Mohon tunggu...
Nazwa Syifa
Nazwa Syifa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Doxing vs UU ITE: Akankah Penegakan UU ITE Menjawab Keresahan Jurnalis Lokal?

13 Desember 2022   21:38 Diperbarui: 13 Desember 2022   22:21 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sehubungan dengan berkembangnya dunia di era digital, tidak dapat dipungkiri bahwa tidak sedikit tatanan sosial dan sistem nilai di tengah-tengah masyarakat ikut mengalami pergeseran tak terkecuali dalam hal penggunaan teknologi informasi dan komunikasi. 

Perkembangan di dalam dunia teknologi informasi yang kita rasakan pada era ini secara tidak langsung telah membawa segelintir perubahan dalam kehidupan sehari-hari. 

Ditandai dengan mudahnya mengakses atau bahkan menghasilkan informasi yang relevan, maka sekat-sekat informasi yang ada di sekitar kita bukan lagi sebuah hambatan. Namun, bukan hanya memberikan dampak positif, kemajuan IPTEK juga membawa dampak negatif. Salah satu bentuknya yaitu doxing.


Apa itu Doxing?

Doxing merupakan sebuah aksi yang dilakukan melalui internet untuk menelusuri dan menyebarluaskan informasi pribadi seseorang kepada publik tanpa persetujuan kedua belah pihak. Informasi yang disebarluaskan dapat memuat nama lengkap seseorang, tempat tinggal, alamat email, nomor telepon, foto pribadi, dan detail pribadi lainnya. 

Doxing biasanya menyebabkan identitas seseorang terungkap.  Selain merugikan korban dalam aspek materi, fenomena doxing ini juga dapat berdampak buruk terhadap aspek non-materi korban seperti rusaknya reputasi pribadi korban, terganggunya kesehatan mental korban, hingga terusiknya kedamaian hidup pribadi korban.

Berkaitan dengan maraknya tindakan doxing, belakangan ini tidak sedikit kasus doxing yang dilakukan terhadap para jurnalis sebagai bentuk ancaman  untuk membatasi kebebasan jurnalis dalam meliput baik isu terkini ataupun isu sensitif yang bersifat kontroversial. 

Berdasarkan hasil laporan KOMPASTV pada bulan Mei 2021, tercatat ada 14 kasus serangan digital kepada jurnalis dan media, 8 diantaranya merupakan kasus doxing.  Ditinjau dari kasus tersebut, para jurnalis seolah disuruh bungkam dalam mengekspresikan pikiran kritisnya.


Faktor Terjadinya Doxing pada Jurnalis
Kerentanan profesi jurnalis mengalami aksi kejahatan doxing ini bukanlah hal yang terjadi tanpa sebab. Sebagaimana dinyatakan oleh Human Rights Committee (HRC) bahwa pada dasarnya profesi jurnalis memanglah profesi yang rawan akan ancaman, intimidasi, dan serangan dari pihak tertentu yang merasa tersinggung akibat ulasan yang ditulis sang jurnalis. 

Oleh karenanya dinyatakan oleh HRC, bahwa serangan seperti itu haruslah diselidiki dan terhadap pelakunya harus dilakukan penuntutan dan bahwa korbannya harus mendapat upaya pemulihan yang layak.  

Perasaan tidak aman dan selalu dibayangi aksi kekerasan yang semakin besar dapat menurunkan hingga menghilangkan pemikiran kritis dan keberanian jurnalis dalam menanggapi kekuasaan pemerintah. Hal ini dilakukan semata-mata untuk menjaga reputasi mereka di depan publik sebagai sosok yang berpengaruh.


Perlindungan Hukum yang Berlaku
Dengan maraknya kasus doxing yang dialami banyak jurnalis, diperlukan adanya kepastian hukum yang dapat memberikan perlindungan kepada para jurnalis dalam melaksanakan tugasnya. 

Dibutuhkan sebuah payung hukum yang jelas, hukum yang bisa melindungi jurnalis dari aksi kejahatan fenomena doxing. Rupanya, bentuk perlindungan hukum bagi para wartawan atau jurnalis lokal dalam menjalankan profesinya telah diamini dalam Pasal 8 Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia  yang mengatur secara tegas bahwa wartawan mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan profesinya.

Selain itu, kejelasan hukum bagi para wartawan atau jurnalis lokal yang terkena aksi kejahatan dunia maya doxing juga telah tertuang di dalam Pasal 45A ayat (2) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik: "Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)."

Dengan adanya landasan yuridis mengenai perlindungan dan kejelasan hukum bagi para wartawan atau jurnalis yang terkena aksi kejahatan doxing, maka para jurnalis seharusnya tidak perlu lagi mengkhawatirkan ancaman-ancaman yang datang dari para penjahat dunia maya demi membungkam para jurnalis dalam menyuarakan pikiran-pikiran kritisnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun