Mohon tunggu...
Hety A. Nurcahyarini
Hety A. Nurcahyarini Mohon Tunggu... Relawan - www.kompasiana.com/mynameishety

NGO officer who loves weekend and vegetables

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Jalan-Jalan Anti Gadget Ribet

10 Desember 2016   02:00 Diperbarui: 10 Desember 2016   02:28 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seorang teman yang sering bepergian ke berbagai daerah, baik dalam maupun luar negeri, pernah berkata, “Tau enggak, Het? Aku nggak pernah mau disibukkan dengan berbagai bawaan elektronik, apalagi kamera, sampai aku lupa caranya menikmati keindahan suatu daerah.”

Jleb. Dalam.

Dia berkata seperti itu bukan tanpa sebab. Suatu hari, dia bercerita tentang pengalamannya bepergian ke luar negeri secara cuma-cuma melalui student exchange (pertukaran pelajar) atau dalam rangka mengikuti konferensi. Bisa cuma-cuma karena beasiswa, semacam travel grant yang meng-cover semua biaya akomodasi peserta. Syaratnya satu, membuat esai motivasi keikutsertaan serta follow up action pasca acara dalam bahasa Inggris.

Saya yang kala itu belum pernah keluar negeri sama sekali (saya ulangi lagi, sama sekali) merasa iri sekaligus terhibur dengan ceritanya. "Duh, hanya dengan mendengar cerita pengalaman seseorang saja saya senang sekali, apalagi jika hal itu terjadi pada saya?" batin saya setiap mendengar ceritanya. Saking antusiasnya, saya selalu merengek, memintanya untuk menunjukkan foto-foto perjalanan. “Mana-mana, fotonya? Mau lihat dong!” Nyatanya, pertanyaan saya terjawab dengan paragraf pertama tulisan ini. Ya, itu adalah jawaban dari teman saya.

Ini, hanya satu, dua foto aja,” jawabnya sambil menunjukkan foto yang sudah diunggah di akun Facebook miliknya.

Saya nyengir. Semacam reaksi mengiyakan pandangannya sekaligus bertanya-tanya, berefleksi diri, "Apakah saya termasuk orang yang kehilangan momentum karena ‘sibuk sendiri’ dengan gadget?"

Singkat cerita, beberapa bulan kemudian, saya mendapatkan beasiswa untuk mengikuti sebuah konferensi di luar negeri seperti teman saya. Nular! Namanya, Global Youth Summit, BYND 2015. Sepertinya, Tuhan benar-benar menjawab doa saya. Saya yang belum pernah ke luar negeri langsung mengunjungi empat negara sekaligus: Malaysia, Belanda, Panama City, dan terakhir Costa Rica, tempat diselenggarakannya konferensi.

Senangnya luar biasa. Apakah ini mimpi? Saya tak henti-hentinya mencubiti pipi saya, jelang keberangkatan kala itu, untuk memastikan semua ini bukan mimpi.

Sebagai orang yang baru pertama kali pergi ke luar negeri, tentu saya tidak ingin kehilangan momentum ini. Apalagi empat negara sekaligus. Dalam pikiran saya, saya tidak ingin melewatkannya sedikit pun, apalagi sesuatu yang tidak saya jumpai di Indonesia. Harus ada yang terdokumentasi sedemikian rupa untuk kenang-kenangan serta menyisakan cerita ke anak-cucu. Jadi, apa yang saya bawa?

Saya adalah penulis blog yang mengandalkan laptop untuk menuliskan cerita perjalanan dan kamera untuk mendapatkan gambar (foto) yang bisa melengkapi cerita. Akhirnya, saya putuskan saja membawa saja apa yang saya punya, yaitu pocket camera (kamera saku), tab (tablet), serta handphone (HP/telepon seluler). Tergoda sebenarnya untuk membawa yang lebih canggih daripada alat-alat itu, seperti kamera DSLR atau kamera mirorless. Apa daya saya tidak punya. Jadi, lebih baik membawa apa yang dipunya.

Satu, kamera kesayangan, teman berpetualang.
Satu, kamera kesayangan, teman berpetualang.
Dua, tab.
Dua, tab.
Tiga, handphone.
Tiga, handphone.
Pocket camera menjadi pilihan yang pas, mengingat perjalanan panjang yang harus saya lalui kala itu. Bayangkan, dari Asia, perjalanan ke barat atas menuju Eropa, lalu menukik ke timur bawah menuju Amerika Selatan. Hampir membelah dunia rasanya! Jelas, saya tidak ingin repot. Jadilah, kamera berukuran kecil yang bisa dimasukkan di saku jaket atau tas menjadi pilihan. Saya pun lebih cepat menangkap dan mengabadikan momentum, tanpa kesulitan untuk mengoperasikannya. Tinggal merogoh saku dan memencet tombol ‘on’, ‘click’, seketika gambar yang saya inginkan sudah saya dapatkan.

Selain memfoto, selama perjalanan dan transit di bandara, biasanya, saya manfaatkan untuk browsing maupun berkomunikasi melalui media sosial. Saya juga bisa langsung mengunggah foto-foto yang saya dapatkan melalui kamera di tab dan handphone ke akun media sosial yang saya miliki. Tapi tidak hanya di bandara saja, sesampai di hotel pun juga dengan koneksi internet hotel. Karena fungsinya yang mirip, selama perjalanan, tab dan handphone saya gunakan bergantian. Sebijak mungkin. Walau ada powerbank, perjalanan jauh sama saja dengan berada jauh dari colokan listrik. Saya tidak ingin kehilangan suasana di suatu tempat hanya karena ‘sibuk sendiri’ mencari colokan listrik. Sudah, pasrahkan saja semuanya pada Tuhan.

Jalan-jalan Tanpa Ribet Itu Prinsip

Sejak kepergian ke luar negeri kali pertama itu, prinsip saya sama sekali tidak berubah. Bahkan, saya semakin sepakat dengan pendapat teman saya. Pocket camera, tab, dan handphone, cukup. Pun tambahannya, powerbank dan aneka charger untuk menambah daya. Tidak hanya ke luar negeri, saat jalan-jalan atau perjalanan dinas ke daerah, saya juga membawa tiga hal itu. Semua muat di dalam tas travel kesayangan saya berwarna biru.

Tas biru bagai kantong ajaib Doraemon, semua gadget ada di sana.
Tas biru bagai kantong ajaib Doraemon, semua gadget ada di sana.

Pada dasarnya, menurut saya, semua kembali lagi ke niat. Apakah jalan-jalan itu ingin dinikmati semaksimal mungkin secara pribadi atau justru ‘diumbar’ kepada orang-orang melalui media sosial dengan motivasi yang beragam. Seperti pendapat teman saya, jangan sampai kita kehilangan momentum hanya karena kamera atau gadget lainnya yang merepotkan. Di sisi lain, tidak salah juga untuk mengabadikan momentum melalui satu atau dua foto.

Sedangkan, dari segi alatnya, pilih yang praktis dan tidak ‘memberatkan’. Artinya, pilih gadget yang mendukung perjalanan kita, fleksibel digunakan, dan aman. Pilihan yang praktis adalah kamera handphone. Seperti, saat transit di Bandara Internasional Jomo Kenyatta di Nairobi, Kenya, misalnya. Saya memfoto ruang tunggunya yang unik dengan kamera handphone. Saat itu, saya kaget karena di setiap kacanya ada gambar hewan-hewan khas Afrika. Fotonya langsung saya kirimkan kepada beberapa teman untuk bahan berbagi cerita. 

Unik bukan, bandara di Kenya?
Unik bukan, bandara di Kenya?
Lain juga, saat saya di Thailand. Saya menggunakan kamera handphone karena praktis untuk ‘selfie’ dan aman saya pegang (meminimalisir tindak kejahatan). Saat itu, saya  mengabarkan keluarga bahwa saya sudah sampai di Thailand. 

Ada handphone, ada selfie pastinya.
Ada handphone, ada selfie pastinya.
Sedangkan, pocket camera saya gunakan untuk memfoto hal-hal yang lebih umum dan tidak ada urgensi untuk segera dipublikasikan, seperti menulis blog. Untuk membantu ingatan saya, biasanya saya menggunakan pocket camera untuk memfoto bangunan/gedung dan orang-orang. Sehingga, saat saya menulis cerita, saya tetap bisa mengenang, mendapatkan suasananya, walau hanya dengan melihat foto.

Gara-gara menulis cerita ini dan mengenang kembali cerita perjalanan saya yang telah lalu, saya tergoda untuk membuka website Electronic City di https://electronic-city.com. Benar saja, berbagai jenis kamera ditawarkan di sana. Pas sekali saat saya menemukan digital camera yang dilengkapi dengan fitur wifi. Sehingga, nantinya, setelah memfoto bisa langsung menggunggahnya ke kanal media sosial. Jadi terbayang, fitur ini akan membantu sekali saat perjalanan.  Ah, lagi-lagi, kalau pilihannya bisa sesederhana dan semudah ini melalui kemajuan teknologi, mengapa harus ribet? Namanya juga jalan-jalan, dinikmati!  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun