Mohon tunggu...
Myesha Fatina
Myesha Fatina Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya suka kuliner, ingin mengincipi seluruh kuliner yang ada di dunia. Selain kuliner, saya suka dengan membaca dan menulis sesuatu karya fiksi.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengarungi Lautan Keindahan Sajak Sapardi Djoko Damono Melalui Buku Perahu Kertas

1 Januari 2024   23:46 Diperbarui: 1 Januari 2024   23:57 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terdapat pula kata konkret sebagai bentuk perwujudan dan pendukung dalam penggunaan imaji pada puisi ini, yakni “air selokan”. Air selokan pada puisi ini tidak hanya menggambarkan kekotoran dan bau yang kurang sedap, tetapi juga merupakan simbol kehidupan. Karena pada digunakan untuk memandikanmu waktu kau lahir dan senja itu ketika dua orang anak sedang berak di tepi selokan itu seolah-olah pada puisi ini merupakan sumber kehidupan pada masyarakat setempat. 

Pada puisi ini juga menyajikan kehidupan dan kematian yang selalu berdampingan. Seperti air selokan mengalir dari rumah sakit, tempat dimana proses kelahiran dan kematian sering bersinggungan. Kemudian ada rujukan pada puisi ini Kabarnya kemarin sore mereka sibuk memandikan mayat di kamar mandi imaji inilah yang akhirnya dapat memperkuat antara kehidupan dan kematian yang selalu hadir dalam aliran yang sama.

Selanjutnya ada puisi yang paling ramai diperbincangkan oleh beberapa kalangan. Puisi ini menggambarkan hubungan kompleks antara waktu dan eksistensi manusia. Melalui penggunaan diksi yang sederhana tetapi kuat, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan tentang konsep waktu dan keabadian manusia. Puisi ini menggambarkan waktu sebagai sesuatu yang fana, sesuatu yang sementara dan akan segera berlalu. Konsep waktu sebagai hal yang dan dikaitkan dengan karakteristik detik-detik yang terus akan berjalan tetapi pada akhirnya menjadi tak berarti dan dilupakan. Puisi ini ingin menyampaikan bahwa manusia abadi. Hal ini menciptakan kontradiksi yang menarik antara sifat fana waktu dan keabadian manusia. Penggunaan diksi “abadi” seolah ingin mengundang pemikiran tentang kehadiran manusia yang terus berkelanjutan, meskipun waktu terus berjalan.

Dengan demikian hasil ulasan buku kumpulan puisi milik Sapardi Djoko Damono yang berjudul Perahu Kertas. Di setiap sajak-sajak puisinya selalu mengalunkan larik yang sederhana namun indah untuk dimaknai. Tema-tema yang diusung juga memiliki kesinambungan terhadap kehidupan manusia dari masa ke masa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun