Dengan demikian, masih menganggap Indonesia sebagai ancaman dan bahkan melakukan aksi yang "memprovokasi", seperti menyadap Presiden SBY, bukanlah langkah yang bijak mengingat adanya ancaman dengan Tiongkok yang lebih "mungkin dan nyata". (Permata Hanggu et al., 2018, hlm. 42-45)
Kedua, efektivitasnya. Sama seperti bentuk aliansi-aliansi lainnya, FPDA melindungi negara anggotanya, serta memberikan detterent effect terhadap negara yang memiliki potensi untuk mengancam keamanan anggotanya. Akan tetapi, katakanlah suatu skenario yang mana FPDA terpaksa mengeksekusi prinsip atau tujuan utamanya karena agresi yang dilakukan oleh Tiongkok terhadap Singapura dan Malaysia, seberapa besarkah  kapabilitas FPDA untuk dapat melawan ?
Jika ditinjau dari kapabilitas militernya, seluruh kekuatan gabungan FPDA tidak sejajar dengan kekuatan Tiongkok. Terlebih, Inggris yang terletak jauh di Eropa Barat tentunya tidak dapat dengan cepat merespons terhadap agresi yang dilakukan Tiongkok karena tidak seperti AS yang memiliki armada tempur di mana-mana pada military bases-nya. Ketiadaan military-bases dari Inggris di wilayah Singapura dan Malaysia dan sekitarnya tentu menghambat bantuan dari negara-negara anggota FPDA.
Lebih lanjut, untuk sekadar menjalankan aktivitas sehari-harinya, terlebih menggerakkan armada tempurnya, suatu negara membutuhkan energi. Dalam hal ini, pihak Barat atau blok Barat sedang memiliki sedikit "krisis" dengan ketersediaan energi di dalam negeri mereka. Britania Raya, selaku negara Induk dari FPDA tercatat sedang memiliki krisis besar terhadap ketersediaan energi dalam negeri akibat dari konflik Rusia-Ukraina. Dapat dilihat, bahwa negara-negara Eropa memiliki keterbatasan terhadap sumber energi ini. Dengan demikian, akan sangat sulit bagi Inggris untuk dapat menghidupkan mesin perangnya, seperti armada tempur dan kapal induk ketika kebutuhan energi dalam negeri saja sedang mengalami kekurangan. (Ashkenaz, 2022)
Ketiga, potensinya. Anggota FPDA adalah negara-negara persemakmuran Inggris. Maka, dalam hal ini negara-negara persemakmuran Inggris lainnya memiliki potensi untuk dapat bergabung dengan FPDA. Negara yang memiliki potensi tinggi untuk ikut bergabung adalah India. India merupakan calon potensial superpower dunia. (British High Commission New Delhi, 2022). India memiliki militer dan ekonomi yang kuat, serta memiliki senjata nuklir. Â Â
Tidak hanya itu, letaknya di Asia Selatan, terlebih berbatasan dengan Tiongkok juga membuatnya dapat bergerak cepat untuk retaliasi bila agresi dari Tiongkok terjadi. Selain itu, hubungan Tiongkok dan India yang seringkali mengalami tensi dalam beberapa tahun terakhir tentunya merupakan nilai tambah untuk dapat "mendorong" India bergabung dengan aliansi. (Srivastava & Tiberghien, 2022)
Dengan demikian, relevansi FPDA saat ini utamanya ditujukan untuk menghadapi ancaman dari Tiongkok. Namun, untuk mencapai hal tersebut, FPDA harus melakukan banyak pembaharuan terhadap organisasinya, dengan pengembangan senjata, arus suplai atau stok energi yang jelas pada dan antar negara anggota, pendirian joint-military bases di wilayah Singapura dan Malaysia, serta potensi untuk dapat menjadi "SPDA" (Six Powers Defence Agreement) dengan mengajak India untuk dapat turut bergabung. Barulah FPDA dapat dikatagorikan sebagai detterent force yang memadai untuk melawan Tiongkok.
Akan tetapi, jika FPDA lebih memilih untuk stagnan dan stay as it is, maka benar FPDA hanyalah suatu relik Perang Dingin yang tidak memiliki signifikansi dan telah usang.Â
DAFTAR PUSTAKA :