Dengan kemajuan Teknologi, Informasi, dan Komunikasi, belajar bisa dilakukan secara langsung (luring) dan virtual (daring). Beragam aplikasi dan portal belajar semakin banyak dijumpai, bahkan bisa sespesifik itu untuk suatu jenis keterampilan tertentu. Nampaknya, enggak ada alasan untuk enggak belajar saking mudahnya kita terkoneksi dan mengakses informasi dan pengetahuan. Sayangnya, disadari atau tidak, justru inilah yang menjadi alasan kita harus selektif untuk memilih tempat belajar.Â
Tidak ada jaminan yang berbayar selalu berkualitas, dan yang cuma-cuma (gratis) tidak sepadan. Begitu pula sebaliknya. Jangan-jangan yang cuma-cuma justru yang lebih maksimal. Semua patut dicurigai untuk memilih di mana nantinya kita belajar. Saya pribadi, lebih suka tempat belajar yang tidak hanya dinilai dari 'harga' kelas. Lebih dari itu, saya suka dengan tempat belajar yang membuka kesempatan untuk berjejaring dengan sesama peseerta atau bahkan pengajar (narasumber). Dengan demikian, ilmunya lebih 'panjang' dan 'besar' karena kita dapat 'oleh-oleh' teman/jaringan baru.
Ketiga, Praktik dan Mainkan!Â
Bohong ya kalau dalam sekali belajar kita langsung bisa. Dalam konsep belajar, tak ada yang abadi sampai ilmu itu diamalkan, dipraktikkan. Semakin banyak kita 'bereksperimen' dengan ilmu atau keterampilan yang kita dapatkan dari kelas, semakin terasah juga kemampuan kita. Saya sering mengambil kesempatan untuk membuat sesuatu setelah kelas. Tak perlu dipamerkan, eh, diunggah di media sosial. Berhasil menyelesaikannya saja sudah menjadi kepuasan personal. Kalau sudah begitu, kita bisa naik kelas. Mulailah mencari jam terbang dengan mengajar dan berbagi ilmu dengan orang lain.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H