Mohon tunggu...
Yohanes Patrio
Yohanes Patrio Mohon Tunggu... Buruh - Pekerja Harian Lepas

* Seorang Kuli yang Mencoba Beropini. * Pegiat Filsafat, Sastra dan Budaya. * Blog : www.yokonikopinion.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mencoba Menemukan Makna dalam Puisi Hujan Bulan Juni

29 Juni 2024   22:04 Diperbarui: 6 Agustus 2024   08:32 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Periode bulan mei sampai agustus juga bukan hanya dikenang sebagai masa panen. Dulu waktu saya kecil, biasanya ada pertandingan sepak bola yang sangat ramai. Kalau tidak salah ingat, itu berlangasung anatara bulan mei atau juni. Dan pada saat kompetisi lokal itu diadakan, sekali lagi ritual toka usang dilakukan. Ini bertujuan agar perjalanan kompetisi dan jadwal pertandingan tidak terganggu dengan turunya hujan.  Jikapun niat hujan untuk turun lebih kuat daripada mantra penangkal hujan dari sang dukun, itu hanya berakhir mendung atau grimis. Tidak sampai pada hujan lebat yang mengguyur dan "mengganggu". 

Refleksi sekaligus penutup

Hujan merupakan sebuah fenomena alam yang berperan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem dan kehidupan manusia. Ia memberikan air bagi tanaman, menghidupkan sungai, dan menjaga keseimbangan iklim di muka bumi ini. Namun, terkadang  kehadiran hujan tidak selalu dibutuhkan atau diinginkan. Bahkan dalam situasi tertentu, ia bisa dianggap sebagai pengganggu.

Jadi, metafora hujan dalam puisi bulan juni ini bagi saya adalah tentang kita, yang barang kali adalah orang yang kehadirannya mungkin tidak memberikan manfaat langsung pada situasi tertentu. Sehingga pada saat itu, kita kadang diabaikan, tidak dihiraukan atau mendapat sikap acuh tak acuh dari orang lain, baik dalam relasi dengan teman, masyarakat sekitar atau dalam keluarga. Atau juga dalam konteks pekerjaan atau profesi kita, yang sebenarnya sangat bermanfaat untuk jangka panjang, tapi saat ini tidak dihiraukan.

Namun, sama seperti hujan, hanya karena ia turun pada bulan juni, yang mengganggu aktifitas dari sebagian orang, bukan berarti ini tidak berguna dan bermanfaat. Bagi sebagaian orang, hujan bulan juni mungkin akan mengganggu, tapi bagi yang lain di sudut sana, ia malah sangat dirindukan. Kalau bukan sekarang, pasti nanti akan dirasakan. Hanya karena keputusan atau perbuatan kita saat ini tidak menguntungkan atau menyenangkan yang lain, bukan berarti kita sudah salah besar. Suatu saat, itu akan dikenang dan akan dirindukan.

Masih segar dalam ingatan saya, ketika waktu itu saya memutuskan untuk berhenti kuliah. Saya merasakan perubahan sikap dan perilaku dari masyarakat sekitar dan orang - orang terdekat, terutama keluarga. Saya dianggap mental kerupuk, tidak mau berjuang dan diprediksi akan jadi orang yang madesu alias masa depan suram. Namun, saya memiliki pertimbangan yang lain, yakni pada saat itu ( masa pandemi ) semuanya serba sulit. Jika saya memaksakan diri untuk tetap berkuliah, maka saya tidak bisa membayangkan kesulitan finansial yang akan dialami keluarga.

Perbuatan kita, perilaku kita, keputusan kita atau kehadiran kita adalah bagian dari cara kita bereksis. Atau kalau bahasanya para pegiat filsafat adalah cara kita mengada. Termasuk pilihan kita dalam hal menentukan pekerjaan yang kita sukai, memilih pasangan atau memilih teman. Dan terkadang orang atau pihak lain tidak menyambut dengan baik akan hal itu.

Jika kita masuk dalam kategori yang saya sebutkan pada setiap kalimat cerita ini, dalam hal apapun dan mengalami penolakan, dianggap sebagai pengganggu lalu kemudian diabaikan dengan sikap acuh tak acuh, namun kita tetap memilih untuk tetap hidup, tetap menjalankan pilihan dan keputusan yang sudah dibuat,maka kita mungkin adalah orang yang lebih tabah dari hujan bulan juni. Dan ketika kita akhirnya mampu untuk tetap hadir meski kita tahu kita akan ditolak, maka ini akan membuat kita jadi lebih arif dari hujan bulan juni.


Bagaimanapun, kita tetap akan dirindukan dan dikenang jika memang apa yang kita lakukan dengan pilihan dan keputusan serta status yang melekat dalam diri kita sebenarnya berguna, meski hanya serupa tetesan grimis yang hanya mampu diserap akar dari tanaman berbunga. Sekarang mungkin sekecil itu pengaruhnya, tapi besok atau di masa yang akan datang, manfaat besarnya akan dirasakan.

Sampai disini, jika boleh saya ringkas, bahwah dari puisi hujan bulan juni  kita diajarkan untuk menghargai setiap kehadiran, meskipun pada saat itu tidak dibutuhkan atau diinginkan. Seperti hujan yang pada satu sisi dianggap tidak diinginkan pada saat tertentu, namun disisi  lain, kehadirannya sangat penting untuk kehidupan dan pertumbuhan. 

Demikian pula dengan manusia atau orang lain, keberadaan mereka dalam kehidupan kita mungkin tidak selalu memberikan manfaat langsung, tetapi dibalik itu pasti ada nilai yang sangat bernilai. Kita hanya perlu mencari tahu dan menemukan sisi lain itu. Tentu dengan ketabahan dan kesabaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun