Rancangan ekonomi Islam yang berlandaskan tauhid menempatkan prinsip keesaan Allah sebagai fondasi utama dalam setiap aspek kegiatan ekonomi. Tauhid (keimanan kepada satu Tuhan, Allah) tidak hanya menjadi dasar dalam keyakinan spiritual, tetapi juga membentuk paradigma ekonomi Islam yang mempengaruhi bagaimana individu, masyarakat, dan negara berinteraksi dengan harta, sumber daya, serta kekayaan secara keseluruhan. Berikut adalah beberapa aspek utama dari rancangan ekonomi Islam yang berlandaskan tauhid:
1. Tauhid sebagai Landasan Moral dan Etika Ekonomi
Kesadaran Kepemilikan Allah: Dalam pandangan Islam, seluruh alam semesta dan segala isinya adalah milik Allah. Manusia hanya bertindak sebagai khalifah (pengelola) yang diberi amanah untuk menggunakan dan mengelola sumber daya dengan bijaksana dan sesuai dengan syariat-Nya. Pemahaman ini membentuk hubungan manusia dengan harta dan kekayaan, di mana tidak ada kepemilikan absolut atas kekayaan. Hal ini mendorong sikap bertanggung jawab dan penggunaan kekayaan untuk kepentingan bersama, bukan untuk eksploitasi.
Tanggung Jawab Moral: Ekonomi Islam berbasis tauhid mendorong setiap individu untuk bertindak sesuai dengan nilai-nilai etika Islam, seperti keadilan, kejujuran, dan transparansi. Aktivitas ekonomi tidak hanya dinilai dari segi material, tetapi juga dari perspektif spiritual dan moral.
2. Tujuan Ekonomi: Pencapaian Maqasid al-Syariah
Maqasid al-Syariah adalah tujuan utama dari syariat Islam, yang mencakup perlindungan agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Dalam ekonomi berbasis tauhid, tujuan utama adalah mencapai kesejahteraan yang selaras dengan maqasid al-syariah, yakni tercapainya keadilan sosial, distribusi kekayaan yang adil, serta pengelolaan sumber daya yang tidak merugikan orang lain.
Tujuan ekonomi ini bukan sekadar untuk mengejar keuntungan atau akumulasi kekayaan, tetapi lebih kepada memastikan kesejahteraan umat manusia secara keseluruhan serta memenuhi kebutuhan dasar setiap individu.
3. Larangan Riba dan Sistem Keadilan dalam Transaksi
Larangan Riba (Bunga): Tauhid melarang praktek riba karena riba dianggap sebagai bentuk ketidakadilan ekonomi yang dapat merusak tatanan sosial. Riba cenderung memanfaatkan orang yang lemah secara ekonomi dan memperkaya mereka yang kuat. Sistem ekonomi tauhid menekankan pada keadilan dan kesetaraan, serta melarang praktik-praktik yang mengarah pada eksploitasi.
Transaksi yang Jujur dan Adil: Setiap transaksi ekonomi harus dilandasi oleh prinsip kejujuran, saling ridha (kerelaan), dan keterbukaan. Tauhid mengajarkan bahwa setiap manusia bertanggung jawab kepada Allah atas setiap tindakannya, termasuk dalam urusan ekonomi.
4. Zakat sebagai Instrumen Redistribusi Kekayaan