Untuk membuktikan seseorang bersalah dalam kasus korupsi, jaksa penuntut harus menunjukkan bahwa:
- Actus reus telah terjadi, misalnya tindakan nyata berupa penggelapan atau penyuapan.
- Mens rea atau niat jahat terbukti, seperti adanya kesengajaan pelaku untuk memperkaya diri sendiri.
Kedua unsur ini saling melengkapi. Dalam prinsip hukum pidana yang dikemukakan oleh Sir Edward Coke, dikenal ungkapan: "Actus non facit reum nisi mens sit rea"Â yang berarti "suatu tindakan tidak dapat dianggap sebagai tindak pidana kecuali dilakukan dengan niat jahat."
Contoh Kasus Korupsi
E-KTP dimulai pada tahun 2011 dan membutuhkan dana sekitar Rp 5,9 triliun. Namun, sejak awal proyek ini diduga mengalami masalah, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan investigasi yang menemukan penggelembungan anggaran dan pembagian dana kepada sejumlah individu, termasuk pejabat pemerintah dan anggota DPR, senilai sekitar 2,3 triliun rupiah dari anggaran proyek tersebut diduga dikorupsi.
KPK telah berhasil membawa banyak pelaku ke pengadilan. Namun, kasus ini masih meninggalkan pertanyaan tentang sejauh mana keterlibatan pihak lain yang belum terungkap atau diproses secara hukum.
Kasus E-KTP adalah contoh nyata penerapan konsep actus reus dan mens rea. Actus reus dalam kasus ini melibatkan tindakan manipulasi anggaran proyek, sementara mens rea terlihat dari niat pelaku yang dengan sengaja mengatur pembagian keuntungan proyek demi keuntungan pribadi.
Kesimpulan
Edward Coke, seorang ahli hukum asal Inggris, sangat berkontribusi pada pengembangan prinsip-prinsip hukum pidana, terutama konsep Actus reus dan Mens rea, yang sangat penting untuk menentukan jenis kesalahan pidana. Prinsip-prinsip ini penting dalam kasus korupsi di Indonesia karena mereka berkaitan dengan pemahaman tentang syarat-syarat yang harus dipenuhi agar pelaku dapat dimintai pertanggungjawaban pidana.