Mohon tunggu...
Nabial C G
Nabial C G Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker/Penikmat Film/Pembaca buku/Penikmat hal-hal unik

Berbagi sudut pandang tentang film dari sisi penonton, dan berbagi banyak hal yang perlu diulas

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Mikroplastik, Ekonomi Sulit Sehat pun Sulit

6 Agustus 2024   13:32 Diperbarui: 11 Agustus 2024   09:38 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ILUSTRASI | Photo by FlyD on Unsplash   

Saat dana mu pas-pasan, dan gaji mu keluar masuk tidak menetap, akan menjadi sebuah kehororan jika jatuh sakit. Dan ada alasan lain juga kenapa kita yang hanya memiliki dana pas-pasan rentan sakit tidak lain tidak bukan adalah gaya hidup sehat itu mahal harganya. 

Gaji keluar masuk memenuhi kebutuhan lain, membayar cicilan motorlah, cicilan rumah lah, dan bayar paylaterlah. Hal ini membuat kesehatan keuangan terganggu, dan juga mengganggu kesehatan raga kita sebagai manusia.

Saya semakin meyakini bahwasanya kita yang punya dana pas-pasan itu tidak diciptakan untuk sehat melainkan untuk hanya bertahan hidup, sebagai budak debitur. Kesehatan menjadi barang langka untuk kita. 

Hal ini saya yakini karena, membaca jurnal yang berjudul Cutting Boards: An Overlooked Source of Microplastics in Human Food? Bahwa dampak mikroplastik pada kesehatan sangat membahayakan tubuh kita. 

Mikroplastik yang mengendap di dalam tubuh akan sulit dicerna atau diserap oleh tubuh. Kemudian mikroplastik yang mengendap mampu menimbulkan iritasi. Kandungan mikroplastik jika terlalu lama mengendap bisa menimbulkan peradangan yang dapat memicu timbulnya tumor bahkan kanker.

Penggunaan plastik pada kemasan, peralatan masak, dll, tentunya sering kita gunakan setiap harinya. Selain murah tentu fungsinya tepat guna untuk kita. Dalam jurnal kesehatan tersebut hal yang diujikan adalah penggunaan talenan untuk memotong sayuran. Talenan yang digunakan berbahan plastik nyatanya membawa marabahaya tanpa kita duga. 

Dan saya meyakini bukan saya seorang yang menggunakan talenan berbahan plastik ini. Mana ada pikiran kita untuk menyisihkan uang untuk membeli peralatan memasak yang memiliki standar kesehatan mumpuni. 

Selain penggunaan peralatan memasak kita juga sering mengedepankan kenyang ketimbang nutrisi makanan yang kita makan. Kenyang sama dengan makan nasi, dan nasi penuh dengan kalori. Mie instan pakai nasi adalah tradisi yang sudah mengakar pada masyarakat kita. 

Dominasi makanan berkalori tinggi berpotensi dengan obesitas, dan tentunya rentang dengan penyakit-penyakit lainnya seperti Diabetes Melitus. 

Makanan Sehat itu Mahal?

Kampanye 4 sehat 5 sempurna masih relevan menurut saya untuk digalakkan pada era saat ini. Makanan yang terdiri dari karbo, protein, serat, buah, dan susu sudah mumpuni untuk asupan nutrisi kita sehari-hari. 

Namun, sayangnya halangan utama untuk makan makanan sehat ini adalah kebiasaan. Selama saya hidup merantau memposisikan diri untuk makan makanan sehat ini jarang untuk dijalani. 

Seperti yang saya sampaikan sebelumnya tujuan makan bagi kaum dana pas-pasan adalah kenyang tidak lebih tidak kurang. 

Sebagai salah satu individu dana pas-pasan saya punya slogan untuk masalah makanan 3M Murah, Mengenyangkan, dan Menyenangkan. Ketiga aspek ini yang menjadi patokan saya untuk makan. Bertahan hidup adalah keharusan.

Tentunya saya tahu kalau kebiasaan saya buruk, saya juga sempat mencoba untuk ubah kebiasaan ini dengan memasak sendiri. Masak nasi dengan campuran beras merah yang penuh serat, asupan protein nabati dari tempe atau tahu, kemudian merebus sayuran hijau untuk mendapatkan mineral alami, biar makin syahdu tentu dengan sambal, dan asupan vitamin dari buah-buahan seperti pisang, ataupun apel. 

Tidak buruk bukan pilihan makanan yang saya masak? Tentu saja tapi, beratnya minta ampun saya harus meluangkan waktu untuk beli bahan makanan, ditambah juga harus kejar waktu bahan tidak busuk karena, saya  tidak punya kulkas untuk menyimpan bahan makanan tadi. Dan mencuci peralatan masak itu melelahkan broh.

Jika dibandingkan dengan membeli makanan ke warung padang, burjo, dan warteg waktu yang dihabiskan tidaklah banyak. Simpel dan nggak pakai ribet. Inilah tantangan terbesar untuk kaum dana pas-pasan seperti kita untuk sehat. 

Gaya Hidup Sehat itu Bukan untuk Kaum Menengah ke Bawah

Untuk sehat saat ini memang terasa sulit untuk kalangan pekerja medioker. Jangankan pekerja medioker untuk kalangan nakes saja gaya hidup sehat itu sulit untuk diterapkan. Kami para nakes harus bekerja dengan 3 shift bergantian. 

Risiko terpapar penyakit seperti covid cukup rentan, pola tidur yang kadang baik kadang pun buruk. 

Solusinya bukan memperkaya diri dengan materi untuk hal ini. Semuanya kembali ke mindset. Membentuk kebiasaan baru nan sehat seperti menghindari makanan penuh kalori, mengurangi minuman manis, bisa menjadi langkah awal yang tepat menjaga kesehatan diri.

Dari membentuk kebiasaan baru semuanya akan menjadi biasa dan terbiasa. Tidak perlu membeli makanan fancy nan estetik seperti berlangganan makanan sehat nan mahal. Mulai saja dulu membentuk kebiasaan baik biasa membawa botol minum, terbiasa menyisihkan waktu berolahraga, terbiasa tidur cepat. 

Rasanya hal-hal ringan seperti itu bisa membantu menjaga kesehatan diri ketimbang misuh tidak jelas. Kaum dana pas-pasan berhak sehat juga ingat kehororan saat sakit itu adalah nota bon biaya rumah sakit brohh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun