Malam minggu kelabu, itu yang Saya rasakan setelah menerima informasi bahwa Saya positif Covid. Kabar buruknya lagi Saya harus melakukan isolasi mandiri karena wisma atlet ataupun Rs sudah penuh oleh pasien.Â
Dari selembar kertas yang di terima rupanya CT Saya pun cukup rendah, Saya bergejala. Batuk kering, mual, perut serasa di lilit-lilit, flu dan demam yang naik turun.Â
Rumah kami tidak ada tetangga, namun serumah anggotanya banyak karena beberapa bagian di sewakan ke para penyewa. Tetangga kanan-kiri kami ya gedung perkantoran. Rasanya sedih ya, tidak leluasa buka pintu khawatir penghuni lain merasa terganggu.
Hari pertama isoman, Saya coba berjemur di taman yang Saya buat. Rupanya Anak kost atau penyewa tidak suka akan keberadaan Saya di sana. Mereka protes dan menyuruh Saya tinggal di dalam rumah. Alhasil, full di dalam rumah. AC terpaksa di matikan untuk mengurangi penularan.Â
Lagi, lagi Saya merasa sakit di Kota besar seperti Jakarta ini ya cukup sedih. Meski sakit Saya harus tetap memasak, tetap memesan online makanan serta mengerjakan pekerjaan domestik. Malam harinya batuk sangat mengganggu. Selama isoman Saya full pakai masker, di ganti setiap 4 jam sekali.Â
Katanya penyintas covid harus bahagia, Saya berusaha untuk merasakan bahagia. Walaupun bingung sih, penciuman hilang dan perasa hilang, diare mengganggu terus Adik ipar dan keluarga serumah tidak ada basa basi menanyakan keadaan ataupun kabar. Sepi, sendiri.Â
Bersyukur masih ada Suami yang mau menemani walau terkadang seperti terbalik. Saya yang harus banyak mengingatkan Dia untuk melakukan ini dan itu. Rasanya pikiran serta batin gonjang ganjing.Â
Herbal, obat dan vitamin terus dikonsumsi. Dari madu yang manis sampai qusthnul hindi yang katanya super duper pahit. Saya tidak dapat merasakan rasa apapun. Penciuman hilang, kentut bau atau apapun tidak tercium sama sekali.Â
Kayu putih sudah sering di oleskan ke hidung, namun tidak terasa aroma nya. Hari kedua mencoba berjemur lewat jalan belakang, jalan yang jarang di lalui anak kost. Alhamdulillah bisa berjemur 1-2 jam, matahari lumayan terik.Â
Hari ketiga, request dan pertanyaan seputar pekerjaan saling berdatangam. Padahal laptop saja masih di kantor. Hanya bisa menyabarkan diri dan tetap menjalani takdir saja. Jika Saya baik-baik saja, Saya sudah pasti tetap optimal mengerjakan pekerjaan meski dari rumah.Â
WiFi rumah mendadak ancur lebur, naik-turun kaya isi hati. Batuk masih belum mereda. Rasanya tidak nyaman dan tidak enak, saat lapar tidak bisa langsung makan. Harus pesan dulu, harus pilih dan harus menunggu.Â