Jakarta - Perekonomian Indonesia akan menghadapi tantangan baru dengan rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada 2025. Kebijakan ini meneruskan langkah pemerintah setelah menaikkan PPN dari 10% ke 11% per April 2022 melalui UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Suryo Utomo, dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (27/12/2024), menegaskan bahwa kenaikan PPN merupakan bagian dari strategi reformasi perpajakan jangka panjang. "Target penerimaan pajak tahun 2025 sebesar Rp 2.500 triliun membutuhkan langkah-langkah strategis, termasuk penyesuaian tarif PPN," ujarnya.
Dampak Ekonomi Secara Makro
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, implementasi PPN 11% telah berkontribusi pada peningkatan penerimaan negara sebesar 9,4% pada tahun anggaran 2023. Namun, Bank Indonesia mencatat kenaikan tersebut juga berdampak pada inflasi, dengan peningkatan 0,4% pada bulan pertama pemberlakuannya.
Dr. Bambang Sutrisno, Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Indonesia, memperingatkan dampak lebih besar dari kenaikan mendatang. "Simulasi kami menunjukkan kenaikan PPN menjadi 12% dapat memicu inflasi tambahan sebesar 0,5-0,7% dan berpotensi menurunkan konsumsi rumah tangga hingga 0,3%," jelasnya.
Tekanan pada UMKM dan Sektor Swasta
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Hariyadi Sukamdani, mengungkapkan kekhawatiran sektor swasta. "Kenaikan PPN akan meningkatkan biaya produksi dan operasional. UMKM akan terkena dampak paling signifikan," tegasnya. UMKM diperkirakan menghadapi kenaikan biaya operasional 1,5-2%.
Dampak Terhadap Mahasiswa dan Pendidikan Tinggi
Sektor pendidikan tinggi tidak luput dari dampak kebijakan ini. Prof. Dr. Widyastuti, pakar ekonomi pendidikan dari Universitas Gadjah Mada, memperkirakan kenaikan biaya kuliah tahunan mencapai 2-3%. "Mahasiswa akan menghadapi kenaikan biaya di berbagai aspek, mulai dari perlengkapan kuliah hingga biaya hidup sehari-hari," jelasnya.
Dampak spesifik bagi mahasiswa meliputi:
- Kenaikan harga buku dan alat tulis 1-2%
- Peningkatan biaya kos/asrama rata-rata 3%
- Kenaikan harga makanan di kantin kampus
- Bertambahnya biaya transportasi dan kebutuhan sehari-hari
Ketua BEM SI (Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia), Ahmad Reza, mendesak pemerintah mempertimbangkan insentif khusus untuk mahasiswa, terutama dari keluarga menengah ke bawah.
Lalu, Apa Saja Dampak Lainnya?
Centre for Strategic and International Studies (CSIS) merekomendasikan penguatan monitoring harga dan pengawasan pasar. Sementara itu, ekonom senior INDEF, Aviliani, menyarankan implementasi bertahap. "Kenaikan sebesar 1% dalam setahun terlalu agresif. Sebaiknya dilakukan secara gradual per semester untuk meminimalisir gejolak," sarannya.
Proyeksi dampak ekonomi 2025 menunjukkan:
- Penerimaan negara diperkirakan meningkat Rp 85 triliun
- Inflasi berpotensi naik 0,5-0,7%
- Pertumbuhan konsumsi rumah tangga diprediksi melambat 0,3%
- Sektor UMKM menghadapi potensi kenaikan biaya operasional 1,5-2%
Bagaimana Cara Pemerintah Mengantisipasi?
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menekankan pemerintah telah menyiapkan paket kebijakan komprehensif, meliputi:
- Perluasan bantuan sosial tepat sasaran
- Penguatan program Kartu Prakerja
- Subsidi dan insentif untuk UMKM
- Program stabilisasi harga bahan pokok
Khusus sektor pendidikan, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi mengumumkan rencana penyesuaian bantuan pendidikan. "Kami akan menaikkan nilai beasiswa dan memperluas cakupan penerima untuk mengantisipasi dampak kenaikan PPN," jelasnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H