Mohon tunggu...
Immanu-EL  Dwi
Immanu-EL Dwi Mohon Tunggu... Reporter -

I am a journalist and I want to share a cup of life with you

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hagia Sophia, Antara Gereja, Masjid, dan Museum

31 Mei 2016   10:48 Diperbarui: 31 Mei 2016   11:11 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Atau misal, bayangkan jika Borobudur candi umat Budha yang terbesar di dunia tiba - tiba diklaim oleh orang Kristen sebagai gereja? Bukankah umat Budha pantas akan menjaga kebanggaan miliknya?

Namun, pembelaan - pembelaan itu datang dari logika manusiawi saya. Sebab saya teringat dengan pesan Tuhan Yesus yang berbunyi “ Dan kepada orang yang hendak mengadukan engkau karena mengingini bajumu, serahkanlah juga jubahmu” Matius 5:40. Dari pesan bijak yang suci dari Guru Agung saya ini, saya kemudian menyambungkannya dengan permasalahan Hagia Sophia. “Jika ada orang lain yang menginginkan Hagia Sophia, serahkanlah.”

Mungkin hal ini kedengaran aneh bagi umat Kristen, terutama orthodox yang masih mengharapkan dengan sangat Hagia Sophia kembali menjadi bangunan gereja. Namun, dengan menerapkan pesan yang bijak dari Tuhan Yesus justru umat Kristen menampakkan “Kebijaksanaan Suci” yang sesungguhnya. Kebijaksanaan Suci yang bukan berasal dari bangunan / gedungnya, melainkan Kebijaksanaan yang bersumber dari Kitab Suci, yang merupakan pesan suci dari Sang Mesias.

Apa gunanya, kita memiliki bangunan megah tapi kita saling bermusuhan dan membenci sesama kita? Apa gunanya kita memiliki bangunan bersejarah yang indah, tapi tidak ada keharmonisan? Itu ibarat, saya memiliki rumah mewah tapi tidak pernah merasakan indahnya keluarga. Seperti saya memiliki tempat tidur yang empuk dan selimut hangat, tetapi saya tidak pernah bisa tidur nyenyak. Itulah gambaran, apabila kita sama – sama ngotot mengklaim dan saling menyalahkan.

Bukankah seorang kakak akan mengalah jika ada adiknya yang meminta mainan dari kakaknya? Bukankah kakaknya akan jauh lebih menghargai persaudaraan dengan adiknya daripada karena sebuah mainan, persaudaraanya hancur? Bukankah lebih baik kita mengalah dan bersama-sama membangun dunia ini menjadi lebih baik dalam persaudaraan daripada kita sibuk menyalahkan dan merebutkan sebuah bangunan yang sudah ditetapkan untuk menjadi museum?

Bukankah kita diutus untuk menjadi berkat bagi orang lain? Jika dengan bangunan yang dibangun oleh leluhur Kristen kita ini menjadikan umat lain bisa menjalankan ibadahnya dengan baik, mereka merasa diberkati, bukankah hal itu jauh lebih baik? Karena kita telah menjadi berkat dan berguna bagi sesama kita?

Pada akhirnya, “Kebijaksanaan Suci” yang sesungguhnya justru tersebar setelah jatuhnya Konstantinopel dan membawa dampak perubahan bagi Eropa. Sarjana – sarjana dari Byzantium akhirnya membanjiri Eropa dan melalui pengetahuan – pengetahuan dan naskah – naskah klasik yang mereka miliki akhirnya menjadi awal mula zaman Renaissance. Dan kita semua tahu dampak Renaissance pada kita sampai saat ini.

Bagi saya secara pribadi (bukan mewakili gereja manapun) sebagai seorang Kristen Protestan yang juga sangat menghormati ajaran dan tradisi suci Gereja Orthodox sebagai gereja tertua di dunia (dan masih sangat haus mendalami ajaran iman gereja ini) melihat bahwa “Kebijaksanaan Suci” bukan terletak pada bangunan yang kita miliki. Namun “Kebijaksanaan Suci” yang sesungguhnya bersumber dari pesan – pesan suci dari sang Penasehat Agung kita, Yesus Kristus.

Akhirnya, bagi saya apapun keputusan akhirnya nanti, entah Hagia Sophia akan tetap menjadi sebuah museum, atau kembali menjadi sebuah Masjid atau juga Gereja tidak akan mengusik saya. Karena yang penting bagi saya, saya bisa hidup dalam persaudaraan dengan saudara – saudara saya yang lain, baik dari Islam, Hindu, Budha, Yahudi, Kong Hu Chu, dan keyakinan tradisional lainnya. Bangunan bisa dibangun kembali, tetapi betapa sulitnya kita membangun sebuah keharmonisan dalam keberagaman.

Salam Damai…..

Tuhan Yesus memberkati

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun