Klenteng Hoo Tong Bio pada masa reformasi
Setelah negara mengalami masa reformasi, keadaan klenteng dan para etnis Tionghoa menjadi normal, utamanya pada masa pemerintahan presiden Gusdur. Tepatnya pada tahun 2003 ia mencabut peraturan yang diterbitkan oleh presiden Soeharto yang memuat tentang batasan-batasan untuk etnis Tionghoa. Pada saat itu juga, klenteng yang sebelumnya namanya diubah menjadi Nara Raksita, kemudian dikembalikan lagi menjadi klenteng Hoo Tong Bio dan pemakaian bahasa Mandarin tidak lagi dilarang. Pada kesempatan ini, pengelola klenteng melakukan pembangunan besar-besaran termasuk membangun berbagai fasilitas tambahan di klenteng Hoo Tong Bio berkisar tahun 2003 sampai 2008. Diantaranya adalah klenteng ini menambahkan ruangan yang digunakan untuk memuja dewa-dewi yang disebut dengan altar. Terdapat pula ruang serba guna dan tempat untuk melakukan olahraga. Akibat dari renofasi secara besar-besaran tersebut membuat klenteng Hoo Tong Bio ini dinobatkan sebagai klenteng paling besar dan tertua di Jawa Timur. Karena klenteng ini disebut sebagai klenteng induk diantara sembilan klenteng yang berada di Jawa Timur dan Pulau bali, maka pada saat perayaan tahun baru imlek, masyarakat pemeluk Kong Hu Cu dari penjuru Indonesia datang ke klenteng ini untuk berdoa.
Terbakarnya Klenteng Hoo Tong Bio
Pembangunan besar-besaran pada masa presiden Gusdur harus berbanding terbalik di tahun 2014. Kondisi yang cukup memprihatinkan terjadi pada hari Jumat tanggal 13 Juni 2014. Klenteng Hoo Tong Bio mengalami kebakaran yang begitu hebat. Penyebab dari terbakarnya klenteng ini masih diselidiki. Namun dari keterangan satpam klenteng yang bernama Abbas, kebakaran bersumber dari tempat pemujaan (Altar) Dewa Bumi yang berada di sebelah selatan. Kemudian api semakin besar karena damar kambang di Altar Dewa Bumi yang berisikan minyak kelapa pecah dan minyaknya membuat api semakin besar dan merembet di bagian klenteng lainnya. Pemadam kebakaran yang terlambat datang membuat api berhasil menghanguskan seluruh klenteng dan bagian-bagian terpenting dari klenteng termasuk patung dewa, prasasti yang bertuliskan tahun sejak masa Blambangan, serta dokumen yang terdapat pada klenteng ini. Pengelola klenteng menyebut bahwa kebakaran dari klenteng ini sangat disesalkan karena jejak-jejak sejarah sejak masa Blambangan dari pembangunan klenteng ini telah habis terbakar. Padahal klenteng ini bukan hanya sebagai tempat ibadah para pemeluk agama Kong Hu Cu, namun juga merupakan destinasi wisata. Klenteng ini juga satu-satunya peninggalan yang tetap kokoh sejak Banyuwangi masih dalam wujud Kerajaan Blambangan, namun harus terbakar dan tidak menyisakan dokumen-dokumen atau benda-benda sedikitpun, sehingga dapat dikatakan akibat kebakaran ini menyebabkan terhapusnya jejak sejarah berupa bangunan yang sudah ada pada masa Blambangan ini.
Pembangunan Kembali Klenteng Hoo Tong Bio Pasca Terbakar
Setelah terjadinya kebakaran klenteng Hoo Tong Bio pada tanggal 14 Juni 2014, pembangunan untuk kembali menegakkan klenteng ini dimulai pada bulan November 2014. Target dari penyelesaian klenteng ini diperkirakan pada tahun 2017, hal yang memakan waktu yang lumayan lama karena pembentukan ornamen pada bangunan harus dibuat semirip mungkin dengan sebelumnya. Seperti ornamen naga, ikan, kepiting, bunga teratai, dan burung phoenix. Pembangunan klenteng yang dilakukan memiliki konsep yang hampir sama seperti sebelum terbakar, namun hal pembedanya adalah tinggi dari klenteng yang sebelumnya 4 meter, kini akan dibangun dengan tinggi 9 meter dengan alasan siklus udara akan mudah keluar jika kemungkinan terbakar.
Dana untuk pembangunan klenteng ini diperkirakan senilai 2,2 milyar. Namun pada saat November 2014 dana yang terkumpul masih senilai 1 milyar yang bersumber dari sumbangan pemeluk Kong Hu Cu yang ada di seluruh Indonesia. Kemudian mendapat bantuan dari pemerintah. Pemerintah memerintahkan pembangunan dilaksanakan sesuai dengan bentuk asli dari klenteng yang sudah ada pada masa Blambangan. Kini klenteng Hoo Tong Bio sudah kembali pada wujud asli, malah bertambah tinggi. Aktivitas seperti ibadah, upacara maupun sebagai destinasi wisata telah berjalan kembali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H