Mohon tunggu...
Nabila AnugerahPutri
Nabila AnugerahPutri Mohon Tunggu... Seniman - pribadi

breathe and let it go

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jastip Ilegal Kelas Kakap

27 November 2020   22:12 Diperbarui: 27 November 2020   22:25 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

"JASTIP BROMPTON DAN HARLEY DAVIDSON BISNIS NEGARA KELAS KAKAP"

 

Nabila Anugerah Putri

201810020311035

Email : nabila.anput@gmail.com

 PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk beberapa akhir tahun lalu, tepatnya mula bulan Desember tahun 2019 telah terungkap dalam suatu permasalahan yang menguak nama besarnya. 

Yang di mana bahwasannya telah melangsungkan penyeludupan yang mengaitkannya dengan para petinggi industri tersebut dan membawa berdampak kurang baik.

Kronologi penyelundupan bermula saat Pesawat Tipe Airbus A 330 - 900 merupakan pesawat yang kerap baru saja dibeli oleh PT. Garuda Indonesia. 

Meledaknya Terbongkar kasus penyelundupan oleh pesawat Garuda tersebut dengan nomor flight GA 9721 rute Toulouse - Prancis menuju Jakarta - Indonesia bermula dari pemeriksaan pegawai kepabeanan. 

Awalnya pihak bea-cukai melangsungkan pemeriksaan pada sarana pengangkut / plane zoeking terhadap pesawat Garuda Indonesia yang datang pada minggu, 17 November 2019. Pengecekkan dilakukan oleh pihak bea cukai Bandara Soekarno Hatta seketika pesawat tiba.

Pengecekkan dimulai dengan mengecek pada bagian cockpit pesawat dan bagasi penumpang, bagian tersebut terjaga dan sesuai dengan laporan dokumen. 

Pengecekkan dilanjutkan ke bagian lambung pesawat dan ditemukan 18 kardus berwarna coklat. Sesudah pengecekkan dilangsungkan, diketahui bahwa isi dari kardus tersebut yakni Onderdil / sparepart Harley Davidson dan juga 2 buah sepeda merek Brompton.

Hasil dari pengecekkan tersebut juga menyebutkan bahwasannya pesawat telah mengangkut 10 orang kru dan 22 orang penumpang sesuai laporan dokumen general declaration crew list. Antara lain 2 dari 22 orang penumpang pesawat ia mengakui sebagai owner dari benda seludupan tersebut. 

Salah satunya nama dengan inisial SAW, yang mana nama tersebut tertera pada climtag 15 koli yang berisikan sparepart motor Harley Davidson dengan kondisi rombengan dan terurai-urai, serta nama dengan inisial LS yakni nama yang tertera pada climtag 3 koli yang berisikan 2 buah sepeda Brompton atau jenis sepeda lipat yang dalam kondisi anyar beserta pernak-pernik sepeda tersebut.

Dalam mengecap kasus tersebut, Erick Thohir selaku Menteri BUMN (Badan Usaha Milik Negara) menetapkan dan menekan paksa Dirut Garuda Indonesia yaitu setelah dicek bahwa dalang dari benda ilegal dan tokoh utama permasalahan tersebut dengan nama berinisial AA (Ari Askhara) atau dikenal sebagai I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra untuk menarik langkah dari jabatannya. Serta dengan sah memberhentikan sementara semua jajaran direksi yang diduga terkait dari benda penyelundupan tersebut dan menyeret beberapa pihak dirut lainnya dalam kasus ini, disampaikan Komisaris Utama Garuda AA (Ari Askhara) juga menyeruduk peraturan sebab pergi tanpa izin dinas dari Kementerian BUMN (Badan Usaha Milik Negara).

Mengecek segala serangkaian tindakan aktivitas represif dari Dirut Garuda Indonesia sewaktu sepanjang kedudukannya, beliau melakukan ini hanya demi untuk menghidari dikenakannya Pajak Dalam Penjualan Barang Mewah (PPnBM) yang di mana senilai 125% dari nominal benda tersebut, dikarenakan motor dengan merek Harley Davidson terinput dalam klasifikasi barang mewah.

Motor dengan merek Harley Davidson yang diklasifikasikan ke jenis Sholvehead, yang dikira hampir mencapai ratusan juta rupiah Indonesia. Terlihat sebagaimana bentuk rincian dana hanya untuk satu  motor ini sudah jelas dimulai dari Pajak dalam Penjualan Barang Mewah (PPnBM) senilai 125%.

Tidak sampai disitu saja,  barang importir ini juga termasuk ke dalam bea dan cukai masuk senilai 40%, jumlah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) senilai 10%, serta Pajak Penghasilan atau dikenal dengan PPH Impor senilai 10%. 

Dengan demikian, total dari pajak yang harus dibayarkan perjalanannya sampai ke Indonesia hingga senilai 185%, jika yang ditaksirkan berapa sih harga motor tersebut ? yaitu senilai Rp. 800.000.000,00- (delapan ratus juta rupiah). Sehingga dengan harga demikian maka pajak yang harus dikeluarkan senilai Rp. 1,48 Miliar. Meletop bukan main!

Belum lagi dengan sepeda Bromptonnya yang mana disandingkan dengan motor tersebut. Importir dari sepeda masuk bea dan cukai senilai 25%, jumlah Pajak pertambahan Nilai (PPN) senilai 10%, serta Pajak Penghasilan atau dikenal dengan PPH Impor senilai 7,5%. 

Dengan demikian jumlah dari sekian rinciannya senilai 42,5% yang mana jika harga satuan sepeda tersebut senilai Rp. 50.000.000,00- (lima puluh juta rupiah) maka dikenakannya pajak senilai Rp. 21,25 Juta. 

Final harga yang tersetorkan nilai dari benda ilegal tersebut hampir menggapai senilai Rp. 1,5 Miliar sesuai dengan taksiran rincian di atas. Sehingga mengakibatkan negara berkemampuan akan tercecer pendapatannya serta penerimaan.

Bentuk transaksi ilegal serta penyelundupan mengekspos suatu hakikat sosial yang semakin merambat melalui pengaplikasian suatu penyimpangan. 

Aspek dari motif pelaku untuk menangkap profit yang lebih gesit, enteng, serta melimpah. Sehingga ini dapat membentuk suatu skema yang silih berkontributif serta bentuk alibi yang logis.

Terkuaknya kasus penyelundupan benda ilegal ini sangat dibutuhkan perhatian khusus. Penyelundupan yakni bentuk aksi pemindahan barang atau benda antar negara yang di mana sama sekali tidak memenuhi peraturan perundang-undangan yang valid dan atau tidak memenuhi aturan prosedur kepabeanan.

Terfokus pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 yang di mana menyatakan tentang perubahan atas Undang-Undnag Nomor 10 Tahun 1995 yang menyatakan tentang kepabeanan, penyelundupan merupakan tindakan pidana ringan namun juga berat apabila dalam diklasifikasikan saat kondisi tertentu.

Pada Pasal 102 Huruf A menuturkan bahwasannya setiap orang yang mengekspor barang tanpa menyerahkan pemberitahuan pabean. selanjutnya diikuti pada Pasal 102 Huruf B yang menuturkan bahwasannya membongkar barang impor di luar kawasan pabean atau ditempat lain tanpa izin kepala kantor pabean. Dalam Pasal yang diatur pengingkaran yang tersebut dapat berdampak buruk dan terganggunya sistem sendi perekonomian negara.

Makin meledaknya lagi, menurut aturan yang berlangsung Kementerian Perhubungan menuntut PT. garuda Indonesia (Persero) Tbk untuk melakukan sanksi atas kerugiannya terkait pemalsuan laporan keuangan tersebut.

Terkait permasalahan yang berlangsung, tindakan sanksi tidak hanya dijalankan oleh perseroan, melainkan sanksi denda atas tindakan ini juga dijatuhkan pada masing-masing pihak yang bersangkutan yaitu pada anggota Direksi PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk sejumlah nilai Rp. 100.000.000,00- (seratus juta rupiah), yang mana berhubungan dengan pelanggarannya atas peraturan Bapepam Nomor VIII yang membahas tentang pertanggung jawaban Direksi atas penyajian laporan keuangan.

Maklumat tegas yang disampaikan oleh pemerintah dan di lanjutkan oleh Presiden juga menyatakan bahwa untuk siapa saja yang bermain di jalur KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepootisme) di zona BUMN (Badan usaha Milik Negara) tidak enggan-enggan untuk membawanya ke jalur hukum sebagaimana mestinya.

Gelagat sosial yang kerap memerankan isu yang amat memukau, terlebih-lebih bagi kalangan petinggi negara yang hingga detik ini sedang bermain di zona BUMN (Badan Usaha Milik Negara) seraya menukik pada tindakan aktivitas politik, sosial, dan ekonomi.

Atas permasalahan ini PT. Garuda Indonesia secara tidak langsung menutup kepercayaan awak media atas manajemen entitasnya dalam tujuan yang dicapai yang mana dipengaruhi oleh sumber daya manusia maupun sistem teknologi informasi. Mengingat terjalinnya pada manajemen PT. Garuda Indonesia tersebut merupakan contoh nyata dalam antara sikap personal dan pengontrolan sistem berbanding sejalan.

Sangat disayangkan, terkaitnya para petinggi negara maupun industri yang berkecimpung. Sepatutnya selaku para petinggi negara maupun industri mampu memberikan kompas yang benar terhadap sikap, tingkah laku, profesionalitas, yang mampu menimbulkan kepercayaan, bentuk kepribadian seorang pemimpin terhadap penonton. Terlihat dari kelemahannya keperilakuan instansi menjadikan manajemen entitasnya merosot drastis, yang di mana dibawah pimpinan yang tidak memiliki sikap kompeten dan ketidakamanahan menjalin aktivitas.

Demi untuk kepentingan bersama dan melihat kemanfaatannya bagi orang banyak, penerapan sikap dan perilaku yang di kontrol dalam pusat berorganisasi maupun dalam sebuah instansi negara mampu untuk melangsungkan peranan di dalam sebuah ikatan organisasi dan instansi sesuai dengan aturan kaidah yang berlaku semestinya, yang mana tidak melihat siapa dan apa seorang individu maupun kelompok tertentu di dalamnya tanpa terkecuali. Serta mampu untuk mengintropeksi diri dan mngevaluasi perilaku dan tindakan yang berlangsung.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun