Mohon tunggu...
Mina Rifqi
Mina Rifqi Mohon Tunggu... Penyuluh Perikanan PNS -

Help People Help Themselves

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Penyuluh Perikanan (PNS) di Simpang Jalan: Distorsi Tugas dan Wewenang Penyuluh Perikanan

15 Agustus 2016   10:11 Diperbarui: 16 Agustus 2016   15:38 984
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hakikatnya, kata penyuluh merujuk pada subyek yang bertanggungjawab terhadap kegiatan penyuluhan. Penyuluhan itu sendiri, menilik dari berbagai sumber, mengandung makna sebuah kegiatan pembelajaran non‐formal yang dilakukan kepada sekumpulan masyarakat tertentu yang bertujuan mengangkat harkat hidupnya agar menjadi lebih baikdengan mengoptimalkan potensi yang ada pada dirinya sendiri.

Secara awam, masyarakat luas sering mengasosiasikan penyuluhan sebagai suatu kegiatan pemberdayaan dalam kelompok masyarakat yang 'terbelakang', jauh dari peradaban, dan dilakukan secara sukarela. Seringkali, untuk melakukan kegiatan pemberdayaan tersebut, diperlukan pengorbanan yang tidak sedikit, baik waktu, tenaga, maupun dana.

Pengertian penyuluh dan penyuluhan diatas, setidaknya bisa memberikan sedikit gambaran, yang menurut hemat kami, penyuluhan adalah salah satu kegiatan yang sangat strategis untuk dilakukan pada sebagian besar masyarakat Indonesia, khususnya, bagi mereka yang masih berada dibawah garis kemiskinan Secara khusus, dibidang perikanan, kegiatan penyuluhan menjadi sangat penting manakala kita melihat bahwa kegiatan perikanan sebagian besar dilakukan oleh masyarakat menengah kebawah yang sangat minim pengetahuan dan seringkali menjadi pelengkap penderitaan.

Peran penyuluh perikanan menjadi sangat strategis dalam hal ini. Penyuluh perikanan (baca: Penyuluh Perikanan PNS) merupakan PNS yang secara khusus diberi tugas, tangungjawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pajabat yang berwenang pada satuan organinasi lingkup perikanan untuk melakukan kegiatan penyuluhan. Jika dilihat, sangat jelas bahwa kegiatan penyuluhan menjadi satu‐satuan domain kegiatan yang hanya bisa dilakukan oleh seorang penyuluh perikanan.

Pada era awal reformasi dan otonomi daerah, penyuluh perikanan bekerja dan bertangungjawab langsung kepada Bupati atau Gubernur melalui pejabat yang diberi wewenang dalam hal ini biasanya kepada badan pelaksana penyuluhan (sesuai amanat UU No 16 Tahun 2006) dan bila disuatu daerah tidak ada badan pelaksana penyuluhan maka wewenang tersebut diberikan kepada kepala dinas yang menangani kegiatan perikanan.

Permasalahan yang kemudian muncul adalah manakala penyuluh perikanan berkantor (baca: satminkal) pada dinas teknis yang menangani kegiatan perikanan. Sudah menjadi rahasia umum, bahwa penyuluh perikanan yang berkantor di dinas teknis, tidak bisa menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penyuluh perikanan dikarenakan dibebani tugas‐tugas pengadministrasian (peng‐SPJ‐an).

Lucunya lagi, seringkali, kepala dinas lebih percaya diri menggunakan staff nya untuk melakukan tugas‐tugas penyuluhan alih‐alih berkoordinasi dengan penyuluh dalam pelaksanaan kegiatan penyuluhan. Penyuluh ditukar posisinya menjadi staff dengan dalih minim pengalaman tetapi lebih menguasai komputer! (tugas peng‐SPJ‐an).

Distorsi tugas dan wewenang penyuluh perikanan untuk melakukan kegiatan penyuluhan perikanan ini dilakukan dengan dalih bahwa mereka mendapat tugas dari pimpinan unit kerja/ kepada dinas yang mau tidak mau harus dilaksanakan. Jika ditelisik, sebenarnya, secara struktur tidak pernah ada hubungan/ garis perintah antara seorang pejabat struktural dengan penyuluh perikanan yang notabene adalah seorang pejabat fungsional.

Hubungan antar penyuluh dan pimpinan unit kerja/ kepada dinas adalah sebenarnya hubungan koordinasi. Keduanya setara, duduk sama tinggi dan berdiri sama rendah. Tidak bisa yang satu memerintah yang lain dan juga sebaliknya. Akan tetapi, kenyataan dilapangan tidaklah demikian. Seringkali kepala dinas, mempekerjakan penyuluh perikanan untuk melaksanakan kegiatan yang bukan menjadi tupoksinya.

Bisa dipastikan bahwa mereka, para penyuluh perikanan, tidak berdaya untuk menolak perintah kepala dinas. Padahal sudah jelas bahwa tugas tersebut sama sekali bukan menjadi tupoksinya.

kenapa hal ini bisa terjadi?

Bahwa salah satu kewajiban seorang penyuluh adalah menyampaikan rencana dan laporan hasil kegiatan penyuluhan. Mekanisme dari pelaporan tersebut adalah harus melalui penandatanganan dan pengesahan oleh kepala dinas. Hal inilah yang merupakan 'kartu truff' seorang kepala dinas (semoga hal ini dikarenakan oleh ketidaktahuannya) untuk memeritah dan penyuluh tidak kuasa untuk menolaknya.

Bagaimana mungkin penyuluh menolak perintah seorang kepala dinas jika 'nasibnya' yang menentukan adalah kepala dinas? Bisa jadi, mereka yang 'maaf' pandai menjilat, akan tetapi tidak cakap dalam melaksanakan tupoksinya sebagai penyuluh akan lebih mudah memperoleh tandatangan dan pengesahan pelaporannya dibandingkan dengan penyuluh lain yang cakap dalam menjalankan tupoksinya akan tetapi selalu menolak perintah kepala dinas yang tidak berhubungan dengan tupoksinya.

Lalu bagaimana penyuluh perikanan yang berkantor di badan penyuluhan? Apakah bisa melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik?

Idealnya, sesuai dengan amanah Undang‐undang, penyuluh memang bernaung pada badan penyuluhan. Penyuluh yang berada dibadan penyuluhan secara umum, relatif telah dapat melaksanakan tugas dan fungsi penyuluh dalam melaksanakan tupoksinya.

Akan tetapi, tidak berarti penyuluh perikanan yang berada pada badan penyuluhan tanpa masalah. Biasanya, masalah yang terjadi adalah ketika seorang penyuluh perikanan tidak terlalu difungsikan sebagai penyuluh perikanan, tetapi justru diperbantukan (baca: dipaksa) untuk mendampingi dan melakukan penyuluhan pada sektor lain. (baca: pertanian).

Permasalahan lain yang timbul adalah masalah pendanaan. Jika diibaratkan, penyuluh perikanan yang berada di badan bagaikan sebuah senapan AK‐47 tapi tanpa amunisi. Minimnya pendanaan membuat penyuluh perikanan terlihat mandul. Dilapangan, penyuluh perikanan tak mampu berbuat banyak untuk berakselerasi, mereka kalah pamor dengan staff bidang perikanan yang 'difungsikan sebagai penyuluh'yang dibekali dengan senjata lengkap dan amunisi penuh!

Sadar ataupun tidak, mereka yang 'berkantor' di dinas tidak pernah bisa sepenuh hati menjadi penyuluh sejati! Aktivitas pembinaan terhadap pelaku utama yang terkadang mengharuskan penyuluh mendampinginya selama 24 jam akan sulit terjadi jika penyuluh lebih sering duduk dibelakang meja untuk menyelesaikan tugas peng‐SPJ‐an dari atasan (Baca: kepala dinas). Sedangkan mereka yang berkantor di badan penyuluhan seringkali disepelekan karena hanya bisa bermodalkan 'omdo' atau 'menyamar' menjadi penyuluh sektor lain.

Uraian diatas menunjukkan bahwa betapa besarnya tugas dan kewajiban yang harus diemban oleh seorang penyuluh perikanan, dan akan sangat sulit untuk terwujud, sekiranya totalitas pekerjaannya sebagai penyuluh terdistorsi oleh tugas lain yang bukan tupoksinya (baca: peng‐SPJ‐an dan pemaksaan). Satu‐satunya cara untuk menjaga totalitas penyuluh perikanan dalam menjalankan tupoksinya adalah dengan menempatkan penyuluh perikanan pada lembaga penyuluhan yang merupakan representasi langsung dari pusat (baca:KKP) yang tidak terdistorsi di masing‐masing daerah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun