Mohon tunggu...
Nabi Baru
Nabi Baru Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Aku diutus Iblis untuk menyesatkan manusia

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Menggeser Pantat Tuhan dari Etalase Ilmu Pengetahuan

21 Juni 2012   18:51 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:41 602
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Bagaimana cara menulis Tuhan dengan benar?
Bubuhkan kererangan subjek didepan atau dibelakang kalimat.

Contoh:

"Bagi saya
Tuhan itu benar-benar nyata, bukan khayalan.
Karena tidak mungkin Tuhan hanya ....... dst"

"Menurut saya,
Tuhan tidak mungkin minta manusia untuk memyembahNya
Karena kasihNya, melenyapkan segala murkaNya .... dst"

Artinya,
Tuhan, adalah penghayatan personal.
Bukan sebuah penemuan. Apalagi pembuktian.
Lain halnya mengatakan:

"Matahari terbit di Timur
Rumah saya terdapat di wilayah Sumatera Barat
Toko Buku Gramedia menjual banyak buku dengan beragam bidang"
Dst .....

Itu baru layak
Karena semua pernyataan itu bukan sebuah penghayatan. Tapi adalah realitas.
Kenyataan yang disaksikan banyak orang. Bisa dibuktikan. Bisa diukur secara objektif empiris. Maka itulah sebabnya, bisa mengucapkan kalimat itu dengan tegas tanpa membubuhkan keterangan subjek. Kecuali bagi mereka yang buta mata. Itu pengecualian.

Artinya Tuhan itu bukan hasil Ilmu Pegetahuan.

Tapi adalah hasil keyakinan. Konstruksi pikiran dan mental. Lalu menyatakanNya dengan kalimat tegas, sebenarnya salah alamat. Itu sama artinya dengan tindakan semena-mena. Memperlakukan sesuatu yang hanya berdasarkan penghayatan sebagai sebuah Kebenaran Mutlak yang tak terbantah.
Bahkan mengklaimnya sebagai sebuah Realitas Empirik.

Yang disebut Ilmu Pengetahuan,

Tidak berdasarkan keyakinan. Apalagi perasaan
Tapi hanya berdasarkan metode ilmiah. Sebuah hipotesis yang diverifikasi. Dan itu nilainya adalah kesementaraan. Tidak pernah mutlak.
Sebuah kesimpulan ilmu pengetahuan, hanya berlaku selagi belum ditemukan kebenaran baru yang lebih meyakinkan. Tapi jangan lupa. Untuk menendang kebenaran Ilmu Pengetahuan lama, tidak bisa dengan keyakinan apalagi perasaan. Tapi juga dengan domain yang sama, yaitu hipotesis baru yang sudah diverifikasi. Jadi, dalam konteks ini, menolak temuan-temuan Ilmu Pengetahuan dengan keyakinan akan Tuhan, adalah salah alamat. Itu ibaratnya sama dengan mengantarkan komputer rusak pada seorang dukun beranak.

Bagi saya ini dasar.

Tanpa pemahaman akan hal ini,
Banyak pembicaraan dalam diskusi jadi ngawur.

Misalnya,
Sudah jelas yang dilakukan seseorang sebenarnya hanya berpendapat dan menghayati tentang Tuhan, tapi lagaknya begitu kenal dengan Tuhan, seakan-akan wajah, bentuk, sifat dan karakter Tuhan sudah mereka saksikan sendiri secara nyata. Lalu dengan pernyataannya itu, mereka berani latah untuk menghabisi pendapat orang lain sebagai salah, kafir dan tidak bermoral.

Masya Allah astagfirullah:
"Tuhan adalah Kasih itu sendiri
Tuhan tidak bisa diketahui dengan nalar
Tuhan melampaui segala apa yang terpikirkan
Tuhan tidak butuh disembah.
Tuhan menerima semua agama.
Tuhan bukan ini bukan itu.
Tapi Tuhan adalah ..... bla bla bla"

Tahu darimana?
Sudah pernah membuktikan ucapan itu?
Duluan mana hadirnya kalimat itu dibanding sudah pernah membuktikannya?

Yang disebut Ilmu Pengetahuan,
Adalah sebuah kesimpulan yang datangnya diakhir.
Pernyataan muncul setelah mengindra segala sesuatu.
Setelah melihat segala sesuatu
Setelah mendengar segala sesuatu
Setelah meraba segala sesuatu
Setelah mencicipi segala sesuatu

Artinya, setelah membuktikan segala sesuatu
Hanya setelah melakukan diantara domain itulah baru layak mengeluarkan statemen dengan tegas.
Diluar itu? Mitos. Dongeng. Hikayat. Kultus. Sakralitas.
Dan seterusnya ....

Artinya,
Bicara Tuhan, jangan berlagak seperti seorang saintis.
Pemuja Tuhan, penyembah Tuhan, adalah seorang asketis.
Minimal seorang penghayal. hahaha ....!
Artinya mbok tahu dirilah dengan apa yang dinyatakan
Apakah kategori kepastian, atau keraguan
Apakah kategori penemuan, atau dugaan
Apakah kategori pembuktian, atau hanya harapan mental
Makanya bubuhi keterangan subjek diawal atau diakhir kalimat.

Menurut saya, ini tidak bisa tidak.
Karena Tuhan, bukan sesuatu yang dimaklumi semua manusia
Tapi adalah wilayah "dunia dalam."
Dunia dalam cakrawala bathin.
Subjektif personalitik
Bukan sebuah penemuan empirik yang tak terbantah
Yang sudah resmi diakui semua manusia.
Apalagi sebuah hasil verifikasi ilmiah

Ini bukan berarti saya ingin menyatakan bahwa Ilmu Pengetahuan adalah segalanya
Tapi penegasan saya, semua ada konteksnya. Jangan latah.
Jika pemetaan ini belum dipahami
Jangan pernah bermimpi bisa diskusi dalam iklim yang dialogis multikultural
Jangan pernah bermimpi akan bisa membangun sebuah diskusi yang bermakna dan elegan

Sejauh yang saya pahami,
Ini baru sebagian kecil dari hal ihkwal Epistemologi.
Cukup

Nabi Baru

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun