Sementara di TPA Sarimukti, sampah-sampah yang diangkut ke tempat pembuangan sampah ini, didominasi oleh sampah anorganik. Sebab, pihak DLH Jawa Barat sendiri sudah melarang masyarakat untuk membuang sampah organik. Bahkan, jika kedapatan membuang sampah organik, DLH Jawa Barat akan mengeluarkan sanksi. Larangan ini muncul akibat kebakaran di TPA Sarimukti, sebab sampah berjenis ini mengandung metana tinggi yang mudah terbakar.
Selain itu, dampak langsung yang dirasakan oleh masyarakat sekitar ketika TPA Sarimukti melebihi kapasitas, yaitu saat sampah plastik terbawa oleh hujan. Sampah plastik akan bermuara ke aliran Sungai Citarum dan membuat sungai tercemar.Â
Seharusnya, untuk menangani permasalahan kapasitas TPA Sarimukti, dibutuhkan peran lebih dari pemerintah dalam menanggulangi kondisi yang semakin parah. Di antaranya, perluasan lahan dan penambahan tempat pembuangan akhir sampah.Â
Solusi tersebut dibutuhkan, karena beberapa zona pembuangan sampah di TPA Sarimukti sudah tidak aktif. Akibatnya, sampah-sampah yang masuk ke tempat pembuangan akhir ini, hanya menumpuk di zona dua. DLH Jawa Barat mencatat, per 2022 kapasitas sampah mencapai 8.419.981 ton.
Selain itu, DLH Jawa Barat sudah seharusnya mempercepat pembangunan tempat pembuangan akhir baru yang telah direncanakan sebelumnya, yakni Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Legok Nangka. Bukan hanya menata ulang kembali zona yang sudah tidak aktif di TPA Sarimukti, karena volume sampah sudah melebihi kapasitas tempat pembuangan akhir.
Namun, DLH tetap memerlukan optimalisasi kembali zona-zona yang sudah tidak aktif sebelumnya, agar pembuangan sampah dapat merata dan tidak menyia-nyiakan lahan yang sudah ada.Â
Bukan hanya peran pemerintah yang dibutuhkan, masyarakat juga seharusnya turut serta dalam mengurangi sampah di TPA Sarimukti. Salah satu yang bisa dilakukan masyarakat untuk mengurangi sampah, yaitu membawa tas belanja dan botol minum milik pribadi.Â
Masyarakat juga dapat membatasi pembelian fast fashion dalam upaya mengurangi sampah anorganik, dengan cara memperhatikan kualitas pada pakaian agar dapat dipakai dalam jangka waktu yang panjang. Memperbaiki pakaian yang rusak alih-alih membeli yang baru juga merupakan langkah tepat dalam mengurangi sampah fast fashion.
Masalah pengelolaan sampah di TPA Sarimukti menggambarkan tantangan serius yang dihadapi oleh Bandung Raya. Kapasitas tempat pembuangan akhir yang melebihi batas, terutama setelah kebakaran tahun 2023, dibutuhkan langkah konkret dan kolaboratif dari pemerintah, masyarakat, serta sektor swasta untuk menemukan solusi berkelanjutan.Â
Perluasan infrastruktur pengelolaan sampah dan pengurangan perilaku konsumtif masyarakat Bandung Raya yang berlebihan menjadi kunci utama dalam mengatasi krisis sampah ini. Selain itu, edukasi tentang pengelolaan sampah yang baik serta penegakan regulasi yang ketat perlu terus ditingkatkan untuk menjaga lingkungan dan kesehatan masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H