Mohon tunggu...
Rr.Isyamirahim
Rr.Isyamirahim Mohon Tunggu... Penulis - Guru sejak 2011 Penulis sejak 2022

Guru sejak 2011 Penulis sejak 2022

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Alone Again part 1

16 Oktober 2024   13:49 Diperbarui: 16 Oktober 2024   13:55 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku menghela nafas panjang, ku lirik jam yang ada di pergelangan tanganku. Sudah pukul 23.00, pantas saja, tidak ada orang yang naik lift lagi. Ternyata memang sudah selarut ini. Ku sandarkan tubuhku ke pojok lift, merogoh sesuatu dari saku celana jeansku. Tak lama setelah itu, lift berhenti di lantai 20 ---- lantaiku. Aku berjalan keluar lift dengan langkah lesu. Tubuhku terasa capek sekali, tetapi kepalaku masih saja berisik. Tidak ada yang bisa kulakukan lagi hari ini, selain mengistirahatkan tubuhku di kasurku. Ya, aku harus bisa mengistirahatkan tubuh dan otakku secara bersamaan. Ini tidak boleh dibiarkan terus-terusan seperti ini. Aku harus bisa melawannya, batinku penuh dengan ketidakyakinan. Aneh bukan ? Bahkan di dalam hati pun aku masih tidak yakin dengan yang ku lakukan selama ini.

Semenjak ibuku meninggal, hidupku terasa penuh kegelapan. Aku berusaha menyibukan diriku. Bekerja dari pagi hingga larut, apa saja ku lakukan. Mengajar di tempat kursus, menulis artikel di beberapa media, menerjemahkan artikkel dari bahasa asing ke bahasa Indonesia, dan juga bekerja sebagai part timer di cafe temanku. Semua itu ku lakukan hanya untuk mencari lelah, agar otakku tidak terus-terusan berisik, agar aku tidak teringat lagi bagaimana cara Tuhan menjemput ibuku, atau mungkin .... ibuku yang memaksa bertemu dengan Tuhan ?

Entahlah, yang ku tahu hanyalah, ia menggantung dirinya di langit-langit kamarku. Tepat di hari sidang skripsiku. Seharusnya hari itu menjadi hari yang penuh campur aduk kebahagian bukan ? Karena akhirnya aku berhasil menyelesaikan sarjana kependidikanku. Namun, ibu memberiku hadiah seperti ini. Tetapi tentu saja, aku berusaha sekuat mungkin untuk tidak marah terhadapanya, sebisa mungkin tidak menangisinya. Karena pada akhirnya, yang paling menderita adalah ayah, ia menyesal melihat ibu meninggal dengan cara gantung diri --- setelah ibu secara tidak sengaja memergoki ayah berselingkuh dengan sahabat ibuku. Ayahku menjadi gila setelahnya, lalu kemudian ia ikut bunuh diri, dengan cara berbaring di rel kereta saat kereta melaju cepat. Tubuhnya hancur, terpencar kemana-mana. Jangan kau pikir tidak ada yang berusaha menyelamatkannya, saat ia melakukan hal bodoh itu. Dia lebih pintar daripada siapun saja yang ada di sekitarnya, tentu saja ia melakukan hal itu ketika orang-orang yang ada di sekitarnya lengah --- tak memperhatikannya.

Aku tersenyum sekali lagi mengingat kematian kedua orang tua ku. Entah perasaan apa yang ku rasakan selama lima tahun ini. Rasa sakit kah ? Sedih kah ? Kecewa kah ? Marah kah ? Entahlah, yang jelas aku sering menangis tiba-tiba, terkadang tak lama setelah itu aku tertawa terbahak-bahak. Apakah kau tahu rasanya seperti apa ? Berusaha tetap hidup, dan terlihat waras di hadapan banyak orang ?.

" Jane , baru pulang ? " tiba-tiba seseorang membuayarkan lamunanku. Aku menoleh ke arahnya, tersenyum ke arahnya --- selama lima tahun ini, aku berusaha membuat senyum senatural mungkin, memastikan tidak ada yang tahu bagaimana isi pikiran dan hatiku. Mereka tidak boleh tahu apa yang terjadi di dalam hidupku, tidak boleh !

" Iya ... kau belum tidur ? " sapa ku masih tetap berusaha tersenyum kepadanya. Laki-laki itu menoleh ke arahku, memandangku lekat-lekat. Raut wajahnya selalu penuh kecemasan. Aku tidak tahu pasti, apa yang ia cemaskan. Apakah kedua orang tuanya juga sudah meninggal, dengan riwayat kematian yang sama, seperti kematian kedua orang tua ku ? Ah, tidak. tidak mungkin. Oh, mungkin ia kesepian, sama seperti ku. Aku tidak pernah melihatnya berteman dengan siapapun, bahkan dengan hantu yang ada di sekitar apartement ini.

" Belum, aku ingin membuang sampah .... " ucapnya sambil mengangkat dua kantong plastik besar di kedua tangannya.

" Oh, ok ... kalau begitu, aku masuk dulu ... " ucapku seraya membuka pintu rumahku.

" Jane ? "

" Ya ? "

" Mau menemaniku makan di warung bawah ? Aku lapar .... ku pikir, kau juga belum makan " ucapnya berusaha mencegahku untuk masuk.

" Maaf Bry, tapi ku rasa aku tidak bisa .... "

" Kenapa ... ? " ia terlihat kecewa.

" You know, Ryu bisa memukulku lagi, jika ia tahu aku pergi dengan seseorang .... "

" Kau bisa putus dengannya " ucap Bryan --- yang sudah menjadi tetanggaku disini selama setahun ini. Aku tersenyum mendengarnya. Ucapan "putus" di telingaku itu terasa menakutkan. Putus seperti kepala ayahku yang terputus dari tubuhnya, ketika kereta api yang melindas tubuhnya dengan cepat. Putus seperti para tetangga ku yang berusaha memutus tali yang ada di leher ibuku, agar ia tidak tergantung lagi di langit-langit. Aku tertawa menyadari memori-memori itu terekam dengan jelas di kepalaku.

" Jane ?!!! Kau gila !!! " teriak Bryan dengan panik, reflek ia melepas kedua kantong plastik sampah besarnya, lalu menarik tubuhku, agar kepalaku tidak terluka akibat ulahku sendiri.

Baru saja aku membentur-bentrukan kepalaku ke dinding, agar ingatan-ingatan menakutkan itu tidak merasuk di kepalaku lagi. Tapi percuma, ia terus-terusan terekam di otakku.

Darah segar menetas di kepalaku, Bryan mengerang. Ia menatapku dengan tatapan yang tidak seperti biasanya. Lebih terlihat cemas daripada biasanya, dan sepertinya ia sangat terkejut dengan apa yang baru saja ku lakukan.

Oh tidak, kenapa aku bertindak impulsif seperti ini ? Selama setahun ini ia tidak pernah tahu bukan ?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun