Mohon tunggu...
Nabila Afira Quraina
Nabila Afira Quraina Mohon Tunggu... Konsultan - Female

bebas menulis sesuai dengan ide, pengalaman, dan gaya bahasaku

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Allah Tidak Butuh Aku, Aku yang Butuh Allah

1 Agustus 2020   23:42 Diperbarui: 1 Agustus 2020   23:45 2576
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hai.. sudah lama aku tidak menulis keluh kesahku disini. Banyak sekali pikiran yang menggangguku belakangan ini. Banyak sekali ambisi tapi berakhir tak se-indah ekspektasi.

Banyak sekali kekhawatiran yang muncul ketika aku memikirkan tentang kehidupan yang sebenarnya. Apakah aku sedang mengalami fase Quarter Life Crysis?

Bisa jadi. Namun, justru itu sedang menyiksaku. Aku selalu melihat ke atas. Melihat mereka yang dengan mudahnya dan beruntung sekali menggapai impian mereka. Namun aku juga pernah beberapa kali tersadar, mungkin saja usaha mereka besar. Mungkin saja mereka memiliki suatu kebutuhan yang lebih dariku, maka Allah datangkan rezeki untuk mereka.

Kata bunda, kalaupun kamu tiba-tiba dikasih bonus yang tidak sesuai dengan jerih payahmu, sebanyak apapun rezeki materi yang kamu terima maka akan habis sia-sia.

Entah kamu habiskan untuk apa, dimana, dan kapan habisnya. Karena hasil tidak akan mengkhianati usaha. Karena rezeki pun tidak pernah tertukar. Ya, aku mempercayai kalimat itu.

Begitu pun dengan kekasihku dulu saat dia masih dalam proses untuk mendapatkan pekerjaan. Ada seorang teman yang menasehatinya begini, "kamu tau kenapa pengamen kalo suaranya jelek langsung dikasih uang? Dan kamu tau kenapa pengamen yang suaranya bagus dibiarkan nyanyi dulu baru dikasih uang?"

Kekasihku pun tak bisa menjawab. Ia hanya diam termenung sambil memikirkan jawabannya. Lalu, jawaban dari temannya membuatku ikut tersadar. Ia mengibaratkan bahwa 'pengamen' itu seperti kita, sang peminta doa.

Sedangkan 'yang memberi' itu ibarat rezeki yang diberikan Allah kepada hamba-Nya. Ada orang yang dikasih rezeki cepat, ada juga hamba yang diminta Tuhan untuk bersabar.

"Karena apa? Karena Allah ingin mendengar doa-doa dari hamba-Nya tersebut." . Sungguh pemikiran yang luar biasa sih menurutku. Sepertinya aku sendiri pun belum pernah mendengar istilah itu sebelumnya. Hmm...lumayan tertampar juga.

Seketika mendengar itu, aku juga introspeksi diri bahwa Allah memberiku satu alasan kenapa aku harus terus-menerus bersabar. Karena aku merasa telah jauh dari-Nya.

Sholat aja cuman gobras-gabrus. Habis salam lalu doa seadanya abis itu selesai. Hutang puasa pun belum kunjung dibayar. Sholat sunnah gak pernah padahal tau sendiri ada hajad yang ingin dicapai. Aku merasa terlalu sombong. Tanpa melakukan ibadah yang signifikan, aku 'merasa' bisa melakukan semuanya sendiri. Namun diri ini terlalu sombong.

Pada akhirnya, kalo ada masalah tentang kehidupan pasti kembalinya ke Allah. Merengek, memohon ampun, memohon untuk dikabulkan, tanpa mengerti perasaan Allah bagaimana rasanya melihat kelabilanku menjadi seorang insan yang kurang beriman. Aku paham, perasaan Allah tidak dapat dibandingkan dengan apapun karena Dia adalah sebaik-baiknya Dzat. Maa Syaa Allah.

Betapa Allah ingin aku lebih mendekatkan diri kepada-Nya dengan cara yang kadang manusia pun terlambat untuk menyadari. Aku sendiri juga tidak peka bila tidak disadarkan oleh keadaan.

Dia masih memberiku banyak waktu untuk bertaubat, untuk lebih dekat pada-Nya, dan masih membiarkan aku untuk terus berjuang dengan kehidupan. Namun waktu yang kulalui hanya terbuang pada aktivitas yang sia-sia dan berujung dosa.

Kalo aku habis cerita begini, apakah kamu juga pernah mengalami hal yang sama? Ataukah hanya aku saja yang hina ?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun