"Gak mudah mencetak regenerasi," begitu yang dikatakan Agung Seganti, mantan kapten tim nasional Indonesia.
Satu hari jelang laga final, saya dan Agung sempat berbincang mengenai peluang hattrick dan regenerasi timnas. Terutama jika melihat pada apa yang terjadi di tim nasional Thailand.
Ya semua juga tahulah, bagaimana Thailand begitu mendominasi bola voli di Asia Tenggara pada periode 2010 sampai 2017. Sulit rasanya bagi tim manapun di Asia Tenggara untuk mendobrak dominasi Jirayu Raksakaew dkk kala itu.
Namun usai ditinggal pensiun beberapa pemain inti selepas Asian Games 2018, proses regenerasi dan transisi di tim putra Thailand sepertinya tidak berjalan dengan mulus.
Pasca gagal meraih medali pada SEA Games 2021 lalu, Thailand jadi salah satu tim yang diantisipasi akan bangkit di gelaran SEA Games tahun ini. Terlebih mereka kini berada dalam asuhan salah satu pelatih terbaik asal Korea Selatan, Park Kiwon.
Alih-alih meningkat, penampilan Thailand terutama di fase gugur justru nampak jelas mengalami penurunan. Laga semifinal kontra Kamboja, mereka lebih dulu unggul 2-0. Saya sendiri saat itu yakin Thailand akan dengan mudah menutup laga dengan 3 set langsung.
Tapi prediksi tinggal prediksi, Thailand lagi-lagi tunduk ditangan tim tuan rumah setelah melewati pertandingan panjang 5 set. Kesempatan untuk meraih medali pun kembali lenyap usai mereka dikalahkan Vietnam 3-0 (25-18, 25-20, 25-20) di perebutan perunggu.
"Setiap orang ada masanya, setiap masa ada orangnya."
Ya setiap tim pasti punya masanya. Mungkin sekarang giliran timnas kita yang sedang mengalami kembali masa keemasan dan berbanding terbalik dengan Thailand yang kali ini mengalami penurunan performa.
Kebangkitan Thailand bisa saja tinggal menunggu waktu. Pada gelaran SEA Games 2025 mendatang sulit rasanya menyaksikan Thailand kembali kalah dari tuan rumah di semifinal. Lah wong tuan rumahnya mereka.
Ya pada 2025 nanti Bangkok, Chonburi, dan Songkhla, jadi 3 kota di Thailand yang akan jadi arena pertarungan para atlet dari 11 negara Asia Tenggara.