" Mau menemaniku makan di warung bawah ? Aku lapar .... ku pikir, kau juga belum makan " ucapnya berusaha mencegahku untuk masuk.
" Maaf Bry, tapi ku rasa aku tidak bisa .... "
" Kenapa ... ? " ia terlihat kecewa.
" You know, Ryu bisa memukulku lagi, jika ia tahu aku pergi dengan seseorang .... "
" Kau bisa putus dengannya " ucap Bryan --- yang sudah menjadi tetanggaku disini selama setahun ini. Aku tersenyum mendengarnya. Ucapan "putus" di telingaku itu terasa menakutkan. Putus seperti kepala ayahku yang terputus dari tubuhnya, ketika kereta api yang melindas tubuhnya dengan cepat. Putus seperti para tetangga ku yang berusaha memutus tali yang ada di leher ibuku, agar ia tidak tergantung lagi di langit-langit. Aku tertawa menyadari memori-memori itu terekam dengan jelas di kepalaku.
" Jane ?!!! Kau gila !!! " teriak Bryan dengan panik, reflek ia melepas kedua kantong plastik sampah besarnya, lalu menarik tubuhku, agar kepalaku tidak terluka akibat ulahku sendiri.
Baru saja aku membentur-bentrukan kepalaku ke dinding, agar ingatan-ingatan menakutkan itu tidak merasuk di kepalaku lagi. Tapi percuma, ia terus-terusan terekam di otakku.
Darah segar menetas di kepalaku, Bryan mengerang. Ia menatapku dengan tatapan yang tidak seperti biasanya. Lebih terlihat cemas daripada biasanya, dan sepertinya ia sangat terkejut dengan apa yang baru saja ku lakukan.
Oh tidak, kenapa aku bertindak impulsif seperti ini ? Selama setahun ini ia tidak pernah tahu bukan ?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI