Mohon tunggu...
Nabila Putri Syasabil
Nabila Putri Syasabil Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Ilmu Sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.

Fatum Brutum Amorfati

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Petrichor

13 Oktober 2020   19:03 Diperbarui: 13 Oktober 2020   19:08 552
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seorang gadis sedang duduk di atas sofa kamarnya. Ia memakai pakaian tidur berwarna biru muda yang kebesaran. Tangan kirinya memegang sebuah ponsel yang layarnya menyala beberapa detik sekali. Wajahnya pun ikut terlihat senang setiap layar ponselnya menyala. 

Tiba-tiba saja ponselnya bergetar dan diikuti suara dering yang sangat keras.

"Halo, baiklah kutunggu kau di sana."

Ekspresinya semakin menjadi-jadi ketika ia mengakhiri perbincangan di telepon. Sedetik kemudian ia menaruh sembarangan ponselnya di atas kasur. Ia membuka lemari dan membongkar pakaian yang semula tertata rapi. Satu demi satu pakaian ia tempelkan di badannya sambil menatap kaca, lalu ia buang dan mencari pakaian lain.

"Ini dia!" matanya berbinar dan menatap ke arah kaca agak lama.

Secepat kilat ia memakai pakaian tersebut lalu ia berpindah tempat. Di depannya terdapat berbagai alat kecantikan. Satu demi satu ia membuka benda di depannya dan mulai menggores tipis ke wajahnya. Perlahan tapi pasti, ia melakukannya dengan sempurna.

"Oh, aku harus segera bergegas."

Ia mengambil tas dan memasukkan ponsel kedalamnya, lalu turun dari kamar dan meminta izin kepada ibunya.

"Baiklah, hati-hati dan pulang tepat waktu."

"Okey, Mom."

Gadis itu memasuki mobilnya dan menyetir dengan tergopoh. Ia melirik jam tangannya, sudah pukul tujuh malam dan artinya lima belas menit lagi ia harus sudah berada di tempat.

Sesampainya di tempat  itu ia menengok kesana kemari, "Untunglah dia belum datang."

Ia memilih tempat duduk di sebelah kaca besar. Disana ia menatap langit, lalu melirik jam tangannya.

"Ugh akan turun hujan, di mana dia?"

Satu butiran air kecil menetes di kaca sebelahnya. Lalu semakin banyak.

Braakkk...

Di luar terdengar suara benda yang membentur sesuatu dan diikuti keramaian tiba-tiba.

Ia keluar. Namun butiran air jatuh semakin deras. Orang-orang di sekitarnya menanyakan sesuatu, dan dia ingin mengetahuinya. Sebuah  mobil terpakir sembarangan disana.

Ia mendekat.

Butiran air keluar dari sudut matanya bercampur menjadi satu dengan butiran air hujan.

"Dia kekasihku."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun