Mohon tunggu...
M Zuhriansah
M Zuhriansah Mohon Tunggu... Guru - Teacher

"Semua orang akan mati kecuali karyanya, maka tulislah sesuatu yang akan membahagiakan dirimu di akhirat kelak". - Ali bin Abi Thalib

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kontribusi Generasi Millenial: "Dakwah dan Moderasi Beragama di Era Digital"

6 Januari 2024   16:18 Diperbarui: 6 Januari 2024   23:14 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dakwah merupakan upaya untuk meningkatkan peradaban baru bagi manusia. Ketika kita melihat media sosial saat ini, banyak berita yang keabsahannya tidak dapat dipertanggungjawabkan. Lebih parahnya lagi, orang-orang yang tidak menyaring informasi tersebut secara langsung menyebarkannya dan menjadi konsumsi oleh banyak orang. Oleh karena itu, penting untuk mencari solusi terhadap permasalahan ini, terutama dalam konteks keagamaan.

Peran pemuda dalam menyampaikan dakwah melalui platform digital sangat efektif dalam meminimalisir penyebaran berita yang tidak jelas keabsahannya. Oleh karena itu, pemuda perlu dilatih dan dibimbing dalam pembuatan konten dakwah digital. Pentingnya peran teknologi ini sebelumnya telah diramalkan oleh Herbert Marshall McLuhan pada tahun 1962, yang menyatakan bahwa ketergantungan pada elektronik akan membentuk suatu tatanan hidup baru yang mengabaikan aspek sosial lainnya, seperti politik, budaya, geografis, dan komunikasi (Ummah, 2020: 55). Oleh karena itu, munculnya internet telah membuat kehidupan keagamaan bergantung pada internet.

Di era ini, segala akses dapat diperoleh atau dijangkau dengan cepat. Oleh karena itu, dalam penggunaan media sosial yang cepat dijangkau, pendakwah saat ini sangat efektif menggunakan media sosial untuk menyampaikan dakwahnya. Saat ini, perlu menggunakan sarana media untuk menyampaikan dakwah, karena selama ini yang digunakan hanya dakwah bil kitabah atau bil qalam (Wibowo, 2019: 342). Oleh karena itu, untuk meminimalisir penyimpangan keagamaan, diperlukan dakwah yang sepenuhnya memahami nilai-nilai ajaran Islam. Oleh karena itu, penting untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang peran penting media dalam menyampaikan dakwah tersebut (Hamdi, 2020:345). Dengan melihat perkembangan yang terus meningkat, penggunaan internet dan media untuk menyebarkan dakwah menjadi sangat efektif dan menguntungkan bagi banyak orang (Wibowo, 2019: 348).

Pentingnya peran media menuntut pembinaan bagi para pemuda agar menjadi bagian dari moderasi beragama di media sosial. Pendakwah harus memanfaatkan media secara strategis dalam menyampaikan pesan dakwah yang lebih terpercaya, karena media, yang biasanya dianggap sebagai alat informasi, perlu diubah menjadi wadah yang mampu membawa perubahan positif pada masyarakat secara luas (Sutrisno, 2020: 60). Saat ini, banyak berita yang sampai kepada masyarakat bersifat provokatif dengan isu-isu yang melibatkan suku, agama, ras, dan antar golongan, sehingga meningkatkan potensi konflik di masyarakat. Hal ini terjadi karena media tidak lagi dapat terkontrol, dan informasi yang tidak jelas sumbernya merajalela. Peran generasi milenial sangat penting dalam menciptakan konten dakwah, terutama karena mereka sangat akrab dengan media dan internet (Kurnia, 2020). Keterlibatan mereka sangat penting, terutama dalam menghadapi tantangan moderasi beragama yang menjadi kunci untuk menciptakan toleransi dan kerukunan di masyarakat. Oleh karena itu, peran media dan partisipasi aktif masyarakat, terutama pemuda, dalam menyediakan informasi sangat krusial dalam menjaga persatuan umat (Sutrisno, 2020: 20). Mengingat banyaknya kasus keagamaan yang terjadi akibat pemahaman media yang kurang tepat, pendakwah di media sosial perlu memahami dinamika ruang publik di era digital (Ni'amah & Putri, 2019: 267). Saat ini, moderasi beragama sangat diperlukan untuk menghadapi ancaman kelompok ekstremisme, radikalisme, dan ujaran kebencian yang dapat menimbulkan perpecahan di kalangan masyarakat. Dalam konteks perkembangan teknologi, dakwah melalui media sosial menjadi suatu kegiatan yang terus dilakukan, dan media sosial menjadi platform utama untuk mewujudkan moderasi beragama (Novia & Wasehudin, 2020: 100).

