Mohon tunggu...
Myra Saviera
Myra Saviera Mohon Tunggu... Penulis - Myra Saviera

An undergraduate student of Business Administration in Universitas Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Money

Stevia, Solusi Pemanis Alami Substitusi Gula, Peluang Ekspor Nusantara

12 Desember 2018   23:08 Diperbarui: 20 Desember 2018   06:42 1162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foodnavigator.com / Myra Saviera

Gaya hidup dan kebiasaan masyarakat di seluruh dunia dewasa ini berkembang menyesuaikan dengan kebutuhan serta perkembangan yang ada. Kemudahan dalam mengakses berbagai fasilitas serta kebutuhan harian baik primer maupun sekunder lewat gawai hingga tersedianya toko fisik di sekitar konsumen yang menawarkan berbagai kebutuhan menjadi lebih cepat dan mudah. 

NCD (Non-Communicable Diseases) atau penyakit tidak menular seperti penyakit jantung, kanker dan diabetes disebabkan oleh perilaku seperti diet buruk, merokok, bergerak terlalu sedikit, alkohol dan obat - obatan. 

Menurut telegraph.co.uk (2018) sebesar 53% penyakit, kecacatan hingga kematian akibat penyakit tidak menular di negara berkembang merenggut 31 jiwa setiap tahunnya. Penyakit tidak menular ini membunuh lebih dari 80% dari lima belas juta kematian orang berumur 30-69 tahun pada negara - negara berpenghasilan rendah dan menengah. (telegraph.co.uk, 2018). 

Perlahan namun pasti, penggunaan gula sebagai salah satu kebutuhan dasar memasak dan keseharian membawa implikasi negatif apabila tidak dibarengi dengan gaya hidup sehat, dan takaran penggunaan yang sehat. Selain menjadi sumber tenaga, gula dipakai sebagai salah satu pemanis yang umum dikonsumsi masyarakat. Konsumsi gula secara berlebihan dapat berisiko menyebabkan seseorang mengalami kelebihan berat badan atau obesitas, yang pada akhirnya meningkatkan peluang terkena diabetes tipe 2. 

Gula juga merupakan salah satu komoditas tertinggi yang diimpor oleh Indonesia (dalam hal ini gula tebu). Berdasarkan data dari Kementerian Perdagangan, Indonesia mengimpor sebesar 4,2 juta ton gula setiap tahunnya. Jenis gula yang diimpor adalah gula mentah atau raw sugar sebanyak 4,1 juta ton, sisanya adalah gula kristal putih dan gula kristal rafinasi. Hal tersebut menjadikan Indonesia sebagai importir gula tertinggi kedua setelah Tiongkok, ditambah impor gula Indonesia selalu meningkat tiap tahunnya menjadikan tidak imbangnya dengan kemampuan produksi gula dalam negeri sendiri.

Indonesia saat ini menghadapi situasi ancaman diabetes dimana menurut International Diabetes Federation (IDF) Atlas 2017, Indonesia merupakan negara peringkat keenam di dunia dengan jumlah penyandang Diabetes usia 20 -79 tahun sekitar 10,3 juta jiwa. Diabetes merupakan masalah epidemi global yang bila tidak segera ditangani secara serius akan mengakibatkan peningkatan dampak kerugian ekonomi yang signifikan khususnya bagi negara berkembang di kawasan Asia dan Afrika. Mencegah lebih baik daripada mengobati, itulah slogan yang cocok untuk hadirnya stevia yang merupakan alternatif bagi para pecinta rasa manis yang tidak ingin menambah banyaknya jumlah penderita diabetes.

Apakah stevia sama manisnya dengan gula? Faktanya, rasa yang dihasilkan oleh tanaman perdu asal Paraguay ini lebih manis 300 kali dari gula tebu. Hal tersebut disebabkan oleh keberadaan senyawa glikosida steviol dalam tanaman stevia merupakan pemanis intensitas tinggi yang jika hanya digunakan sedikit saja, sudah manis. Stevia tidak mengandung zat karsinogenik dan kalori sehingga cocok untuk penderita diabetes atau orang yang sedang diet. Zat pemanis yang terkandung dalam stevia tidak dapat difermentasikan oleh bakteri di dalam mulut menjadi asam sehingga tidak akan menyebabkan gigi berlubang. Berbeda dengan gula maupun pemanis lainnya (seperti nektar, madu, karamel) yang beresiko membuat gigi berlubang apabila asam yang difermentasikan bakteri di dalam mulut ini menempel pada email gigi. 

Dengan keunggulan iklim tropis, letak geografis serta kapabilitas Nusantara untuk bercocok tanam mendukung stevia untuk tumbuh di ketinggian 500-1000 m di atas permukaan laut. Pada dataran rendah, stevia akan cepat berbunga dan mudah mati apabila sering dipanen dengan suhu yang cocok, yakni berkisar antara 14-27 C dan mendapat sinar matahari yang cukup sepanjang hari dengan daerah yang cocok ditanami stevia adalah Ciwidey. Sedangkan, kisaran harga untuk stevia yang masih berbentuk daun dan batang stevia kering tersebut dihargai Rp 4.500 - Rp 5.000/kg untuk konsumsi dalam negeri, dan sebesar Rp 18.000/kg untuk diekspor ke Jepang, serta Rp 23.000 - Rp 24.000/kg ke Malaysia dan Eropa. Lebih menguntungkan lagi, karena hanya diperlukan tiga hingga empat bulan saja untuk memanen daun stevia, dan hanya lima hingga enam bulan pada kali pertama penanaman stevia. 

Konektivitas antara permintaan dan penawaran yang ada, peningkatan harga daun stevia mentah dari tahun ke tahun, tren gaya hidup sehat serta penggunaan pemanis alami yang kuantitas penggunaan sedikit saja sudah menghasilkan cita rasa manis, minimnya pesaing dan peluang value added merupakan alasan adanya potensi menggiurkan akan bisnis stevia di Indonesia. Sebuah perusahaan farmasi besar Indonesia membutuhkan 100 ton daun dan batang stevia kering atau sama dengan 500 ton daun batang basah setiap bulannya. Saat ini, estimasi kebutuhan tahunan stevia di Indonesia sekitar 350 ton stevia per tahun.  Hal tersebut menunjukkan adanya peluang untuk menjadikan stevia sebagai substitusi konsumsi gula dalam negeri serta potensi ekspor yang masif. 

Stevia yang sudah diolah mampu menghasilkan keuntungan luar biasa dengan value added daripada stevia yang belum diolah. Pangsa pasar produk stevia yang siap konsumsi masih belum banyak ditemukan baik di dalam negeri maupun luar negeri, serta kepraktisan dari penggunaan stevia ini secara luas berpotensi dikonsumsi sebagai substitusi gula tebu. 

Urgensi perlu adanya pemanis alami yang aman serta baik dikonsumsi untuk mengurangi angka risiko terkena diabetes, serta mendukung gaya hidup lebih sehat membawa kita kepada eksistensi tanaman stevia. Lebih jauh lagi, Stevia Rebaudiana mampu menjadi solusi akan kelebihan impor Indonesia serta potensi ekspor komoditas gula lain untuk Indonesia, hingga diharapkan mampu menjadi opsi alternatif pengganti gula tebu. Karenanya, kami percaya bahwa produk stevia olahan dalam bentuk tablet, bubuk serta droplet merupakan peluang bisnis yang menarik.

Perencanaan kelayakan bisnis stevia yang sudah diolah dari hulu ke hilir telah dibuat untuk memberikan gambaran konkret akan peluang bisnis yang dimaksud secara kuantitatif. 

Pertama, untuk memulai bisnis budidaya serta pengolahan stevia ini dibutuhkan dana sebesar Rp 7,986,242,770 yang terdiri dari Rp 5,380,775,000 untuk melakukan pengolahan tanah, penanaman bibit, menjalankan proses penanaman langsung, pembangunan pabrik, pembangunan kantor, biaya legalitas sebagai modal awal dan Rp 2,605,467,770 sebagai modal kerja yang digunakan untuk biaya tenaga kerja langsung, biaya administrasi, biaya overhead, pembelian bibit stevia, produk sampel stevia dan penyewaan kantor di tahun 0. 

Dengan jumlah kebutuhan dana tersebut, diperkirakan pada tahun pertama sendiri, akan mampu memproduksi sebesar 9908 kg per tahun dalam bentuk bubuk, 9908 kg per tahun dalam bentuk tablet, dan 2444 kg per tahun dalam bentuk cair, yang terus meningkat 15 % per tahun seiring dengan peningkatan keuntungan setiap tahunnya. 

Kedua, dilihat dari perhitungan bisnis meliputi jumlah biaya yang perlu dikeluarkan, tren harga di pasar, jumlah pendapatan yang diproyeksikan didapat dalam kurun waktu lima tahun kedepan, bisnis budidaya serta pemanis alami siap konsumsi dari stevia mampu menghasilkan Net Present Value (NPV) sebesar Rp 16,545,913,872 dan Internal Rate of Return (IRR) sebesar 47.44 %. 

Dengan penggunaan Discount Factor (DF) senilai 22 %, rencana bisnis pemanis alami stevia ini akan menghasilkan Payback period dalam jangka waktu 3 tahun dan memiliki Profitability Index (PI) senilai 2,1  menunjukkan bahwa rencana bisnis pemanis alami stevia ini laik direalisasikan serta berpotensi dapat meningkatkan ekspor gula sub-kategori gula lain, dan mengurangi kebutuhan impor gula tebu yang berlebih di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun