan spiritual. Konsep keseimbangan ini juga menjadi landasan ajaran Islam tentang optimalisasi pertumbuhan. Karena pertumbuhan yang diberikan oleh perekonomian tradisional pada akhirnya menantang inefisiensi dalam distribusi pendapatan dan merangsang pertumbuhan yang pada akhirnya menyebabkan ketidakseimbangan.
Faktor-faktor yang dapat merangsang pertumbuhan antara lain pemenuhan kebutuhan melalui lapangan kerja penuh. Syariah mendorong setiap orang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka untuk kebahagiaan hidup. Meskipun penggunaan sumber daya manusia diperlukan untuk kesejahteraan manusia dan merupakan salah satu tujuan syariah, seperti halnya penggunaan sumber daya alam sebagai bahan untuk mencapai hasil yang lebih besar, Islam juga melarang pengeluaran yang boros. Selain dorongan spiritual dan nilai-nilai multidimensi dalam ajaran Islam, juga mencakup nilai-nilai kemanusiaan yang tercermin dalam sikap Takaful dan Tadamun (saling menjaga keamanan). Sikap tersebut dapat dipraktikkan melalui Zakat, pinjaman amal, filantropi, dan hal-hal lain yang mendorong pertumbuhan ekonomi.
Jika langkah ini didasarkan pada tingkat kesadaran yang tinggi, terutama bagi masyarakat kaya, maka konsumsi dan distribusi per kapita akan terdorong, dan pendapatan per kapita negara pasti akan meningkat.
Kesimpulannya adalah Pertumbuhan dalam ekonomi Islam berasaskan empat hal yaitu tauhid (hubungan sesama manusia dengan Allah). rububiyyah, Khalifah (manusia sebagai utusan Allah di muka bumi ini), Tazkiyah (mekanisme utama bagi mewujudkan pertumbuhan termasuk sumber daya manusia). Pertumbuhan ekonomi dalam ekonomi Islam berbeda dengan konsep ekonomi kapitalis (neo-klasik). Konsep dasar kapitalis memiliki utama untuk memenuhi kebutuhan tanpa batas, sehingga muncullah sikap pemenuhan terhadap barang-barang dan jasa tanpa batas pula dan tidak jarang tanpa memikirkan lingkuan sekitar dan orang lain yang menyebabkan ke dzaliman terhadap mahluk sosial lainnya . Sedangkan ekonomi Islam, menggabungkann kepentingan materi secara lahiriah, dengan unsur moral-spritual dan tidak meletakkan materi sebagai tujuan utama, karena dalam ajaran Islam manusia tidak hanya akan menjalani hidup di dunia saja akan tetapi manusia akan memiliki kehidupan selanjutnya setelah kematian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H