film Sri Asih, karena dari kemarin Jogja selalu dilanda hujan. Menonton Sri Asih di JCM (Jogja City Mall) karena, memang paling dekat dengan kosan. Menonton dengan tidak membawa ekspektasi yang tinggi namun first impression menonton Sri Asih ternyata bagus yah!.
Akhirnya bisa menontonSepertinya jarak 3 tahun berselang setelah kemunculannya di film Gundala penggarapan Sri Asih sangat dipersiapkan dengan baik. Elemen ceritanya sangat dikembangkan. Ada beberapa hal yang terasa meningkat dan membuat penonton mudah menikmatinya. Seperti pengenalan tiap karakternya, jika dibandingkan dengan film Gundala, Sri Asih cukup mudah untuk mengenal dan mengingat karakternya. Saya ingat saat menonton film Gundala tetiba kita dihadirkan dengan banyak karakter dari kelompok "anak pengkor".Â
Belum lagi koreografi pertarungan dalam film Sri Asih penuh dengan body contact. Pevita Pearce sebagai Alana alias Sri Asih sepertinya dipersiapkan betul dalam koreografi pertarungan yang digarap oleh Uwais Team. Pertarungan jarak dekat ala Iko Uwais terlihat dengan jelas dalam film ini.
Film Sri Asih sendiri masih menggunakan formula yang hampir sama dengan Gundala, menceritakan Alana kecil hingga beranjak dewasa. Sehingga bagi beberapa penikmat film alurnya ceritanya bisa terbaca dengan jelas. Walaupun untuk beberapa orang mungkin akan sedikit tidak bisa menerka. Pace ceritanya tidak terlalu cepat seperti Gundala. Kita bisa menikmati prosesnya dengan baik. Ditambah kehadiran tiap karakternya cukup smooth jika dibandingkan dengan Gundala.
Walaupun bukan pertama kalinya karakter Sri Asih muncul tapi film ini bisa diterima dengan baik untuk pengenalan karakternya. Beberapa karakter seperti Tangguh (Jefri Nichol), Kalla (Dimas Anggara) Eyang Mariani (Christine Hakim) turut serta dikenalkan dan ikut hadir dalam film ini yang bisa saja karakter-karakter ini akan tampil di film Bumi Langit selanjutnya.
Beberapa karakter yang menyita perhatian dalam film ini Sura Saputra (Prayogo Adinegara) cukup luwes memerankan bos mafia, Randy Pangalila (Mateo Adinegara) pun paripurna memerankan anak manja bos mafia. Namun yang  cukup pas dan tidak tergantikan Reval (Jagau) kaki tangan bos mafia. Gesture, sorot mata, dan nada ucapannya sudah mendefinisikan mafia yang sesungguhnya.
Tak Lupa juga kehadiran Reza Rahadian, dan sudah tidak perlu dijelaskan lagi bukan kapasitas aktingnya. Ya dia Reza Rahadian.
Mungkin hal yang terasa aneh dalam film Sri Asih adalah dialog-dialognya yang terasa aneh dan kasar. Beberapa adegan masih menggunakan bahasa baku yang menggunakan EYD namun, disisi lain ada juga adegan menggunakan bahasa yang umumnya digunakan dalam keseharian. Sedikit aneh saja menyimak obrolan bahasa kaku yang disampaikan tidak terasa luwes.
Selama menonton ada hal yang membuat  kagum dan terpukau dengan skoring film Sri Asih.  Kok bisa sebagus itu dan sekeren itu. Penempatan skoring lagu yang begitu menghentak dikombinasikan dengan adegan-adegan yang pas membuat kita terpukau. Namun entah kenapa musiknya terlalu yahud untuk didengarkan. Hentakan skoring film sempat membuat ku hanyut sejenak dan lupa kalau sedang menonton film. Soundtrack Sri Asih membekas dikepala terima kasih para music director yang menggarapnya. Jika ingin mendengarnya lagi atau bagi yang belum sempat menonton filmnya berikut soundtracknya via YouTube :
Setelah menyaksikan film Sri Asih ada harapan besar dengan film selanjutnya, dan untuk teman-teman yang belum sempat menyaksikan film yang satu ini , pasti tidak akan dikecewakan. Silakan nikmati di bioskop kesayangan masing-masing.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H