Mohon tunggu...
Yohanes Patrio
Yohanes Patrio Mohon Tunggu... Lainnya - Karyawan Biasa

Pria Juga Boleh Bercerita. Pegiat Filsafat, Sastra dan Budaya.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Perihal Pria Tidak Bercerita

1 Januari 2025   23:05 Diperbarui: 2 Januari 2025   13:23 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi menjadi pria dewasa. (Sumber: freepik.com via kompas.com)

Pada penghujung tahun 2024 yang lalu, sebuah trend cukup viral di media sosial. Baik itu di Tik - tok, Facebook, Instagram maupun di Youtube. 

Ada konten berupa video-video pendek, foto maupun tulisan singkat dengan konsep seperti ini, Pria tidak bercerita, tiba - tiba setelahnya melakukan peristiwa aneh dan diluar dugaan para penonton. 

Ada yang positif ada juga yang  benar - benar aneh dan konyol, dan bahkan ada juga yang menurut saya pribadi tiba - tiba melakukan tindakan negatif.

Meskipun itu mungkin hanya sebatas konten, tapi cukup membuat saya tergelitik sekaligus bertanya - tanya. Apakah ini sesuatu yang baik? 

Bukankah jika ini terus diproduksi dan dikonsumsi akan menimbulkan stigma  buruk terhadap eksistensi para pria yang kerap mengekspresikan dirinya lewat cerita? 

Bukankah bercerita itu adalah salah satu upaya dalam  menyembuhkan dan meningkatkan kesehatan mental sesorang, termasuk pria?

Memang perlu juga untuk diakui, bahwa pria sering diasosiasikan dengan maskulinitas dan tidak cengeng. Namun, jika konteksnya dalam hal bercerita, pandangan ini tentu tidak berdasar. 

Karena bagaimanapun, jika cerita itu terkait persoalan dan masalah pribadi yang sedang membelenggu kita, maka dengannya, stress akan berkurang dan bahkan hilang. 

Dan di sini, pria juga bisa melakukannya. Karena pria juga manusia yang notabene rentan terkena masalah dan berujung stress.

Saya pribadi kerap bercerita. Entah itu kepada teman-teman dekat, keluarga maupun pada berbagai platform media sosial. Reaksi yang saya dapatkan pun berbagai macam. 

Ada yang benar-benar antusias mendengarkan dan membacanya, ada pula yang mengabaikan dan bahkan menimpali secara negatif. 

Tetapi saya bodo amat, karena tujuan saya bukan untuk mendapatkan reaksi yang sesuai dengan yang saya harapkan - meskipun itu bagus, tapi saya rasa, saya perlu untuk menumpahkan semua yang sudah penuh, baik itu isi kepala maupun isi hati. 

Semua orang memang memiliki masalah pribadi yang membebani hidup mereka masing - masing. Tapi itu bukan alasan kita untuk " ah sudahlah semua orang juga punya masalah, untuk apa saya ceritakan  masalah saya". 

Ingatlah bahwa bercerita itu banyak manfaatnya. Selain menghilangkan stress dan meringankan beban pikiran, bercerita juga dapat meningkatkan empati dan pemahaman dari dan terhadap sesama. 

Justru karena setiap orang itu memiliki masalah, maka dengan kita bercerita, setidaknya ini dapat mengembalikan semangat orang lain yang mendengarkan cerita kita. 

Apalagi pada saat yang sama mereka sedang dalam masalah pribadi. Ini dapat mengembalikan semangat mereka bahwa, " oh iya, ternyata bukan saya satu-satunya yang sedang dililit masalah ".

Dan kalaupun orang atau audiens yang baca atau mendengarkan cerita kita, sedang baik - baik saja, ini akan menyadarkannya untuk selalu bersyukur bahwa, " oh, iya. Ternyata ada yang sedang lebih buruk dari saya dalam menjalini hidup". 

Sehingga tidak masalah jika ada yang menimpali atau menanggapi cerita kita  dengan negatif. Kita bercerita sedih, bukan untuk mendramatisir keadaan dan nasib. Juga bukan berniat pamer, apabila kita bercerita tentang suatau pencapaian atau pemahaman tertentu kepada orang  lain. 

Saya jadi teringat dengan kata - kata paling terkenal dari Steve Jobs, "the most powerfull man in this world is storyteller". Orang lain tidak akan mengetahui isi kepala kita kalau kita tidak bercerita. 

Apakah kita memiliki konsep hebat luar biasa dalam otak kita, itu tidak akan berarti apa  -apa dan membawa kita menjadi orang hebat kalau kita tidak menceritakannya.

Begitu pula dalam hal isi hati dan perasaan. Apakah kita sedang merasa sedih atau senang, tidak cukup hanya memperlihatkannya dengan mimik wajah. Orang lain akan menafsirkannya dengan berbeda. 

Lain halnya kalau kita mau bercerita. Perasaan jadi lega, kemungkinan mendapatkan saran positif, dapat membangun hubungan yang lebih dalam dengan orang lain serta dapat meningkatkan kepercayaan diri. 

Maka dari itu, dalam 365 hari yang akan kita jalain kedepan, yuk tinggalkan trend pria tidak bercerita di tahun lalu itu. Kalau tidak ada yang mau mendengarkanmu bercerita, maka tulis saja ceritamu itu. 

Akan ada yang menghujat dan menganggapnya lebay, tapi biarkan itu menjadi tugas mereka. Tugasmu adalah menyelesaikan persoalan hidup dan masalah yang sedang kamu hadapi, salah satunya bisa dengan bercerita.

Jangan percaya dengan anggapan bahwa maskulinitas seorang pria terkandung dalam bagaimana ia memendam segala perasaannya. 

Selain karena tidak memiliki dasar yang kuat, ini juga akan memporakporandakan isi dompet kita. Pria tidak bercerita, ealah,, tau - tau semua merk rokok dibabat habis. Duhh..Saya rasa itu bukan sesuatu yang bijak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun