Mohon tunggu...
Nabila Afira Quraina
Nabila Afira Quraina Mohon Tunggu... Konsultan - Female

bebas menulis sesuai dengan ide, pengalaman, dan gaya bahasaku

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Ketika Sahabat Dekat Memiliki Pacar

11 Juni 2021   10:02 Diperbarui: 11 Juni 2021   10:17 416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : pixabay.com

Hai kompasianers!

Kali ini aku mencoba berusaha aktif kembali untuk menulis. Tujuannya adalah sebagai self healing. Ini adalah salah satu cara untuk mengusir rasa kesepianku. Tahun ini adalah tahun yang menurutku begitu berbeda. Menginjak usiaku akan dua puluh lima tahun bulan agustus nanti. Tahun ini sangat berbeda jauh dari tahun-tahun sebelumnya. Banyak sekali pikiran dan keadaan yang berusaha untuk membunuh mental sehatku.

Semakin banyak usiaku, relasi teman dekat semakin sedikit. Satu per satu menjauh. Satu per satu menghilang. Entah karena kesibukan masing-masing ataukah karena memang sudah tak se-frekuensi? Entahlah.. tapi, satu hal yang paling sulit kuhadapi selama hampir menjelang satu tahun ini adalah aku merasa kehilangan sahabat-sahabat dekatku hanya karena mereka punya pacar baru.

Ya..punya pacar baru. Memiliki seseorang yang lebih berarti dihidupnya ketimbang aku. Mereka begitu berubah drastis semenjak hari itu, semenjak mengikrarkan bila mereka sudah punya pacar masing-masing. Padahal dulu jika diulang kembali kisah antara aku dan para sahabatku, kami sering menghabiskan waktu bersama. Main, sering nginep dirumahku, jogging, chatt, telpon, bahkan video call.

Kini semua terasa hampa, terasa berbeda, dan itu sangat menyakitiku di waktu yang hampir bersamaan. Aku memiliki tiga sahabat dekat. Mereka dekat sekali denganku. sebut saja si A,B,dan C. Mereka semuanya cewek. Kali ini, izinkan aku mendeskripsikan karakter mereka masing-masing. Baik, aku akan memulai dari urutan tokoh yang punya pacar duluan ya. Aku akan memulai dari si A.

Awal mula aku kenal si A ini adalah dia adik kelasku ketika di SMA, berjarak satu tahun usia kami.  Dulu kami mengikuti organisasi yang sama, yaitu pecinta alam. Saat SMA kami akrab sebatas adik dan kakak kelas saja. Suatu hari, semesta mempertemukan kami kembali. Kami dipertemukan lagi pada saat kuliah, dia mendaftar di kampus yang sama denganku.

Hingga kami sama-sama lulus kuliah, dia tertarik join dengan bisnisku. Sejak saat itu, hubungan kami makin dekat. Jarak rumah kami juga dekat sekali. Hanya tiga menit dari rumah jika naik motor. Dekat sekali, bukan? Orang tuanya kerja di malam hari sehingga hampir setiap malam kami sering bertemu. Entah keluar bareng beli burcangjo langganan kami, ke mall, nongkrong, atau ke rumahnya untuk masak bareng.

Dia adalah anak yang sangat penakut. Bahkan suatu hari beberapa kali dia rela menjemputku dan menemaninya di rumah untuk sekedar cuci piring. Konyol sekali. Walaupun rumah kami dekat, dia rela menjemputku hanya untuk menemani cuci piring. Kemudian setelah selesai, dia mengantarku pulang kembali.

Begitu dekat dan kami memang sedekat itu. Suatu hari, aku memilki teman cowok yang kebetulan dia baru putus dari pacarnya. Ku akui dia ganteng tapi aku tidak bisa mencintainya, begitu pula sebaliknya. Itulah aturanku dalam berteman dengan cowok. Aku tidak ingin kehilangan dia sebagai temanku. Dia juga tidak ingin kehilanganku sebagai temannya. Kemudian, aku memiliki sebuah inisiatif.

Kukenalkanlah teman cowokku dengan sahabatku si A. Baru beberapa hari mereka kenalan ternyata mereka sudah saling cocok. Beberapa bulan dekat, akhirnya mereka jadian. Sejak saat itu, aku sudah merasa sahabatku si A ini berubah drastis. Dia makin jarang menghubungiku. Oke, awal-awal mereka pdkt , si A ini masih intens menghubungiku via whatsapp. Tetapi setelah mereka jadian, hubungan persahabatan kami semakin renggang. Hingga saat ini.

Jika dulu kami sering menghubungi satu sama lain, sekarang semuanya sudah berubah. Aku tahu dia akan memprioritaskan pacarnya ketimbang aku. Sekarang, kami menghubungi hanya seperlunya saja. Aku juga sering melihat story-nya di media sosial, dia sangat bucin. Sungguh, aku tidak mencemburui teman cowokku menjadi pacarnya. Bukan..bukan itu!

Justru yang aku cemburui adalah waktu yang diberikan sahabatku ini sudah hilang untukku. Bahkan tak ada waktu lagi untukku. Berat sekali untukku di awal aku tahu mereka jadian. Apalagi ketika si A ini memberiku kabar bahwa ia jadian momen-nya sangat tidak tepat. Saat itu dia chatt di hari bertepatan saat sahabat SMP-ku meninggal dunia.

Menurutku itu tidak etis, tidak manusiawi sekali. Bagaimana bisa dia dengan rasa tidak berdosa mengabari hal itu saat aku sedang berduka? Apakah tidak bisa ia menahan kabarnya itu sampai aku merasa baik-baik saja? Rasanya double kill! Rasanya aku dibunuh dua kali di waktu yang sama. Entahlah.... cukup. Cerita si A sudah selesai.

Kemudian aku lanjut ke sahabatku si B. Awal mula kami dekat juga dari organisasi yang sama. Bedanya, si B adalah teman seangkatanku. Dulu, aku tidak mengira akan menjadi salah satu teman SMA-nya yang paling dekat. Si B ini anaknya pendiam sekali. Jika tidak dipancing, dia tidak akan terbuka dan menceritakan kehidupannya denganku.

Kami memiliki hubungan persahabatan hampir 9 tahun lamanya. Dulu ketika SMA hingga lulus, dia memiliki pacar, kami masih aktif berkomunikasi. Kemana-mana kami selalu bersama. Ketika lulus SMA, dia memutuskan untuk masuk pondok. Dulu aku menangis ketika mendengar keputusannya itu. Bahkan aku tahu kabar tersebut secara tidak langsung dari pacarnya yang dulu, bukan dari dia sendiri.

Kemudian, ketika ia memutuskan untuk masuk pondok, komunikasi makin sulit karena aturan pondok tidak boleh asal main HP. Se-sulit apapun pada waktu itu, nyatanya kami masih bisa komunikasi hampir setiap hari. Bahkan juga telpon dan video call hingga berjam-jam lamanya ketika kami sama-sama senggang. Tidak bosan, karena memang ada saja hal yang dibicarakan.

Ketika liburan pondok dia selalu mengabariku, tidak pernah terlewatkan satu momen pun. Se-sibuk aku saat kuliah dulu, saat melewati hari-hari mengerjakan tugas akhir, aku selalu menyempatkan waktu untuknya sekadar bertemu di teras rumahnya dan ngobrol. Menurutku, ketika dia tinggal di pondok, hubungan persahabatan kami lebih so sweet dari hubungan persahabatan biasanya.

 Memiliki jarak tetapi saling memberi kabar satu sama lain tanpa diminta. Pokoknya kami serasa memiliki hubungan give and give, bukan give and take. Hingga suatu hari pada saat awal corona dulu, pondok pesantren diliburkan alias semua santriwati dipulangkan.  Pada saat itu ia memutuskan untuk keluar sekalian, sepertinya program ia mengabdi juga telah selesai sehingga percaya diri untuk keluar dari pondok.

Selama kepulangannya, kami sering bertemu. Bahkan ketika dia ada urusan kampus, aku ikut menemani ke kampusnya. Jarak rumah kami menuju kampus sekitar 40 menit jarak tempuh. Menyenangkan sekali pernah main ke pondok maupun kampusnya, dulu. Hingga suatu hari, semesta mempertemukan aku dengan teman lama (cowok, teman SD) yang dimana dia ini pernah jadi mantan pacar si B.

Suatu hari kami pernah main bareng disebuah tempat, dimana aku dan si B dulu pernah main kesana se-masa SMA. Tempatnya begitu menyejukkan dan membuat kami cukup bernostalgia. Lalu sejak kepulangan kami dari acara itu, ternyata mereka jadi lebih dekat. Ternyata mereka intens chatt dan telpon.

Hingga teman cowokku ini membuat pernyataan jika ia akan segera menikah. Ya! Dia ngebet sekali nikah katanya. Dia bilang padaku bahwa aku mengenal siapa calonnya. Seketika aku shock sekali jika ternyata mereka berdua telah jadian. Yang paling bikin aku shock adalah sahabatku si B tidak curhat apapun ke aku. Menganggap semua seperti tidak terjadi apa-apa dan baik-baik saja.

Seperti yang sudah aku jelaskan sebelumnya, karakter si B ini sangat tertutup. Jika dia tidak dipancing cerita, dia tidak akan cerita. Justru malah si cowok yang cerita tentang kejelasan hubungan mereka. Sungguh sejak saat itu aku shock sekali. Jujur aku tidak siap jika sahabatku diambil untuk diajak nikah.

Mengapa aku tidak rela dia menikah muda? Karena aku paham sekali sahabatku ini belum mau memikirkan soal pernikahan. Dia masih kuliah, katanya masih ingin kejar karir. Tapi, aku tidak tahu bagaimana pemikirannya sekarang. Sejak mereka jadian, si B jadi jarang sekali curhat denganku lagi. Dia jarang menghubungiku. Aku yang selalu menghubungi dia duluan.

Suatu hari aku sadar, rasanya hubungan persahabatan ini hanya sepihak. Aku saja yang berjuang menghubungi sedangkan dia hanya pasif, tidak membuka suara jika tidak diminta. Semakin kesini aku semakin berpikir bahwa setelah dia memiliki pacar, dia makin melupakan aku. Ketika lihat story pacarnya, mereka sering menghabiskan waktu bersama, itu makin menyakitiku.

Sekali lagi, dalam cerita ini aku tidak pernah mencemburui teman-teman cowokku. Justru aku mencemburui "waktu" sahabat-sahabatku yang tersita hanya karena pacar barunya. Sekarang yang menemani si B ke kampus bukan aku lagi, tapi pacarnya. Bahkan si B pernah pergi jauh ke jogja bersama pacarnya. Suatu hal yang membuatku sedikit takjub, karena selama aku mengenal si B ini, dia hampir tidak pernah main jauh.

Baiklah.. cerita si B sudah selesai. Mari kita pindah cerita ke si C. Si C ini berada di satu SMA yang sama denganku tetapi kami tidak saling kenal. Hanya tahu satu sama lain. Ternyata pada saat kuliah, dia se-kampus denganku. bahkan kami berada di satu jurusan dan kelas yang sama. Si C ini anaknya supel sekali, dia aktif berorganisasi, hampir teman-teman se-angkatan semua jurusan tahu dia.

Yang membuat kami dekat adalah pada saat masa setelah ospek. Kami didekati oleh kakak tingkat yang membuat kami berdua cukup terkenal dikalangan kakak tingkat se-jurusan pada masa perkenalan mahasiswa. Sejak saat itu, kami sering curhat satu sama lain. Bahkan kami juga saling menguatkan ketika kakak tingkat yang mendekati kami ternyata adalah para buaya.

Jarak rumahku dengan dia sangat dekat, sekitar 5 menit dari rumah. Jika ada apa-apa tinggal telpon dan langsung meluncur ke rumahnya atau dia ke rumahku. Kalo kami lagi sama-sama suntuk, kami sering sekali keluar malam sekadar muter-muter naik motor gak jelas. Kebiasaan kami saat bosan, kami ngobrol apapun di sepanjang jalan.

Sungguh begitu menyenangkan dan melegakan ketika berbincang dengan sahabat. Apapun yang kita ingin bicarakan yasudah tinggal bicara saja tanpa basa-basi dan semuanya terasa plong. Enteng sekali. Itu lah budaya kami. Dulu ketika kami kuliah, kami berdua absurd sekali sering cari alamat rumah kakak-kakak tingkat sampai ketemu rumahnya.

Si C ini sekali jatuh cinta pasti jatuh cintanya dalam sekali. Meskipun disakiti berkali-kali oleh kakak tingkat yang buaya itu, dia tetap berjuang. Bahkan, kami pernah mencari alamat rumah si buaya itu. Dia yang menemukan duluan , dia tahu duluan dimana alamat orang yang paling nomor satu di hati si C. Kemudian aku diajak jalan ke sekitaran rumah kakak tingkat itu.

Seru sekali waktu itu sekaligus mendebarkan. Ketika sudah melewati rumah si buaya ada rasa takut jika ketahuan tapi kami selalu ketawa ngakak setelah itu. Dulu kami memiliki perjanjian, jika si C sudah pernah masuk ke rumah kakak tingkat itu, maka perjanjiannya adalah kami tidak perlu lagi lewat rumah si buaya itu.

Suatu hari, mereka sempat dekat kembali dan si C ini akhirnya masuk ke rumah kakak tingkat itu. Sejak saat itu, kami sudah tidak penasaran lagi. si C ini aktif bercerita tentang rumah dan kehidupan keluarga si buaya itu. Menurutku plot twist ini benar-benar tidak dapat terprediksi. Kami tidak pernah menyangka jika dia akan dekat lagi dengan si buaya itu, bahkan sangat menakjubkan dia bisa sering main ke rumah yang selama ini selalu jadi target mata-mata kami.

Saat ini si C baru lulus dari sebuah institut yang cukup ternama di Surabaya. Beberapa bulan lalu aku menginap di kost nya selama beberapa hari. Saat menginap disana, pernah sekali aku meminjam laptopnya dalam keadaan sleep dan membuka whatsapp web untuk mengkoneksikan dengan whatsapp-ku untuk keperluan mengirim dokumen.

Pada saat itu dia sedang keluar untuk mengajar les. Jadi aku sendirian di kost. Aku sudah izin jika aku akan memakai laptopnya dan dia mempersilahkan. Saat itu, aku tidak sengaja membuka whatsapp web nya yang memang sudah terbuka. Benar-benar sudah terbuka karena mungkin dia lupa untuk tidak menutup tab website.

 Seketika aku shock saat whatsapp web yang terbuka itu adalah isi chattnya bersama gebetannya. Betapa kaget diriku ketika tahu bahwa gebetannya adalah orang yang sudah kami kenal, mantan kahima (ketua himpunan) kami semasa kuliah. Shock.. se-kaget-kagetnya aku. Ternyata mereka selama ini sudah memiliki hubungan yang lebih dari sekadar "pertemanan".

Si C ini sering sekali curhat denganku tentang masalah apapun yang dia ingin utarakan termasuk soal cowok. Dia pernah berkata jika dia menyukai teman PKL-nya. Aku juga mengenal temannya itu. Dia bilang suka dan kagum. Bahkan dihadapanku pun mereka juga sempat beberapa kali telpon dan cowok ini pun sering mengirim rekaman saat ia bernyanyi dan main gitar.

 Tetapi mengapa dia menutup rapat-rapat tentang kahima itu? padahal jika ia curhat apapun aku selalu menerima dan mendengarnya. Apakah itu salah satu bentuk privasinya? Ya mungkin saja dia begitu. Aku bertanya hingga kini, mengapa dia berlaku demikian? Padahal tidak apa-apa jika dia memang dekat dengan kahima itu.

Awal mula setelah aku mengetahui dengan tidak sengaja isi chatt itu, aku benar-benar shock. Justru waktu itu aku ingin memutuskan untuk tidak cerita tentang apa yang terjadi dan menganggap aku tidak tahu apa-apa. Tapi apa daya, aku tidak bisa baik-baik saja. Aku tidak bisa berbohong.

Saat aku jujur padanya, awalnya dia tidak mengakui hubungan itu. Tetapi dia akhirnya bertanya bagaimana pendapatku tentang hubungan itu. Aku memberi jawaban ngambang dan condong kurang setuju. Hal itu karena se-dari awal aku ngeship hubungannya dengan teman PKL-nya itu. mereka sangat cocok. Tetapi entahlah...hati manusia siapa yang tahu?

  Semenjak kejadian itu, dia jadi sangat berbeda denganku. Aku sadar betul jika aku salah melihat privasi orang lain. Tetapi jika aku tidak sengaja, maka apa yang harus aku lakukan selain meminta maaf? Aku sudah melakukan hal tersebut. Mungkin sejak kejadian itu dia jadi sebal denganku, ataukah malah membenciku dalam diamnya?

Semenjak kejadian itu, dia makin canggung denganku saat bertemu. Awalnya aku biasa saja dan tidak pernah membahas hubungannya. Bahkan aku pura-pura lupa. Tetapi ketika dia memutuskan untuk berlaku canggung, aku jadi ikut berlaku demikian. Rasanya riweh sekali, aneh. Bayangkan saja, dulu kami ngobrol tinggal ceplas-ceplos tapi sekarang makin mendingin saat kami bertemu. Harus ada penengah supaya kami tidak begitu canggung.

Sekali lagi, sikapnya jadi sangat berbeda setelah kejadian itu. mungkin memang ia membenciku karena aku memang punya buktinya. Cerita tentang si C ini sudah pernah kutulis di artikelku sebelumnya dengan judul, "Pertemananku berada di ujung canggung". Semua kronologi lengkap sudah kutulis disitu. Demikianlah cerita si C.

Sungguh kali ini aku menulis sambil menangis. Rasanya menyedihkan sekali. Aku menyayangi mereka para sahabatku, tapi mereka sekarang memiliki kehidupan baru. Sebenarnya aku juga punya pacar sejak lama. Mereka tahu, bahkan ketika mereka jomblo dan aku sudah punya pacar, aku selalu menghubungi mereka.

Bagiku, ada kalanya kapan harus memprioritaskan waktu untuk pacar dan kapan memberikan waktu untuk sahabat. Tapi, mungkin ini adalah bentuk ketidakterimaanku karena waktu yang aku korbankan untuk mereka tidak setara dengan apa yang mereka beri ke aku. Mungkin ini sakit hati yang kubuat sendiri. Tidak seharusnya aku mengharap apapun pada mereka.

Mungkin salahku juga, mengapa seolah-olah aku pamrih meminta "waktu" mereka sedangkan mereka memang tidak memprioritaskan aku. Ataukah dari dulu aku memang tidak dianggap sahabat oleh mereka? Apakah aku saja yang selama ini menganggap mereka adalah teman-teman yang paling berharga?

Jujur, ini berat sekali untukku saat mulai menulis. Mengingat kembali momen dimana aku merasa sebagai sahabat yang ditinggalkan oleh mereka. Begitu nelangsa ditinggalkan para sahabat karena mereka memiliki pacar baru. Sebenarnya aku paham setiap orang akan memiliki pasangan masing-masing. Tapi aku sulit menerima keadaan jika terjadi "Perubahan".

Aku paham betul ini adalah salah satu cara Allah menghukumku agar tidak terlalu berharap apapun terhadap manusia. Aku tidak tahu hadiah spesial apa yang akan Allah beri untukku setelah ini. Allah lebih paham tentang diriku karena Dia tahu aku baru akan mempelajari sebuah kehidupan bila sesuatu terjadi sendiri padaku. Biasanya manusia akan lebih memperhatikan sesuatu jika itu terjadi padanya, bukan?

Wahai diriku... Semoga setelah ini pribadiku, hatiku, jiwaku lebih dilapangkan. Semoga setelah ini aku kuat menjalani hari-hari tanpa mereka. Mungkin aku tidak pernah berpisah dengan mereka, tetapi keadaan yang membuat semua itu berubah. Hikmah yang kudapat dari ceritaku ini adalah kebahagiaan bukan ditentukan oleh orang lain melainkan kita yang ciptakan sendiri.

Ter-untuk aku dan kalian, semoga kita dapat menciptakan kebahagiaan masing-masing. semoga kita dijauhkan dari kesedihan yang berlarut. Boleh sedih, tetapi jangan terlalu lama. Jika kita bahagia, maka hari-hari kita akan terasa jauh lebih mudah. Kata orang-orang pebisnis, "jika kita bahagia, kita akan mendatangkan rezeki dari semua sudut".

Maka, berbahagialah sesuai versimu sendiri....

Hingga saat ini sebenarnya aku masih antusias dengan hubungan persahabatan. tetapi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun