Hukum Pidana dan KUHP
Hukum pidana adalah cabang hukum yang mengatur tentang kejahatan dan pelanggaran serta menetapkan sanksi terhadap pelakunya. Cabang hukum ini berfungsi untuk menjaga ketertiban dan keamanan dalam masyarakat dengan cara memberikan hukuman kepada individu atau kelompok yang melakukan tindakan melawan hukum. Dalam sistem hukum pidana, tindakan-tindakan yang dianggap sebagai kejahatan diatur secara rinci, termasuk kategori kejahatan, unsur-unsur yang harus terpenuhi untuk dapat dikatakan sebagai tindak pidana, dan jenis sanksi yang dapat dikenakan.
KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) adalah kodifikasi dari hukum pidana di Indonesia yang menjadi dasar hukum dalam penegakan hukum pidana. KUHP berisi berbagai ketentuan mengenai perbuatan-perbuatan yang dianggap sebagai tindak pidana, prosedur penanganan kasus pidana, serta jenis-jenis hukuman yang dapat dijatuhkan kepada pelaku kejahatan. KUHP di Indonesia sendiri merupakan warisan dari zaman kolonial Belanda dan telah mengalami beberapa perubahan dan penyesuaian agar sesuai dengan konteks sosial, budaya, dan hukum di Indonesia saat ini.
Sejarah KUHP Lama (WvS)
KUHP lama, dikenal sebagai Wetboek van Strafrecht (WvS), diadopsi dari hukum pidana Belanda pada masa kolonial dan mulai berlaku di Indonesia sejak tahun 1918. WvS dibuat untuk mengakomodasi kepentingan pemerintah kolonial dan kurang sesuai dengan nilai-nilai serta konteks sosial budaya Indonesia. Penerapan WvS oleh pemerintah kolonial Belanda didasarkan pada kebutuhan untuk mengatur dan mengendalikan masyarakat jajahan dengan cara yang menguntungkan pemerintahan kolonial, serta menciptakan sistem hukum yang seragam yang dapat diterapkan di seluruh wilayah jajahan.
Pada masa kolonial, WvS digunakan untuk menegakkan ketertiban dan keamanan yang diinginkan oleh pemerintah kolonial. Hukum pidana ini dirancang dengan memperhatikan kepentingan penguasa kolonial dan sering kali mengabaikan atau bahkan bertentangan dengan nilai-nilai, adat istiadat, dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat pribumi Indonesia. Sebagai contoh, beberapa ketentuan dalam WvS tidak mengenal atau tidak menghormati sistem hukum adat yang telah lama ada di Indonesia, yang sering kali lebih bersifat restoratif dan berbasis komunitas, berbeda dengan pendekatan hukum pidana Barat yang cenderung retributif.
Lahirnya UU No 1 Tahun 2023 tentang KUHP
UU No. 1 Tahun 2023 tentang KUHP disahkan sebagai bagian dari upaya mereformasi hukum pidana nasional yang lebih sesuai dengan perkembangan sosial, budaya, dan kebutuhan masyarakat Indonesia. Reformasi ini juga dimaksudkan untuk menggantikan KUHP lama yang dinilai sudah usang dan tidak relevan lagi dengan kondisi saat ini. Salah satu tujuan utama dari UU No. 1 Tahun 2023 adalah untuk menciptakan sistem hukum pidana yang lebih adil dan manusiawi, serta yang lebih mencerminkan nilai-nilai Pancasila dan prinsip-prinsip hak asasi manusia. Dengan demikian, undang-undang baru ini dirancang untuk mengakomodasi perubahan dinamika sosial, seperti meningkatnya kesadaran akan hak-hak individu dan kebutuhan untuk menghormati pluralitas budaya dalam masyarakat Indonesia yang beragam.
Reformasi ini juga mencakup penyesuaian terhadap berbagai aspek teknis dan substantif dalam hukum pidana. Misalnya, terdapat perbaikan dalam prosedur penanganan kasus pidana, yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi dalam proses peradilan. Selain itu, UU No. 1 Tahun 2023 juga memperkenalkan ketentuan-ketentuan baru yang lebih relevan dengan tantangan kontemporer, seperti kejahatan siber, terorisme, dan kejahatan lingkungan. Penekanan pada pendekatan restoratif juga ditingkatkan, di mana rehabilitasi dan reintegrasi sosial bagi pelaku kejahatan diutamakan, alih-alih hanya berfokus pada hukuman. Semua ini dilakukan dengan harapan bahwa sistem hukum pidana yang baru akan lebih mampu memenuhi tuntutan keadilan serta memberikan perlindungan yang lebih baik bagi masyarakat.
Kelebihan KUHP Nasional (baru) dibandingkan KUHP lama