Faktor terbesar yang membentuk kepribadian anak adalah lingkungan keluarga, terutama orangtua. Sikap, perilaku, dan kebiasaan orangtua selalu dilihat dan ditiru oleh anak untuk kemudian dijadikan kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga diharapkan para orangtua dapat memahami sekaligus memperhatikan setiap perbuatan dan perkataan yang hendak dilontarkan pada anak.Â
Oleh karena itu, kali ini saya ingin berbicara tentang cara mengomunikasikan pikiran orangtua dan bagaimana mengarahkan mereka secara efektif.
Jika pembaca sudah menjadi orangtua dan sekarang sedang bersama seorang anak, Anda mungkin perlu memberi tahu suatu aturan. Kadang-kadang, Anda berada dalam situasi yang sulit. Sisi yang satu sangat membutuhkan peran Anda, dan begitupun sisi yang lain membutuhkan kontribusi Anda tanpa terkecuali.Â
Oleh karenanya, Anda sebagai orangtua akan menginstruksikan sesuatu dengan suara yang ditingkatkan tanpa sadar kepada anak Anda sendiri, seperti "Jangan berlarian!" atau "Jangan berbicara dengan suara keras!" atau "Jangan menangis."
Tentu saja benar, orangtua tentu perlu memberi anak informasi tentang apa yang tidak boleh dilakukan dan mengajari mereka norma. Akan tetapi, apakah ada cara lain bagi orangtua dan anak-anak yang lebih menyenangkan?
Anak-anak juga manusia biasa sehingga lebih baik mengarahkan mereka dengan perasaan yang lebih lembut. Hal itu juga baik untuk mencegah ketaatan hanya ketika diperintahkan. Meskipun demikian, terdapat penelitian juga yang menyatakan bahwa anak-anak akan lebih terbiasa mematuhi rangsangan dengan suara keras dan instruksi yang kuat.
Misalnya ketika anak-anak mendapat perintah "Ayo cepat pulang!." dengan suara yang lemah maka anak-anak cenderung tidak akan menggubris perintah tersebut. Lain halnya jika perintah itu dilontarkan dengan suara keras maka anak-anak akan langsung menaati dan berpikir bahwa mereka harus cepat pulang.Â
Ini adalah situasi yang sama dimana ketika banyak anak-anak sedang melompati meja. Lalu, orangtua mereka mendekati sisi anak (dapat memegang lengan dengan lembut jika perlu) dan berbicara "Duduk di kursi sebelah Ibu " dengan nada suara yang biasanya diucapkan. Dan jika seorang anak mematuhi kata itu, Anda dapat menggunakan teknik "pujian" semisal "Terima kasih telah mendengarkan Ibu, terima kasih telah menaati."
Bahkan dengan instruksi yang sama, instruksi yang bersifat  mengutuk tindakan anak menurut saya justru akan menurunkan harga diri anak. Meskipun banyak orangtua yang akan berpendapat "Kalau tidak seperti itu mereka akan nakal."
Padahal, bagi saya jika memungkinkan, fokuslah pada apa yang harus dilakukan anak-anak daripada apa yang seharusnya tidak mereka lakukan. Hal ini juga dapat mengarah pada pengembangan inisiatif, yang dapat membantu mengembangkan emosi.
Misalnya, kalimat yang biasanya diakhiri dengan kata jangan semisal, "Jangan sentuh dompet Ibu" adalah kalimat yang terkesan negatif. Hal ini sebenarnya dapat diganti dengan kalimat yang lebih positif seperti "Letakkan tanganmu di meja" atau "Kamu dapat menyentuh tas Ibu, tetapi bukan dompet."
Selepas ini tentu akan banyak orangtua yang terus mengatakan bahwa instruksi lembut tidak dapat menyebabkan ketaatan langsung dari anak-anak. Akan tetapi, Anda sebagai orangtua yang membaca tulisan ini tentu tidak dapat melihat hasil didikan ini secara instan.Â
Perlu adanya proses menyesaikan diri dan menerima perilaku dan kebiasaan anak. Toh, lagipula memberikan instruksi lembut adalah cara yang aman untuk menjaga pikiran anak Anda bebas dari efek negatif seperti kemarahan dan dendam.
Bahkan jika anak Anda tampaknya tidak mendengarkan pada awalnya, penggunaan metode yang positif dan lembut ini akan menaburkan banyak percakapan yang baik secara dua arah dalam hubungan orangtua dan anak di masa depan.
Sekali lagi, banyak-banyaklah berkata lembut. Jangan mudah marah ya bu, pak!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H