Seorang teman yang sering bepergian ke berbagai daerah, baik dalam maupun luar negeri, pernah berkata, “Tau enggak, Het? Aku nggak pernah mau disibukkan dengan berbagai bawaan elektronik, apalagi kamera, sampai aku lupa caranya menikmati keindahan suatu daerah.”
Jleb. Dalam.
Dia berkata seperti itu bukan tanpa sebab. Suatu hari, dia bercerita tentang pengalamannya bepergian ke luar negeri secara cuma-cuma melalui student exchange (pertukaran pelajar) atau dalam rangka mengikuti konferensi. Bisa cuma-cuma karena beasiswa, semacam travel grant yang meng-cover semua biaya akomodasi peserta. Syaratnya satu, membuat esai motivasi keikutsertaan serta follow up action pasca acara dalam bahasa Inggris.
Saya yang kala itu belum pernah keluar negeri sama sekali (saya ulangi lagi, sama sekali) merasa iri sekaligus terhibur dengan ceritanya. "Duh, hanya dengan mendengar cerita pengalaman seseorang saja saya senang sekali, apalagi jika hal itu terjadi pada saya?" batin saya setiap mendengar ceritanya. Saking antusiasnya, saya selalu merengek, memintanya untuk menunjukkan foto-foto perjalanan. “Mana-mana, fotonya? Mau lihat dong!” Nyatanya, pertanyaan saya terjawab dengan paragraf pertama tulisan ini. Ya, itu adalah jawaban dari teman saya.
“Ini, hanya satu, dua foto aja,” jawabnya sambil menunjukkan foto yang sudah diunggah di akun Facebook miliknya.
Saya nyengir. Semacam reaksi mengiyakan pandangannya sekaligus bertanya-tanya, berefleksi diri, "Apakah saya termasuk orang yang kehilangan momentum karena ‘sibuk sendiri’ dengan gadget?"
Singkat cerita, beberapa bulan kemudian, saya mendapatkan beasiswa untuk mengikuti sebuah konferensi di luar negeri seperti teman saya. Nular! Namanya, Global Youth Summit, BYND 2015. Sepertinya, Tuhan benar-benar menjawab doa saya. Saya yang belum pernah ke luar negeri langsung mengunjungi empat negara sekaligus: Malaysia, Belanda, Panama City, dan terakhir Costa Rica, tempat diselenggarakannya konferensi.
Senangnya luar biasa. Apakah ini mimpi? Saya tak henti-hentinya mencubiti pipi saya, jelang keberangkatan kala itu, untuk memastikan semua ini bukan mimpi.
Sebagai orang yang baru pertama kali pergi ke luar negeri, tentu saya tidak ingin kehilangan momentum ini. Apalagi empat negara sekaligus. Dalam pikiran saya, saya tidak ingin melewatkannya sedikit pun, apalagi sesuatu yang tidak saya jumpai di Indonesia. Harus ada yang terdokumentasi sedemikian rupa untuk kenang-kenangan serta menyisakan cerita ke anak-cucu. Jadi, apa yang saya bawa?
Saya adalah penulis blog yang mengandalkan laptop untuk menuliskan cerita perjalanan dan kamera untuk mendapatkan gambar (foto) yang bisa melengkapi cerita. Akhirnya, saya putuskan saja membawa saja apa yang saya punya, yaitu pocket camera (kamera saku), tab (tablet), serta handphone (HP/telepon seluler). Tergoda sebenarnya untuk membawa yang lebih canggih daripada alat-alat itu, seperti kamera DSLR atau kamera mirorless. Apa daya saya tidak punya. Jadi, lebih baik membawa apa yang dipunya.