Mohon tunggu...
Muhammad Yunan
Muhammad Yunan Mohon Tunggu... Guru - Krapyak

Mas Santri

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hujan, waktu mustajab untuk semua doa yang baik. Coba saja..

13 Maret 2022   15:05 Diperbarui: 29 Maret 2022   19:01 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hujan adalah bukti nyata dari wujud (eksistensi) sang Pencipta. 

Ketika hujan turun, saat itu merupakan momen yang tepat bagi seorang hamba untuk merasakan keberadaan dan keagungan sang Pencipta, saat yang tepat pula untuk meminta belas kasih-Nya. Sambil berselimut, dengarkan gemercik air, cium bau tanah yg tersiram, lalu berdoalah, "Allah, Yaa Rabb.. aku merasakan keberadaanMu lewat hujan ini, begitu besar rahmat yang Engkau berikan, limpahkan segala kebaikan yang tepat untukku." 

Rasulullah Muhammad ﷺ sendiri pernah berpesan kepada umatnya untuk memanfaatkan hujan sebagai momentum untuk berdoa, karena rentang waktu turunnya hujan termasuk waktu yang mustajab. Beliau bersabda:

اطْلُبُوا اسْتِجابَةَ الدّعاءِ عِنْدَ التِقاءِ الجُيُوشِ وَإقَامَةِ الصَّلاةِ وَنُزُولِ الغَيْثِ

Artinya :

“Kejarlah mustajab-nya sebuah doa, yakni ketika berkecamuknya perang, iqamahnya shalat, dan turunnya hujan.”

Berkaitan dengan doa yang terhubung dengan hujan, ada beberapa jenis doa yang perlu kita pahami dan kerjakan :  

1. Saat hujan akan turun, tepatnya ketika awan mulai mengumpul dan menebal, dan petir mulai bersahut-sahutan, saat itulah kita diajarkan untuk memahami bahwa sang petir sedang bertasbih dan kita dianjurkan untuk berdoa : 

سُبْحانَ الَّذي يُسَبِّحُ الرَّعْدُ بِحَمْدِهِ وَالمَلائِكَةُ مِنْ خِيفَتِهِ

Artinya :

“Maha Suci Allah, dimana (saat ini) petir sedang bertasbih dengan memuji-Nya, dan malaikat pun sedang bertasbih karena takut kepada-Nya”.

Sebuah atsar yang bersumber dari Sayyidina Abbas menceritakan bahwa ketika para sahabat sedang melakukan perjalanan bersama Sayyidina Umar bin Khattab, tiba-tiba guruh, petir, dan hawa dingin datang. Sahabat Ka’ab lalu menyarankan kepada para Sahabat untuk membaca doa tersebut sebanyak tiga kali, supaya diberi keselamatan. Para sahabatpun melakukannya dan bi ‘aunillah mereka diberi keselamatan.

2. Ketika hujan turun, terdapat beberapa riwayat doa. Adapun doa yang paling simpel adalah doa yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Sayyidatina ‘Aisyah :

 للَّهُمَّ صَيِّبًا نَافِعًا 

Artinya :

“Ya Allah, curahkanlah air hujan yang bermanfaat”

Imam Ibnu Majah meriwayatkan bahwa doa tersebut bisa dibaca sebanyak dua sampai tiga kali. 

3. Ketika hujan turun dengan lebat dan kuatir dapat menimbulkan bahaya, seperti banjir, longsor; atau dapat mengganggu acara penting seperti pernikahan, haul; atau dapat mengganggu aktivitas ekonomi, kita diajarkan untuk berdoa sebagaimana riwayat Imam Bukhari-Muslim:

اللَّهُمَّ حَوَالَيْنَا وَلاَ عَلَيْنَا، اللَّهُمَّ عَلَى الآكَامِ وَالظِّرَابِ، وَبُطُونِ الأَوْدِيَةِ، وَمَنَابِتِ الشَّجَر

Artinya :

“Ya Allah, turunkan hujan ini di sekitar kami, jangan tepat di atas kami. Ya Allah curahkanlah hujan ini di atas bukit-bukit, di hutan-hutan lebat, di gunung-gunung kecil, di lembah-lembah, dan tempat-tempat tumbuhnya pepohonan. 

Doa yg diajarkan Nabi ini mengandung beberapa hikmah, yakni Rasulullah Muhammad tidak meminta hujan dihentikan secara mutlak, hanya dialihkan ke tempat yang lain. Selain itu, disunnahkan untuk berdoa agar hujan dialihkan dari tempat-tempat yang dikhawatirkan menimbulkan bahaya.

4. Ketika hujan sudah reda, dianjurkan bagi kita untuk berdoa sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari :

مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللـهِ ورَحْمَتِهِ

Artinya :

“Telah diturunkan kepada kami hujan berkat anugerah Allah dan rahmat-Nya”

Sebagai sebuah catatan, kita sebagai umat Nabiyullah Muhammad ﷺ diperbolehkan untuk berhujan-hujan, tepatnya saat hujan baru saja turun. Rasulullah Muhammad ﷺ pada suatu ketika pernah membuka baju beliau (selain yang menutupi aurat), agar tubuhnya terkena air hujan yang penuh rahmat.  Wallaahu Yuhibbul Muhsiniin

REFERENSI :

An-Nawawi, al-Adzkar, terj. M. Tarsi Hawi, Bandung: Pustaka Ma’arif, 1984.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun