Mohon tunggu...
Yohanes Patrio
Yohanes Patrio Mohon Tunggu... Buruh - Pekerja Harian Lepas

* Seorang Kuli yang Mencoba Beropini. * Pegiat Filsafat, Sastra dan Budaya. * Blog : www.yokonikopinion.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mencoba Menemukan Makna dalam Puisi Hujan Bulan Juni

29 Juni 2024   22:04 Diperbarui: 6 Agustus 2024   08:32 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Puisi adalah salah satu jenis karya sastra yang sangat kompleks, terutama bagi para penikamat atau pembaca yang ingin mencari tahu tentang cerita apa dibaliknya. Sebab sebuah puisi atau karya sastra yang bagus, tidak hanya tampak dari frasa dan bait - bait yang indah, tapi juga sudah pasti mengandung makna dan pesan yang mendalam. Dan sebagai pembaca, terkadang kita sering kesulitan pada saat ingin menyelami pesan dan makna dari sebuah puisi. Apakah itu tentang cinta, perasaan, kehidupan sosial, alam semesta dan lain sebagainya. Satu - satunya cara untuk menemukan makna sesungguhnya dari sebuah karya sastra adalah kita harus memperoleh wawasan langsung dari sang penulis atau pengarang. Dan bagi saya, ini cukup sulit dilakukan.

Namun, sebagai pembaca atau penikamt sastra, kita sebenarnya bebas memiliki pemahaman dan interpretasi tersendiri terhadap suatu karya. Jadi, tidak harus sama atau bahkan takut tidak selaras dengan pemahaman dan pemaknaan orang lain atau bahkan dari sang penulis itu sendiri. Setidaknya ini didukung oleh sebuah pendapat menarik yang mengatakan seperti ini; " ... Suatu karya sastra adalah milik sang pembaca. Penulis berhak menulis apapun, namun, bagaimana karya itu dinilai atau dimaknai, itu sudah bukan urusan bagi penulis". 


Salah satu puisi atau karya sastra yang sangat terkenal yang pernah terbit di Indonesia adalah 'Hujan Bulan Juni ' karya  sastrawan ternama, Sapardi Djoko Damono. puisi ini diterbitkan  pertama kali sebagai buku kumpulan puisi di tahun 1994 oleh Grasindo yang berisi sejumlah 102 puisi yang ditulis semasa rentang waktu 1964-1994. 

Sedikit yang saya ketahui tentang beliau yakni selain sebagai sastrawan, ia juga adalah seorang dosen. Masa kecilnya berada dalam situasi perang. Pun hingga beliau tumbuh dewasa, kondisi lingkungan dan masyarakat di sekitarnya relatif tidak aman, kebebasan berekspresi dibatasi apalagi untuk para pemikir, cendikiawan, atau mereka yang lantang mengkritik pemerintahan orde baru melalui karya, termasuk sastra. Untuk ini, teman - teman kompasianer bisa cari tahu sendiri tentang biografi dan riwayat hidup beliau, karena ini terkait dengan konteks yang bisa membantu kita dalam proses pemahaman suatu teks atau puisi. Namun, mengingat saya tidak memiliki kapasitas dalam bidang tersebut, maka saya tidak perlu membicarakannya lebih jauh. Lagi pula tulisan ini hanya berisi pemaknaan pribadi saja. Jadi, yang saya angkat adalah konteks atau hal - hal yang terkait dengan saya secara pribadi.

Tentu banyak artikel diluar sana yang sudah menceritakan tentang makna dibalik puisi ini, yang mayoritas berpendapat bahwa puisi ini menggambarkan tentang cinta, suasana romantis ataupun tentang kerinduan. Saya pribadi, sangat setuju dan terbuka terhadap berbagai interpretasi dan pemaknaan seperti ini, apalagi jika itu datang dari orang yang memang berkapasitas dalam bidang tersebut.

Meski demikian, saya juga tentu memiliki pemaknaan tersendiri terhadap puisi ini. Dan inilah yang coba saya bagikan pada sesi cerita kali ini. Saya akan mencoba mengungkapkan lapisan makna dari puisi hujan bulan juni dari sudut pandang pribadi. Dan tentu saja, ini sangat bergantung pada latar belakang, konteks sosial dan budaya, serta pengalaman dan refleksi saya secara  pribadi.

Saya tidak berharap, tulisan ini dijadikan panduan atau referensi, sebab sekali lagi, ini hanyalah tafsiran pribadi yang sangat subjektif dan sangat bergantung pada latar belakang serta pengalaman pribadi. Daripada pengantarnya panjang lebar, maka mari kita mulai saja.  

Konteks sosial dan budaya yang terkait serta pengalaman pribadi.

Sesekali, jika memiliki waktu luang, berkunjunglah ke kampung halaman saya. Kelurahan Mandosawu, Kecamatan Lamba Leda Selatan, Kabupaten Manggarai Timur, NTT. Pergilah pada musim panen, yaitu pada periode antara bulan mei, juni, juli dan agustus. Jika beruntung, Anda akan menjumpai wajah - wajah bahagia dengan senyum sumringah. Mereka adalah ibu - ibu dan bapak - bapak yang akan berangkat ke kebun. Ada yang pergi panen padi dan jagung, petik kopi dan juga cengkeh.

Jika lebih beruntung lagi, Anda juga akan menjumpai anak - anak SD yang sedang dalam jam istirahat sekolah. Mereka berbondong - bondong pergi ke warung ( dulu semasa saya SD adalah warung atau kiosnya om Nabas ) dengan memperlihatkan wajah ceriah dan penuh semangat. Tidak peduli jalanan di desa itu yang beberapa bagian lubang dan berdebu. Mereka tetap bahagia, sebab pagi tadi, mereka dibekali uang jajan yang lebih dari orang tuanya. Sebab mungkin, hasil panen mereka melimpah. Dan yang paling penting, hari itu tidak turun hujan sehingga proses panen berjalan lancar.

Namun jika tidak beruntung, Anda akan menjumpai hal sebaliknya, atau malah tidak menjumpai siapa - siapa selain gumpalan asap beraroma tembako yang keluar dari dapur beberapa dukun ternama di desa itu. Ia mungkin sedang melangsungkan ritual  toka usang, sebuah ritual yang dilakukan untuk mencegah turunnya hujan.

Periode bulan mei sampai agustus juga bukan hanya dikenang sebagai masa panen. Dulu waktu saya kecil, biasanya ada pertandingan sepak bola yang sangat ramai. Kalau tidak salah ingat, itu berlangasung anatara bulan mei atau juni. Dan pada saat kompetisi lokal itu diadakan, sekali lagi ritual toka usang dilakukan. Ini bertujuan agar perjalanan kompetisi dan jadwal pertandingan tidak terganggu dengan turunya hujan.  Jikapun niat hujan untuk turun lebih kuat daripada mantra penangkal hujan dari sang dukun, itu hanya berakhir mendung atau grimis. Tidak sampai pada hujan lebat yang mengguyur dan "mengganggu". 

Refleksi sekaligus penutup

Hujan merupakan sebuah fenomena alam yang berperan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem dan kehidupan manusia. Ia memberikan air bagi tanaman, menghidupkan sungai, dan menjaga keseimbangan iklim di muka bumi ini. Namun, terkadang  kehadiran hujan tidak selalu dibutuhkan atau diinginkan. Bahkan dalam situasi tertentu, ia bisa dianggap sebagai pengganggu.

Jadi, metafora hujan dalam puisi bulan juni ini bagi saya adalah tentang kita, yang barang kali adalah orang yang kehadirannya mungkin tidak memberikan manfaat langsung pada situasi tertentu. Sehingga pada saat itu, kita kadang diabaikan, tidak dihiraukan atau mendapat sikap acuh tak acuh dari orang lain, baik dalam relasi dengan teman, masyarakat sekitar atau dalam keluarga. Atau juga dalam konteks pekerjaan atau profesi kita, yang sebenarnya sangat bermanfaat untuk jangka panjang, tapi saat ini tidak dihiraukan.

Namun, sama seperti hujan, hanya karena ia turun pada bulan juni, yang mengganggu aktifitas dari sebagian orang, bukan berarti ini tidak berguna dan bermanfaat. Bagi sebagaian orang, hujan bulan juni mungkin akan mengganggu, tapi bagi yang lain di sudut sana, ia malah sangat dirindukan. Kalau bukan sekarang, pasti nanti akan dirasakan. Hanya karena keputusan atau perbuatan kita saat ini tidak menguntungkan atau menyenangkan yang lain, bukan berarti kita sudah salah besar. Suatu saat, itu akan dikenang dan akan dirindukan.

Masih segar dalam ingatan saya, ketika waktu itu saya memutuskan untuk berhenti kuliah. Saya merasakan perubahan sikap dan perilaku dari masyarakat sekitar dan orang - orang terdekat, terutama keluarga. Saya dianggap mental kerupuk, tidak mau berjuang dan diprediksi akan jadi orang yang madesu alias masa depan suram. Namun, saya memiliki pertimbangan yang lain, yakni pada saat itu ( masa pandemi ) semuanya serba sulit. Jika saya memaksakan diri untuk tetap berkuliah, maka saya tidak bisa membayangkan kesulitan finansial yang akan dialami keluarga.

Perbuatan kita, perilaku kita, keputusan kita atau kehadiran kita adalah bagian dari cara kita bereksis. Atau kalau bahasanya para pegiat filsafat adalah cara kita mengada. Termasuk pilihan kita dalam hal menentukan pekerjaan yang kita sukai, memilih pasangan atau memilih teman. Dan terkadang orang atau pihak lain tidak menyambut dengan baik akan hal itu.

Jika kita masuk dalam kategori yang saya sebutkan pada setiap kalimat cerita ini, dalam hal apapun dan mengalami penolakan, dianggap sebagai pengganggu lalu kemudian diabaikan dengan sikap acuh tak acuh, namun kita tetap memilih untuk tetap hidup, tetap menjalankan pilihan dan keputusan yang sudah dibuat,maka kita mungkin adalah orang yang lebih tabah dari hujan bulan juni. Dan ketika kita akhirnya mampu untuk tetap hadir meski kita tahu kita akan ditolak, maka ini akan membuat kita jadi lebih arif dari hujan bulan juni.


Bagaimanapun, kita tetap akan dirindukan dan dikenang jika memang apa yang kita lakukan dengan pilihan dan keputusan serta status yang melekat dalam diri kita sebenarnya berguna, meski hanya serupa tetesan grimis yang hanya mampu diserap akar dari tanaman berbunga. Sekarang mungkin sekecil itu pengaruhnya, tapi besok atau di masa yang akan datang, manfaat besarnya akan dirasakan.

Sampai disini, jika boleh saya ringkas, bahwah dari puisi hujan bulan juni  kita diajarkan untuk menghargai setiap kehadiran, meskipun pada saat itu tidak dibutuhkan atau diinginkan. Seperti hujan yang pada satu sisi dianggap tidak diinginkan pada saat tertentu, namun disisi  lain, kehadirannya sangat penting untuk kehidupan dan pertumbuhan. 

Demikian pula dengan manusia atau orang lain, keberadaan mereka dalam kehidupan kita mungkin tidak selalu memberikan manfaat langsung, tetapi dibalik itu pasti ada nilai yang sangat bernilai. Kita hanya perlu mencari tahu dan menemukan sisi lain itu. Tentu dengan ketabahan dan kesabaran.

Seperti setiap tetes hujan yang membawa kehidupan, setiap orang juga membawa kontribusi unik mereka dalam membangun masyarakat dan dunia yang lebih baik. Dan tugas kita sebenarnya adalah menerima dan menghargai kehadiran setiap individu, meskipun pada saat yang sama, itu tidak terlihat penting dan bermanfat.

Catatan :

Disini, saya melibatkan beberapa sumber. Jadi apabila terdapat informasi yang keliru dalam tulisan ini yang dianggap penting namun treganggu dengan kesalahan - kesalahan kecil, silahkan koreksi lewat kolom komentar. Terima kasih sudah membaca...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun