Sebagai contoh konkret, kasus kekerasan terhadap seorang mahasiswa di Universitas Sriwijaya bisa menjadi viral setelah seseorang memposting video kejadian di media sosial. Masyarakat kemudian membanjiri platform seperti Twitter dan Instagram dengan tagar seperti #JusticeForLuthfi atau #StopAbuseInEducation, yang akhirnya mendapatkan perhatian dari organisasi-organisasi kemanusiaan dan tokoh publik yang ikut menyuarakan keadilan. Akibat tekanan publik yang besar, pihak universitas dan pihak berwenang kemudian merasa terpaksa untuk bertindak lebih cepat dan lebih transparan dalam menangani kasus tersebut, yang kemungkinan besar akan berdampak pada keputusan yang lebih adil meskipun Lady memiliki status sosial yang lebih tinggi.
Dalam konteks perkembangan teknologi saat ini, dominasi yang semula dimiliki oleh pihak Lady tidak lagi dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Dulu, dalam sistem stratifikasi sosial yang lebih tertutup, pihak dengan status sosial yang lebih tinggi cenderung memiliki pengaruh besar untuk menentukan jalannya sebuah perkara, sementara pihak dengan status sosial lebih rendah seringkali kesulitan untuk mendapat keadilan. Namun, dengan media sosial yang memberikan suara kepada siapa saja, bahkan yang berasal dari kelas sosial rendah, pengaruh status sosial menjadi lebih terbatas. Hal ini menunjukkan perubahan besar dalam dinamika sosial saat ini, di mana determinasi kelas sosial tidak berlaku seperti di masa lalu, sebelum kemajuan teknologi memberikan dampak besar terhadap cara masyarakat berinteraksi dan memperjuangkan keadilan (Pattinasarany, 2016).
Akhirnya, solidaritas antar individu atau kelompok juga berperan penting dalam memperburuk ketegangan ini. Dalam sistem stratifikasi sosial, setiap individu atau kelompok sering kali memiliki kesadaran akan kedudukan mereka masing-masing dalam masyarakat. Dalam kasus ini, Lady, yang merasa berada pada posisi yang lebih tinggi, mendapat dukungan dari keluarganya, khususnya ibunya, yang berusaha menyelesaikan masalahnya dengan cara mereka sendiri. Solidaritas ini, yang lebih bersifat kelompok, memberi mereka kekuatan untuk menekan pihak lain, yaitu Luthfi. Sebaliknya, Luthfi, yang tidak memiliki solidaritas kelompok yang kuat, merasa terpojok dan tidak memiliki ruang untuk menyuarakan ketidaksetujuannya secara adil. Ketidakseimbangan solidaritas ini, berdasarkan kesadaran akan kedudukan sosial masing-masing, berkontribusi pada eskalasi konflik yang berujung pada kekerasan.
Dengan demikian, kejadian ini menggambarkan betapa teknologi telah mengubah struktur kekuasaan dalam masyarakat, yang sebelumnya sangat dipengaruhi oleh status sosial dan kelas. Kini, meskipun Lady memiliki status sosial yang lebih tinggi, viralitas kasus ini di media sosial membukakan peluang bagi Luthfi untuk mendapatkan perhatian publik dan keadilan, yang mungkin sulit diperolehnya jika tidak ada perkembangan teknologi yang mendukung penyebaran informasi secara cepat.
Â
DAFTAR PUSTAKA
Maunah, B. (2015). Stratifikasi sosial dan perjuangan kelas dalam perspektif sosiologi pendidikan. Ta'allum: Jurnal Pendidikan Islam, 3(1), 19-38.
Aji, R. H. S. (2015). Stratifikasi sosial dan kesadaran kelas.
Susanto, E. H. (2017). Media sosial sebagai pendukung jaringan komunikasi politik. Jurnal Aspikom, 3(3), 379-398.
Pattinasarany, I. R. I. (2016). Stratifikasi dan mobilitas Sosial. Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Armansyah, A., Noviarani, D., & Rusyiana, R. (2024). Implementasi Sistem Pendidikan Dalam Mengatasi Ketidaksetaraan: Pengaruh Terhadap Stratifikasi Sosial. Innovative: Journal Of Social Science Research, 4(3), 17235-17243.