Islam yang bersifat moderat perlu didorong melalui kampanye di media sosial untuk mempertahankan keseimbangan dan keadilan dalam pelaksanaan dakwah. Islam juga sebaiknya berfungsi sebagai penengah dalam menangani semua permasalahan keagamaan. Potensi dakwah digital sangat besar dalam menciptakan perubahan dan pemahaman keagamaan di kalangan masyarakat. Melalui dakwah digital, Islam dapat menembus batasan ruang dan waktu dengan cepat, dan setiap tahunnya terjadi peningkatan pengguna, menjadikan media sosial sebagai platform yang sangat efektif untuk dakwah. Ulama dan para dai dapat aktif berpartisipasi dalam menyampaikan materi dakwah digital, dan yang terpenting, dakwah digital dapat menjangkau semua lapisan masyarakat (Ummah, 2020: 62). Dalam konteks dakwah digital sebagai bagian dari upaya moderasi beragama, variasi pendekatan dakwah menjadi lebih beragam, didukung oleh kemajuan teknologi yang sangat pesat.

Sebagai sebuah bangsa dengan masyarakat yang beragam, kita sering kali menyaksikan terjadinya gesekan sosial akibat perbedaan pandangan terkait masalah keagamaan. Keadaan ini bisa mengancam suasana rukun dan damai yang kita harapkan bersama. Contohnya, terdapat ketegangan antara umat beragama dengan pandangan keagamaannya yang berbenturan dengan ritual budaya lokal, seperti sedekah laut, festival kebudayaan, atau upacara budaya lainnya (Putra, 2020). Di waktu lain, masyarakat bisa terlibat dalam penolakan pembangunan rumah ibadah di suatu daerah, meskipun syarat dan ketentuannya sudah memenuhi standar. Konflik muncul karena mayoritas penduduk setempat tidak setuju, menyebabkan pertengkaran. Semua ini adalah fakta yang kita hadapi, karena keragaman pemahaman umat beragama di Indonesia sungguh sangat besar. Sama sekali tidak mungkin atau sangat sulit untuk menyatukan pandangan keagamaan umat beragama di Indonesia. Ditambah lagi, klaim beragam terhadap kebenaran tafsir agama dapat menciptakan konflik dan gesekan. Oleh karena itu, pentingnya moderasi dalam beragama tidak bisa diabaikan. Moderasi beragama bertujuan untuk menciptakan kedamaian dan toleransi tanpa memandang perbedaan ras, suku, dan agama. Namun, keberagaman ini dapat menjadi tantangan tersendiri, yakni dapat memunculkan konflik, terutama dalam konteks perbedaan agama (Amirudin et al., 2021). Semua ini terjadi sebagai dampak dari sikap egois dan ketidakmauan untuk belajar serta memahami perbedaan satu sama lain. Dengan kata lain, kurangnya pemahaman terhadap konsep moderasi beragama.

Moderasi beragama, yang dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah "wasath" atau "wasathiyah", memiliki makna yang setara dengan "tawassuth" (tengah-tengah), "i'tidal" (adil), dan "tawazun" (berimbang). Oleh karena itu, moderasi beragama diartikan sebagai pandangan hidup dan perilaku yang tidak berlebihan (RI, 2019, 17). Dari definisinya, dapat dipahami bahwa moderasi beragama menjadi kunci untuk mencapai kehidupan yang rukun dan toleran dalam masyarakat. Sebagai generasi penerus agama dan bangsa, peran pemuda menjadi sangat penting dalam menyebarkan konsep moderasi beragama, contohnya melalui penyebaran pemahaman tersebut dalam konten-konten dakwah secara digital.

KESIMPULAN

Keakraban generasi muda dengan media sosial memberikan peluang besar bagi para pendakwah, terutama dari kalangan pemuda, untuk menyebarkan konten dakwah secara digital. Hal ini memberikan dukungan signifikan dalam penekanan mengenai pentingnya moderasi beragama guna mencegah konflik yang mungkin timbul dalam masyarakat yang beragam.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan beberapa hal. Pertama, dakwah di era milenial harus disesuaikan dengan materi, metode, dan media yang sesuai dengan kondisi masyarakat milenial sebagai objek dakwah. Situasi dan kondisi yang terjadi di era milenial mungkin berbeda dengan era sebelumnya, terutama di era klasik.

Kedua, pendekatan dakwah tidak lagi cukup dengan metode konvensional. Dakwah perlu disampaikan secara optimal melalui media sosial karena generasi milenial lebih cenderung menggunakan aplikasi interaktif, seperti WhatsApp, Instagram, dan Twitter. Oleh karena itu, para da'i disarankan untuk memanfaatkan media sosial sebaik mungkin untuk mencapai audiens yang lebih luas, sehingga pesan dakwah dapat tersampaikan secara lebih efektif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun