Tepian waduk Cirata di Purwakarta dan Saguling (Bandung Barat), Jawa Barat disesaki keramba jaring apung (KJA) milik masyarakat pembudidaya nila. Mobil-mobil pikup pengangkut ikan mengirim nila hasil panenan KJA setiap hari.
Kehadiran KJA yang makin banyak itu menimbulkan masalah terhadap kualitas air waduk dan kesehatan ikan itu sendiri. Pelancong juga malas datang karena KJA mengganggu pemandangan.
Memasuki 2024 pemerintah setempat giat menertibkan dan menata KJA di kedua lokasi tersebut.
Manfaatkan tambak terbengkalai
Kondisi itu menggambarkan keterbatasan lokasi budidaya air tawar. Di sisi lain peluang memelihara ikan di tambak sangat terbuka. Di pesisir Jawa dan Sumatera ribuan hektar lahan bekas tambak terbengkalai menanti pemanfaatan.
Data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), di Pantura Jawa 78.000 ha tambak menganggur.
Kondisi air tanah yang semakin asin akibat intrusi air laut menjadikan ikan toleran salinitas sebuah kebutuhan.
Nila salin toleran salinitas hingga 35 permil. Jenis itu bisa dibudidaya di air tawar dan tambak.
Kemunculan nila salin bukan baru saja. Sebelum dipopulerkan Jokowi, nila salin banyak diternak di pantura Jawa Tengah seperti Kabupaten Pati dan Pekalongan. Di Jawa Barat ada Kabupaten Karawang dan Indramayu yang ramai membudidaya nila salin.
Mulai dari Pati
Kabupaten Pati pionir budidaya nila salin. Tahun 2018 ikan itu diternak di Kecamatan Tayu. Sedangkan tahun 2022 budidayanya meluas ke Kecamatan Margoyoso dan Dukuhseti.