Mohon tunggu...
Lala_mynotetrip
Lala_mynotetrip Mohon Tunggu... Lainnya - Terus berupaya menjadi diri sendiri

Blogger pemula|menyukai petualangan sederhana|penulis amatir|S.kom |pecandu buku|Sosial Media creative|Ide itu mahal|yuk menulis|doakan mau terbitin novel

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bersyukur atau Pamer?

9 November 2021   13:01 Diperbarui: 17 November 2021   22:13 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sore itu Fira sedang agak senggang, jadi bekerja sambil mendengarkan musik menggunakan earphone. Baru berjalan 10 menitan, tiba-tiba anak Finance yaitu Karin, Karin mengajak Fira berbincang-bincang. 

"Aku tuh selalu bersyukur ya, karena Setelah nikah..cepet banget punya anak. Padahalkan Orang-orang banyak yang harus nunggu lama banget" Ujarnya sambil tersenyum sumigrah. Fira sejenak memalingkan wajah untuk mengucap "istigfar.. astagfirullah" Pelan dan lirih, namun mencoba untuk tetap diam. 

Tahun ini pernikahan Fira menginjak usia 3 tahun. Namun qodarullah Allah belum menitipkan mahluk kecil pada rahimnya. Fira dan suami terus berjuang, menahan diri untuk tidak membalas berbagai cibiran dari Keluarga dekat atapun lingkungan sekitar. 

Belum lagi saat tahun lalu, di masa interview Fira harus menelan ludah dalam-dalam ketika salah satu calon atasannya mempertanyakan "Kok, belum hamil-hamil..kenapa? Ada masalah?" Tanyanya tanpa menahan rasa penasaran. 

Sejak saat itu sebenarnya Fira sudah enggan untuk melanjutkan interview, hanya Ia mencoba sabar dan berpikiran positif. "Mungkin ngetes mental" Hiburnya dalam batin. Terlebih suaminya sangat berharap Ia menerima pekerjaan tersebut, padahal di waktu bersamaan Fira diterima di 2 perusahaan. 

Dia hanya berpikir "mungkin suami lebih ridho untuk masuk kesini, bismillah saja" Namun 1 bulan pertama syok dan heran, kenapa kok ada kantor bisa bebas ngerokok atau nge-vape. Ruangan penuh asap. Padahal Fira paling enggan dekat-dekat peroko. Semua laki-laki dikeluarganya tidak ada yang merokok. 

Semakin kesini makin terasa tidak nyaman, tipikal pekerja disini sangat toxic. Sering mengucilkan Fira, ngomongin di belakang & hal-hal negatif lainnya. 

Genap satu tahun, Fira pernah mengutarakan keinginannya untuk resign sambil melamar pekerjaan ke tempat-tempat lain. "Sabar dulu ya, soalnya lagi pandemi" Ujar suaminya mencoba menyemangati.

Masih tetap berusaha optimis jika lingkungan kerjanya akan berubah perlahan-lahan. Hampir 2 tahun, faktanya sama saja. Malah semakin menjadi. 

"Dia sakit kayanya, kelakuannya makin kesini makin nyebelin" Ujar Hanum saat jam makan siang, Hanum sering mengeluhkan salah satu atasan. Menurut Dia atasannya sangat tidak realistis. Kadang banyak omongan tidak pantas yang Hanum ceritakan. 

Awalnya Fira ber-empati, tetapi lama-lama Fira merasa Hanum berlebihan dan terasa seperti penggosip. "Yaudah coba diobrolin langsung sama beliau" Ujar Fira sudah merasa muak dengan curhatan yang terasa di lebih-lebihkan. Karena fakta yang Fika lihat atasannya marah atau memberikan pekerjaan sesuai koridor, tidak berlebihan. 

"Aku mau ajuin pinjeman buat beli mobil baru nih, tapi malah enggak dikasih. Kesel banget jadinya, ga sesuai janji pas interview" Ujar Karin ngedumel sambil berkaca-kaca seolah mau menangis. Fira hanya bengong, "emang semudah itu ya pinjem ke kantor?" Tanyanya polos. 

"Bisa tau, mereka-mereka juga gitu soalnya" Tambah Karin tanpa rasa malu. "Ohh..gitu, yaudah beli cash sendiri aja pasti kamu banyak tabungan" Ujar Fira mencoba menetralisir kondisi. Waktu terus berlalu, di kantor ini super ajaib banyak hal-hal yang belum pernah Fira temui. "Siapa nih? Kecil banget?" Tanya seorang wanita usia 35-an. Fira mencoba tetap sopan, setelah Wanita tersebut berlalu barulah tau, kalau beliau istri pemilik perusahaan. 

Fira hanya bisa menggeleng kepala dalam hati "Kok gitu amat ya, enggak sopan" Sambil mengucap istigfar. 

Ketika akan ada acara di luar Kota, keempat wanita yang ada di Perusahaan terus merengek ingin terlibat dakam acara tersebut. "Seru banget kalau kita juga diajak sekalian liburan" Ujar Karin sambil mengutarakan keinginannya kepada seorang PM bernama Eriz. 

Beberapa hari kemudian, diinfokan bahwa keempat wanita di kantor terlibat kedalam acara di luar Kota. Dengan bahagia yang menggebu-gebu Karin berujar "Horeeeee... Akhirnya diajak juga, seneng banget. Ekhhhhh, kan Mba Fira yang enggak punya anak. 

Kenapa aku yg punya anak sebahagia ini..hehheeee, biasalah self healing ya kan" Timpalnya lagi tanpa memberikan jeda dan menghargai posisi Fira yang memang belum di anugerahi anak. 

Fira lagi-lagi hanya membuang muka sambil terdiam agak lama, hatinya perih. Seolah kalimat bahagia Karin menusuk ke jantungnya. Namun Fira berusaha diam, tidak melawan. Berharap Karin bisa merubah cara bicaranya dalam mengucapkan kebahagiaan dan rasa syukur. 

Beberapa hari kemudian, Fira sudah sangat risih dengan perasaan jengkel karena kalimat-kalimat Karin sering menghampirinya. "ANALOGINYA KAMU KAYA LAGI NGOMONG DI DEPAN ORANG KEK GINI 'Alhamdulillah kaki ku lengkap banget, disaat banyak Orang yang ga punya kaki" Ngomongnya di hadapan Orang yang hanya punya satu kaki. 

Rasanya kok kaya bersyukur tapi menjatuhkan teman bicara. Kenapa begitu? Apakah selera humor jaman now semakin bergeser? Sejak saat itu Fira menjaga jarak aman sambil terus berusaha mencari pekerjaan yang lebih layak serta manusiawi secara lingkungan dan pergaulan. 

Ada beberapa kata yang menurut Kita biasa saja, namun berdampak besar bagi Oranglain. Seperti kasus banyak teman-teman alami, body shaming berkedok bercanda... Padahal humor jangan sampai menyakiti salah satu diantara yg mendengarkan.

Penting mendidik anak secara berbahasa, merangkai kalimat untuk dibicarakan dengan lawan bicara. Bahasa Indonesia sesuai kaedahnya, sehingga tidak menyakitkan bagi lawan bicara.

"Semoga, Aku tidak melakukan hal serupa kepada siapapun. Remainder keras, supaya aku berhati-hati dalam berkata. Benar banget istilah silent is golden". 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun