Mohon tunggu...
Lala_mynotetrip
Lala_mynotetrip Mohon Tunggu... Lainnya - Terus berupaya menjadi diri sendiri

Blogger pemula|menyukai petualangan sederhana|penulis amatir|S.kom |pecandu buku|Sosial Media creative|Ide itu mahal|yuk menulis|doakan mau terbitin novel

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Harus Bahagia Saat Isoman di Rumah

29 Juni 2021   15:19 Diperbarui: 29 Juni 2021   15:42 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Malam minggu kelabu, itu yang Saya rasakan setelah menerima informasi bahwa Saya positif Covid. Kabar buruknya lagi Saya harus melakukan isolasi mandiri karena wisma atlet ataupun Rs sudah penuh oleh pasien. 

Dari selembar kertas yang di terima rupanya CT Saya pun cukup rendah, Saya bergejala. Batuk kering, mual, perut serasa di lilit-lilit, flu dan demam yang naik turun. 

Rumah kami tidak ada tetangga, namun serumah anggotanya banyak karena beberapa bagian di sewakan ke para penyewa. Tetangga kanan-kiri kami ya gedung perkantoran. Rasanya sedih ya, tidak leluasa buka pintu khawatir penghuni lain merasa terganggu.

Hari pertama isoman, Saya coba berjemur di taman yang Saya buat. Rupanya Anak kost atau penyewa tidak suka akan keberadaan Saya di sana. Mereka protes dan menyuruh Saya tinggal di dalam rumah. Alhasil, full di dalam rumah. AC terpaksa di matikan untuk mengurangi penularan. 

Lagi, lagi Saya merasa sakit di Kota besar seperti Jakarta ini ya cukup sedih. Meski sakit Saya harus tetap memasak, tetap memesan online makanan serta mengerjakan pekerjaan domestik. Malam harinya batuk sangat mengganggu. Selama isoman Saya full pakai masker, di ganti setiap 4 jam sekali. 

Katanya penyintas covid harus bahagia, Saya berusaha untuk merasakan bahagia. Walaupun bingung sih, penciuman hilang dan perasa hilang, diare mengganggu terus Adik ipar dan keluarga serumah tidak ada basa basi menanyakan keadaan ataupun kabar. Sepi, sendiri. 

Bersyukur masih ada Suami yang mau menemani walau terkadang seperti terbalik. Saya yang harus banyak mengingatkan Dia untuk melakukan ini dan itu. Rasanya pikiran serta batin gonjang ganjing. 

Herbal, obat dan vitamin terus dikonsumsi. Dari madu yang manis sampai qusthnul hindi yang katanya super duper pahit. Saya tidak dapat merasakan rasa apapun. Penciuman hilang, kentut bau atau apapun tidak tercium sama sekali. 

Kayu putih sudah sering di oleskan ke hidung, namun tidak terasa aroma nya. Hari kedua mencoba berjemur lewat jalan belakang, jalan yang jarang di lalui anak kost. Alhamdulillah bisa berjemur 1-2 jam, matahari lumayan terik. 

Hari ketiga, request dan pertanyaan seputar pekerjaan saling berdatangam. Padahal laptop saja masih di kantor. Hanya bisa menyabarkan diri dan tetap menjalani takdir saja. Jika Saya baik-baik saja, Saya sudah pasti tetap optimal mengerjakan pekerjaan meski dari rumah. 

WiFi rumah mendadak ancur lebur, naik-turun kaya isi hati. Batuk masih belum mereda. Rasanya tidak nyaman dan tidak enak, saat lapar tidak bisa langsung makan. Harus pesan dulu, harus pilih dan harus menunggu. 

Kesal ya, tapi mau bagaimana lagi. Isoman tidak seindah yang di bayangkan. Kalau 1-2 hari bisa sembuh rasanya lebih nyaman. Coba saja Rumah sakit tidak sepenuh sekarang, pasti di sana lebih teratur dan di perhatikan oleh tim medis. 

Untuk yang sehat, tidak terkena covid tolong protokol kesehatannya di perketat, kalau mumpuni untuk di vaksin ya vaksin. Saya dan keluarga sudah vaksin, qodarullah Saya masih terserang. Prokes saya pun cukup ketat, pake masker 2 sesuai anjuran, cuci tangan secara benar dan hanya pergi ke kantor karena di tempat kami tidak berlaku WFH. 

Tidak mudik, tidak ngemall dan hanya bergantung ke belanja online. Di bilang parno enggak juga, kami berusaha tenang dalam segala situasi. Takdir tidak dapat di hindari, terima ujian dan berusaha berlapang dada serta semangat segera negatif. 

Sambil isoman coba puter kajian, coba nonton film lucu, puasa sosmed. Jujur ada aja komentar yang tidak berempati saat Saya mengatakan bahwa Saya positif. Ada yang malah menanyakan kenapa bisa positif padahal sudah prokes, ada juga yang auto nyindir di statusnya kalau kita harus hidup bahagia, banyakin sedekah, ada juga yang rekomendasiin obat-obatan yang emang sudah di konsumsi.

Saran, jika ada teman atau saudara maupun keluarga yang terkena covid cobalah berempati dengan cara yang benar. Tunjukkan empati ke dalam tindakkan nyata, misalnya : belikam herbal, tanyakan kabar, video call ajak ngobrol, belikan makanan..

Yang terasa cukup boros adalah makanan sehari-hari, makan sehari tiga kali lauknya harus beli online. Nasinya masak sendiri, belum lagi kudu dopping badan sama herbal, vitamin. 

Jika isoman, rajin-rajin cuci tangan bersihkan area dalam rumah, semprot disinfektan dan terus banyakin minum aneka herbal. Yang sudah vaksin dan nerapin prokes masih kena, bagaimana yang tidak? Jangan jadi manusia egois. Kamu mungkin merasa sehat dan bahagia, sampai lupa pake masker. Tapi orang lain di sekitar mu belum tentu tahan dengan ganasnya virus ini. 

Coba renungkan, saat mau berkomentar jahat atau jelek. Posisikan diri kamu jadi pasien covid. Rasanya sedih, sulit dan enggak mudah siapa yang mau diem di dalem rumah sampai 14 hari tanpa bekerja dan tanpa keleluasaan mencari makan? Mari perbanyak berdoa, istigfar, saling mengingatkan pada kebaikan. Semoga segala penyakit dan kesusahan ini segera usai, ujian nya lolos. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun