Tragedi tenggelamnya KRI Nanggala-402 seolah menjadi pengingat pentingnya peremajaan alutsista. Dilansir dari nasional.kompas.com, upaya peremajaan alutsista sebenarnya sudah dipetakan melalui Minimum Essential Force (MEF) yang dirancang pemerintah sejak 2007.Â
Namun sejauh ini pemenuhan upaya ini seolah hanya sekedar wacana yang tersendat oleh sejumlah kendala lainnya. Pemerintah tidak bisa memilah mana prioritas yang seharusnya didahulukan sehingga akhirnya mengakibatkan kesalahan fatal yang merugikan banyak pihak.Â
Dan setelah terjadi tragedi naas ini barulah pemerintah gembar gembor berjanji akan memprioritaskan peremajaan alutsista. Artinya pergerakan dimulai karena sebuah tragedi telah terjadi. Seakan menjelaskan bahwa pemerintah kurang perhatian terhadap peralatan perang dikawasan maritim.
Anggaran yang tersedia tidak digunakan sedemikian rupa untuk memprioritaskan kelayakan alutsista. Hal ini menjadi bukti selanjutnya kurangnya perhatian pemerintah terhadap kawasan maritim.Â
Dilansir dari matamatapolitik.com, KRI Nanggala-402 telah digunakan oleh lebih dari selusin angkatan laut selama lima dekade terakhir, termasuk Argentina, Yunani, India dan Turki.Â
Dengan kata lain, saat sampai ke Indonesia kapal selam ini bukanlah kapal selam baru melainkan telah bekas pakai angkatan laut dari berbagai negara. Beberapa alutsista lainnya yang dibeli oleh pemerintah berada dibawah standar dan bekas pakai yang kadangkala tidak sesuai dengan kebutuhan.Â
Tindakan pemerintah yang kurang perhatian ini, bisa menjadi pemicu indikasi adanya korupsi anggaran. Pembelian alutsista bekas tentunya berpotensi besar menimbulkan masalah yang yang tidak hanya akan membebani anggaran perawatan tetapi akan berisiko terjadi kecelakaan yang mengancam keselamatan para prajurit.
Seharusnya anggaran yang disediakan untuk memprioritaskan alutsista digunakan untuk membeli peralatan perang baru yang layak digunakan hingga jangka panjang.
Tragedi tenggelamnya kapal selam KRI Nanggala-420 ini menjadi teguran langsung agar pemerintah lebih memperhatikan alutsista dikawasan maritim. Berbagai bukti terlihat bahwa pemerintah kurang perhatian terhadap peralatan perang di Indonesia.Â
Mulai dari masih dipakainya kapal selam yang telah berusia tua, lambatnya memprioritaskan peremajaan alutsista militer hingga tidak jelasnya penggunaan anggaran yang tersedia untuk kelayakan peralatan perang.Â
Kalau sudah terjadi tragedi, barulah pemerintah sibuk berjanji. Seharusnya sejak awal agenda yang telah disusun dilaksanakan dengan baik sehingga dampaknya tidak akan berakibat fatal.Â