Mohon tunggu...
Lala_mynotetrip
Lala_mynotetrip Mohon Tunggu... Lainnya - Terus berupaya menjadi diri sendiri

Blogger pemula|menyukai petualangan sederhana|penulis amatir|S.kom |pecandu buku|Sosial Media creative|Ide itu mahal|yuk menulis|doakan mau terbitin novel

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Latah yang Kebablasan

19 Oktober 2018   16:38 Diperbarui: 19 Oktober 2018   16:57 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ada apa dengan latah yang kebablasan? Latah yang akan dibahas bukan latah dalam berbicara yaa...atau tentang kenapa orang bisa latah dengan kalimat yang aneh-aneh...

Ini adalah hasil obrolan semalam, obrolan ringan bersama suami. Mulanya ngobrol ngalor-ngidul tetapi saya merasa banyak sekali yang dapat saya tangkap dari obrolan semalam. Suami saya jago meringankan obrolan-obrolan berbobot sehingga ngobrol nya menyenangkan. Padahal saya tipikal gak suka banyak ngobrol, sukanya nulis dan mendengarkan.

Saya dan suami sepakat menilai masyarakat kita ini umumnya latah...yups latah alias ikut-ikutan trend. Contoh simple nya ada jualan es kepal milo lagi hits laris, maka yang berjualan di sepanjang jalan bisa 3-5 pedagang (latah karena tanpa modifikasi, jiplak habis) ada bagusnya sih mereka sangat percaya akan Rezeki ga akan terkutar dan juga belajar menciptakan persaingan ketat. Ga masalah, ini masih ada unsur positifnya dari pada mereka latah buat nganggur berjamaah tanpa aktivitas?

Okelah penjual gorengan pun biasanya berderet lebih dari satu penjual disebuah tempat, itu lumrah dan anggap saja wajar ko.

Tetapi kalo latah nya dalam hal-hal yang melanggar ketentuan gimana ya? Sederhananya, ada yang parkir di pinggir jalan, sampai macet parah alasannya karena gak ada yang melarang maka yang melihat akan melakukan hal yang sama.

 Pernah saya alami disebuah jalan didaerah Pejaten (sepanjang jalan kira-kira 2 kilo) itu pinggiran jalan dipakai parkir mobil....hmppp, ini latah udah mulai ke arah latah negatif ya?

Saya berbicara tentang wajah Ibu Kota, dimana banyak pendatang beradu nasib disini, dimana banyak latah kebablasan disini. Sebetulnya di kota lain pun tidak akan berbeda jauh. Hanya saja Ibu kota menjadi sorotan utamanya, bayangkan ada satu orang yang nerobos lampu merah kemudian karena gaya kita ikut-ikutan yang lain pun ikut nerobos lampu merah? Hmppp bisa dibayangkan ya seperti apa? Budaya ikut-ikutan seolah hal lumrah dengan asumsi "dia juga nerobos lampu merah ko dan ga dihukum" alibinya begitu. Seolah memberikan contoh kurang bagus itu menjadi sebuah inspirasi yang dapat segera ditangkap oleh yang melihatnya. 

Begitu pula dengan parkir liar, parkir sembarangan, menggunakan trotoar untuk kendaraan motor (ngetem di trotoar) ataupun melewati trotoar seolah jalan raya, menerobos jalur Busway. Semua bermula dari ikut-ikutan. 

Saya berharap kita semua bisa menerapkan latah itu dalam perbuatan positif, dalam aktivitas positif. Seperti latah membuang sampah pada tempatnya, latah dalam menaati rambu-rambu lalu lintas, latah dalam parkir di tempat yang seharusnya. 

Bukankah latah dalam hal positif akan lebih menguntungkan bagi semua orang? Apa yang mendasari latah negatif lah yang berkembang? Dasarnya sih sederhana dari pemikiran dan perkataan "adanya peraturan untuk dilanggar, biar yang buat peraturan kerja" hmpppp... Cerdas yang belok.

Kesemrawutan jalan raya bukan hanya tugas Pemerintahan semata atau petugas Porlantas, saya rasa itu tugas (kesadaran setiap pribadi) jika kita mencoba mentaati peraturan yang ada, saya rasa hasilnya akan jauh lebih baik dan lebih lancar. 

Urusan sampah, got mampet juga bukan hanya urusan Dinas kebersihan. Melainkan kesadaran setiap orang, setiap pribadi. Sebanyak apapun petugas kebersihan jika kita sendiri tidak menaati aturan 'buanglah sampah pada tempatnya' tidak akan terlihat hasil kerja mereka (team orange) yang setiap pagi menyapu jalanan. 

Latah kita memang sudah kebablasan, bisa dilihat dari kesemrawutan senin-jum'at. Bisa dilihat dari banjir nya sungai (dipenuhi sampah, limbah). Banyak nya hak pengguna jalan (trotoar) yang dirampas oleh pengguna sepeda motor. 

Mungkin hal-hal ini terasa sepele tapi jika ribuan orang melakukan latah secara kompak serta melampaui batasan apakah impact nya akan baik? (Latah negatif)

Bisa dijawab oleh hati nurani, masing-masing pribadi ya. Tulisan ini bukan ingin menjelek-jelekan kita sebagai masyarakat. Tidak menutup mata juga, banyak orang yang sangat peduli lingkungan, taat aturan serta memiliki hati nurani dan berpikir jauh kedepan. Memikirkan anak-cucunya harus merasakan udara segar, harus merasakan hutan yang hijau, harus merasakan air sungai yang bersih. 

Saya berharap budaya ikut-ikutan ini menjadi budaya ikut-ikutan (yang positif), budaya mengaji, budaya belajar, budaya membaca, buaday buang sampah pada tempatnya, budaya parkir ditempatnya, budaya taati rambu lalu lintas. Jadi latahnya latah positif, hasilnya baik untuk semua pihak dan yang merasakan impactnya ya kita semua ini. Kita yang tinggal, orang-orang yang hanya sekedar bertamu.

Yang harus di pikirkan lagi adalah peraturan dibuat untuk mendisiplinkan, hasilnya positif. 

Semoga kita semua bisa menerampkan latah positif dalam segala aktivitas. Serta menghapus budaya latah negatif yang kebablasan, perlahan-lahan tapi pasti. Selama ada niat & itikad untuk berubah menjadi lebih baik, pasti akan ada banyak jalan serta ada juga ujian.

Semangat menjelang weekend sobat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun