Mohon tunggu...
Lala_mynotetrip
Lala_mynotetrip Mohon Tunggu... Lainnya - Terus berupaya menjadi diri sendiri

Blogger pemula|menyukai petualangan sederhana|Suka bercerita lewat tulisan|S.kom |www.lalakitc.com|Web Administrator, Social Media Specialist, freelancer.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Semesta Mempertemukan Kita

24 Januari 2018   20:26 Diperbarui: 24 Januari 2018   20:33 692
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Semesta Mempertemukan Kita..

Hari ini suasana sekitar Bandara Soeta amat sejuk, mungkin karena agak mendung. Setelah 2 tahun berlalu, iya Puspa menghabiskan waktu 2 tahun untuk bekerja di Kantor Pusat perusahaannya. Bukan tanpa alasan Puspa mengambil peluang tersebut, selain ingin mengembangkan diri dan ingin menghindar. Ya, Puspa menghindar dari situasi yang rumit. 

Saat itu Permana, lelaki yang amat dia dambakan memutuskan untuk menjalani hidup masing-masing. Alasan nya Permana ingin menyelesaikan impian-impiannya sebelum memutuskan untuk menikah, perbedaan pola pikir dan visi-misi hidup membuat dua hati ini menjauh. Bukan karena orang ke 3 melainkan karena keputusan Permana, lelaki penuh kharisma itu meyakini jalannya tidak harus berakhir dengan menikah, dan mengesampingkan cita-cita, impian dan banyak hal yang harus ia capai dalam hidupnya. 

Keputusan terbijak adalah berpisah, sebelum perasaan mereka berdua semakin subur dan membakar keduanya. Salah satu upaya untuk sembuh dari patah hati, maka Puspa menerima tawaran untuk Bekerja di kantor pusat, yang kebetulan adalah negara impiannya selama ini. Bukan hal mudah di usia 23 tahun memmutuskan untuk bekerja jauh, sempat dilarang oleh sang ibu. Namun ayah dengan bijak mengizinkannya. "Pergilah dapatkan banyak pengalaman, lupakan apa-apa yang menyakitkan. Mulai berdamai dengan hati, sukseslah" ujar Ayah membuat Puspa merasa lega. 

Tapi fakta nya 2 tahun disana tidaklah membuat dia move on, jarak tidaklah mampu menghapus rasanya terhadap Permana. Menyiksa memang, namun dia hanya bisa tegar dan menyampaikan seluruh perasaannya pada Cerpen, novel. Ya, puspa memiliki hobi menulis. Kebetulan dia punya kenalan seorang penerbit, ada beberapa buku yang tercetak dan semua menceritakan perasaannya pada Permana.

Sengaja Puspa tidak memberitakan kepulangannya, ia ingin membuat sebuah kejutan untuk ibu, ayah dan kedua adikknya. Bawaannya tidak banyak hanya sebuah koper dan tas ransel. Isinya baju dan sesikit oleh-oleh. Puspa berencana naik kereta api, krl kadang bikin dia rindu, hampir 3 tahun dia kerja di Jakarta dan pulang pergi setiap hari ke Bogor menggunakan krl. Cukup ribet saat ia memasukkan koper ke krl, Puspa menghela nafas lega. Dia mendapatkan duduk, "alhmdulillah, bisa tidur".  

"Statsiun Bogor" suara tersebut membuat Puspa terbangun, "sudah sampai" ujar nya girang. Usai menyebrangi jembatan penyebrangan, Puspa diam dipinggir jalan untuk menunggu angkutan yang bisa dia carter (maklum hp nya lowbat, tidak bisa pesan mobil online). Tiba-tiba sebuah mobil landlover warna hitam berhenti tepay didepannya, "Puspa" sahut sipemilik mobil, dimana suaranya tidaklah asing. 

Permana iya, dengan memicingkan mata Puspa memastikan kalau dia sedang tidak salah lihat. Tubuhnya lemas, kalimat tidak bisa keluar dari mulutnya. Ia kelu, "Puspa, pulang dari Jepang ko ga dijemput?" Tanya Permana sambil keluar dari mobil nya. "Oh iya, saya sengaja pulang diam-diam" ujar Puspa berusaha cuek. "Naiklah, biar ku antarkan" ujar Permana, agak canggung. Khawatir Puspa menolaknya. Menurut hemat nya Permana, Puspa pastilah sudah memiliki tambatan hati dan kemungkinan kepulangannya pertanda kesempatananya untuk bersamaa dengan gadis imut itu akan benar-benar sirna. 

Puspa (menikah mungkin). Kini mereka sama-sama terdiam, terdiam dengan lamunannya. Puspa merindukkan Permana, tapi nyatanya kini yang ada hanya benci. Entah kenapa Puspa merasa benci dan ingin cepat pergi, mungkin masih ada kecewa dalam hatinya. Teringat bagaimana Permana seolah membuangnya, meski dalam posisi sadar Puspa memahami kenapa Permana memutuskan hubungan mereka. 

Cinta dan benci nyatanya beadanya tipis, keduanya dapat dirasakan dalam waktu bersamaan. "Semesta mempertemukan kita lagi Pus, ingatkah bagaimana kisah Lala aku padamu. Drama musikal yang kita tonton dulu? Tanya Permana membuyarkan lamunannya. "Entahlah, saya harus pulang ya.. permisi" ujar Puspa amat dingin dan ketus. 

"Kamu marah sama aku? Kamu bencu aku Puspa?? Karena aku seolah membuang kamu demi cita-cita ku?" Belum selesai Permana menyampaikan pertanyaannya Puspa memotong "aku benci ada disituasi macam ini, kamu tidak tahu bagaimana caraku sembuh" ujar Puspa dengan nada datar, ia tidak ingin terlihat marah. Tabiatnya yang dulu hampir musnah, kini ia memilih jadi sosok yang dingin. Baginya kini marah, atau kesal bukan solusi. Karena yang memahaminya tidak akan membuat dia harus berteriak untuk dipahami.

"Sudahlah, lupakan semua rasa itu. Hiduplah dengan tenang, raih semua impianmu" ujar Puspa "jelas rasamu maaih ada Pus terhadap ku, kamu takut aku masih seambisi dulu. Itu bukan ambisi itu salah satu tujuan hidup ku, aku tidak dapat membuat mu menunggu.. aku takut kalau aku tidak tepat" ujarnya seperti biasa Permana selalu nampak tenang. 

"Bagaimana aku tahu, aku tidak pernah kamu beri pengertian. Aku harus menebak dan berpikir positif tentang semua hal" isak Puspa, kesal rasanya menghadapi lelaki ini, tidak pernah bisa dan banyak bicara. Bahkan untuk menjelaskan rasanya "kita bukan tokoh wayang, bukan hidup dijaman dulu. Aku perlu diyakinkan" ujar Puspa, hatiku hangat tetapi kamu tidak pernah bicara" mereka terdiam. 

"Puspa, aku jauh lebih terbakar, aku pikir menghindari mu. Melupakan mu adalah cara dan jalan terbaik, nyatanya tidak. Setiap saat rasaku makin subur" ujar Permana, baru kali ini pria tersebut bicara panjang soal perasaannya. "Sekarang ku tanya padamu, lebih besar benci mu atau cinta mu buat ku? Agar aku tahu diri, maaf atas hal yang telah berlalu" Tidak ada deskripsi yang paling tepat dalam situasi ini, perasaan pun butuh diyakinkan. Diam bukan lah sebuah pilihan apalagi memilih pergi.

"Beri saya waktu ya, untuk berpikir jernih" ujar Puspa sambil membawa kopernya menuju sebuah angkutan umum. Puspa tidak ingin salah langkah, rasanya yang besar kini tertutup oleh benci. Dia butuh ketenangan, butuh berdialog dengan hati dan logikanya. 

Cintanya seolah kembali lagi, tapi dia memiliki trauma. Takut apabila itu hanya upaya untuk menyakitinya lagi. "Bukan salah Permana sebetulnya, dia jelas laki-laki yang komit pada impian, cita-cita dan prinsip hidupnya. Sisi lain perasaannya bilang, kenapa tidak menyelaraskan semuanya tanpa membuang Puspa. 

Terlihat jelas 2 insan yang berbeda, Lelaki dengan pemikiran sederhananya dan teguh memegang prinsip hidupnya. Wanita beruapaya tegar, sembuh dan terlampau rumit pola pikirnya. 

"Saya yakin, semesta masih member izin pada kami untuk bersama" ujar Permana penuh keyakinan. "Puspa adalah sosok yang paling sering dan selalu ada dalam bunga tidurnya, dambaannya" Permana tersenyum, kini Puspa semakin tenang. Hanya Puspa belum tersenyum pada nya. Mungkin Puspa mengalami banyak masa sulit, bertemu dengan Permana mungkin adalah satu hal yang Puspa hindari.

"Puspa, aku akan berupaya menyembuhkan luka mu. Kita akan bersama" Ujar Permana bicara pada jiwa nya sendiri. Kini belahan jiwanya kembali pulang. 

Begitulah perasaan, jarak yang jauh tidak akan membuatnya sirna begitu saja. Kesalahpahaman pun dapat diselesaikan dengan bicara dari hati ke hati.

Beruntunglah 2 jiwa yang bertemu karena hati keduanya saling dekat, saling menerima sinyal yang sama. 

Cintailah cintamu, ketulusan itu amatlah langka. Tidak semua orang dapat bersama dengan orang yang dia cintai dan yg mencintainya juga. 

Selamat malam sobat, jika alurnya masih simple harap maklum.. masih tahap belahar yaaa

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun