Permasalahan yang dihadapi oleh peternak susu dan industri pengolahan susu (IPS) kembali mencuat ke permukaan. Kali ini, sorotan tertuju pada kesulitan koperasi susu dalam menjual produknya ke IPS.Â
Disinyalir alasan IPS membatasi pasokan susu selama beberapa bulan bekalangan ini dikarenakan adanya perawatan pabrik, konsumen menurun, dan perbaikan standar kualitas. Menanggapi hal tersebut, beberapa koperasi susu telah melayangkan surat kepada pihak terkait yang menerangkan tentang kesulitan tersebut.
Kendati demikian, koperasi masih dapat bertahan karena memiliki kemampuan mengolah susu sendiri , meskipun dengan keterbatasan produktivitas.
Sementara itu, aksi pembuangan susu oleh pengepul yang sempat viral beberapa waktu lalu juga menjadi sorotan. Berbeda dengan Koperasi, pengepul susu tidak memiliki lini pengolahan susu. Jika susu yang mereka kumpulkan tidak terserap oleh IPS, mereka tidak memiliki opsi lain untuk mengolahnya, sehingga mereka terjebak dalam situasi yang sulit. Di sisi lain, IPS juga memiliki opsi untuk mendapatkan susu dari luar negeri melalui jalur impor.
Asosiasi Industri Pengolahan Susu (AIPS) mengungkapkan industri membatasi penyerapan susu dari peternak karena alasan keamanan pangan bagi konsumen.
Direktur Eksekutif AIPS Sonny Effendhi mengatakan pembatasan mau tidak mau dilakukan industri karena kualitas susu peternak dalam negeri tidak sesuai standar perusahaan. Susu peternak dalam negeri mengandung bahan-bahan tertentu yang tidak aman ketika dikonsumsi masyarakat. Ia mengatakan susu dalam negeri cenderung mengandung air, sugar syrup, dan bahan lainnya. Menurutnya, ke depan perlu ada upaya bersama antara industri dan peternak untuk meningkatkan kualitas susu dalam negeri.
Seiring dengan kendala-kendala tersebut, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mendorong IPS bekerja sama dengan koperasi dan peternak melalui program kemitraan, yang meliputi bantuan sarana dan prasarana, modal, layanan kesehatan hewan, serta pelatihan bagi peternak muda.
Beberapa tahun terakhir, Kemenperin telah menyalurkan bantuan seperti 84 unit pendingin susu, truk tangki susu segar, dan fasilitas Milk Collection Point (MCP) di beberapa wilayah. Pada 2023, digitalisasi telah diterapkan pada 65 tempat penampungan susu (TPS) di Jawa Timur, yang memungkinkan pemantauan kualitas susu secara real-time sebagai bagian dari program industri 4.0.
Dilema Kontrak dan Ketergantungan Impor
Kondisi ini menunjukkan adanya ketidakseimbangan dalam hubungan antara koperasi dan IPS. Belum meratanya kontrak yang mengikat antara IPS dan koperasi. Di sisi lain, koperasi terkadang menjual susu mereka ke pihak lain, yang pada gilirannya mengganggu pasokan bahan baku bagi IPS. Sehingga perlu adanya komitmen dari kedua belah pihak untuk saling mematuhi setiap klausul yang tertera pada kontrak.
Solusi: Regulasi dan Penguatan Koperasi