Seorang pemimpin perlu memikirkan gaya kepemimpinan yang paling tepat yakni yang dapat memaksimalkan kinerja dan mudah dalam menyesuaikan dengan segala keadaan dan kondisi dalam organisasi. Kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Selain itu juga mempengaruhi interprestasi mengenai pristiwa-pristiwa para pengikutnya, pengorganisasian, dan aktivitas-aktivitas untuk mencapai sasaran, memelihara hubungan kerjasama dan kerja kelompok, perolehan dukungan dan kerjasama dari orang-orang diluar kelompok
Menurut Nikmat (2022:42) mengatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola perilaku pemimpin dalam mempengaruhi para pengikutnya, gaya kepemimpinan dapat berubah-ubah tergantung pengikut dan situasinya. Zaharuddin (2021:50) mengatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah perilaku atau cara yang dipilih dan dipergunakan pemimpin dalam mempengaruhi pikiran, sikap dan perilaku para anggota organisasi bawahannya. Hasibuan (2017:170) mengakatan bahwa gaya kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin mempengaruhi bawahan yang bertujuan untuk mendorong gairah kerja, kepuasan kerja, dan produktivitas karyawan yang tinggi agar mencapai tujuan perusahaan yang maksimal.
Setiana (2022:6) mengatakan bahwa gaya kepemimpinan mewakili filsafat, keterampilan dan sikap pemimpin dalam politik. Gaya kepemimpinan adalah pola tingkah laku yang dirancang untuk mengitegrasikan tujuan organisasi dengan tujuan individu untuk mencapai tujuan tertentu. Apriyanto (2020:33) mengatakan bahwa gaya kepemimpinan yang efektif dapat berhasil jika seorang pemimpin mampu menerapkan gaya kepemimpinan yang situasional dan mau mendengarkan mauskan bawahannya dengan selektif berdasarkan pengetahuan yang baik dan kajian yang dapat dipertanggung jawabkan. Â
Tipe kepemimpinan merupakan suatu pola perilaku seorang pemimpin yang khas pada saat memengaruhi anak buahnya, apa yang dipilih oleh pemimpin untuk dikerjakan, cara pemimpin bertindak dalam memengaruhi anggota kelompok membentuk gaya kepemimpinannya. Secara teoritis telah banyak gaya kepemimpinan, namun gaya mana yang terbaik tidak mudah untuk ditentukan. Menurut Aswan (2017:45) mengemukakan tipe -- tipe kepemimpinan, yaitu sebagai berikut :
- Kepemimpinan kharismatik. Kepemimpinan kharismatik adalah kepemimpinan yang tidak diciptakan secara formal. Kewibawaan seseorang dapat disebabkan oleh keilmunnya yang tinggi.
- Kepemimpinan tradisional. Kepemimpinan tradisional biasanya dimiliki oleh pemimpin adat atau pemimpin suku.
- Kepemimpinan legal / formal Kepemimpinan formal adalah tipe kepemimpinan yang diciptakan secara struktural, sebagaimana seorang presiden yang dipilih oleh rakyat yang sangat bergantung pada masa jabatannya. Jika ia pensiun, kepemimpinannya tidak mendapat perhatian masyarakat
Sedangkan menurut Purba (2021:55) mengemukakan bahwa tipe -- tipe kepemimpinan yaitu :
- Tipe otokratik, yaitu seorang yang sangat egois. Egonya yang sangat besar menumbuhkan dan mengembangkan persepsinya bahwa tujuan organisasinya identik dengan tujuan pribadinya.
- Tipe paternalistik, yaitu pemimpin yang bersifat kebapakan dan dapat dijadikan sebagai tempat bertanya untuk memperoleh petunjuk.
- Tipe kharismatik, yaitu seorang yang dikagumi oleh banyak pengikut meskipun para pengikut tersebut tidak selalu dapat menjelaskan secara konkret mengapa orang tertentu itu dikagumi.
- Tipe laissez faire, yaitu seorang pemimpin yang melihat perannya sebagai "polisi lalu lintas" dan cenderung memilih peranan yang pasif serta membiarkan organisasi berjalan menurut temponya sendiri.
- Tipe demokratik, yaitu pemimpin yang memandang perannya selalu koordinator dan integrator dari berbagai unsur dan komponen organisasi sehingga bergerak sebagai suatu totalitas.
Analisis Gaya Kepemimpinan Raden Mas Panji Sosrokartono
Maksud dari nilai filosofis Keiawen atau Lawa dalam konteks perjalanan spiritual yang dilakukan oleh tokoh Werkudara (Bima) mencakup proses transformasi diri menuju kesempurnaan manusia. Dalam kisah Dewaruci, perjalanan ini terbagi menjadi empat tahap yang masing-masing memiliki makna dan tujuan tertentu:
- Syariat (Laku Raga/Sembah Raga). Tahap awal ini berfokus pada penguasaan aturan dan norma dalam praktik kehidupan sehari-hari. Individu belajar menjalani ritual dan menjalankan kewajiban agama, yang merupakan fondasi bagi pengembangan spiritual.
- Tarekat (Laku Budi/Sembah Cipta). Pada tahap ini, individu mulai merenungkan nilai-nilai moral dan etika, serta mengembangkan karakter dan budi pekerti. Ini adalah proses pencarian jalan yang lebih dalam dan aplikatif dalam kehidupan.
- Hakikat (Laku Manah/Sembah Jiwa). Di sini, individu mulai memahami esensi dari segala sesuatu. Mereka mencapai pemahaman yang lebih dalam tentang diri, hubungan dengan Tuhan, dan realitas. Tahap ini adalah pencerahan yang menghubungkan pemikiran dan jiwa.
- Makrifat (Laku Rasa/Sembah Rasa). Tahap tertinggi di mana individu merasakan kesatuan dengan Tuhan dan alam semesta. Pada tahap ini, pengalaman spiritual menjadi intuitif dan mendalam, memberikan kedamaian batin dan pemahaman yang utuh.
Secara keseluruhan, perjalanan ini menunjukkan upaya manusia untuk mencapai kesempurnaan, keseimbangan, dan pemahaman yang lebih baik tentang eksistensi dan kesempurnaan secara keseluruhan. Proses ini menekankan bahwa spiritualitas mencakup penghayatan dan praktik dalam kehidupan sehari-hari selain ritual.
Keseluruhan perjalanan ini adalah refleksi dari usaha manusia untuk mencapai kesempurnaan, harmoni, dan kedamaian batin.