Memperingati jatuhnya Konstantinopel yang diperingati tanggal 29 Mei kemarin, beberapa pihak mulai mewacanakan mengembalikan fungsinya Hagia Sophia menjadi sebuah tempat ibadah. Satu pihak mengingini Hagia Sophia menjadi sebuah Gereja sesuai fungsi aslinya, di pihak lain ada yang mengharapkan kembali menjadi sebuah masjid.Â
Di sini, saya ingin mengulas sedikit sejarah Hagia Sophia, dan sedikit pandangan saya terkait wacana tersebut.
Hagia Sophia, atau dalam Bahasa Indonesia berarti Kebijaksanaan Suci, merupakan sebuah bangunan bersejarah yang amat penting dan indah yang terletak di Negara Turki, di kota Istanbul atau yang beberapa abad sebelumnya dikenal sebagai Konstantinopel. Hagia Sophia, awalnya dibangun oleh Kaisar Justinian pada abad ke – 6 Masehi dan didedikasikan untuk menjadi sebuah bangunan gereja. Memang gedung ini dibangun untuk menggantikan gedung gereja yang sebelumnya, yang dibangun oleh Kaisar Konstantinus Agung pada abad ke-4 yang pernah terbakar 2 kali dalam 2 peristiwa pemberontakan (The Hagia Sophia dalam historymedren.about.com).
Hingga abad ke – 15, Hagia Sophia telah menjadi pusat gereja di wilayah timur. Bisa dikatakan sebanding dengan Basilika St. Perus di Vatikan, yang merupakan pusat gereja Katolik Roma (The Hagia Sophia dalam historymedren.about.com). Ini berarti, bangunan ini telah menjadi tempat dilangsungkannya ribuan kali ibadah suci bagi umat Kristen sejak berdirinya. Juga menjadi saksi bisu bagi sejarah perkembangan umat Kristen di wilayah tersebut.
Keindahan Hagia Sophia memang tak dapat dielakkan, Hagia Sophia merupakan bangunan unik dengan percampuran gaya Yunani, Roma dan yang juga dipengaruhi oleh corak Asia. Bangunan megah ini memiliki panjang 76 meter, dan lebar 67 meter (pada bagian utamanya saja). Juga memiliki kubah yang sangat menakjubkan, yang jika dihitung dari lantai dasar hingga puncak kubah, ketinggian Hagia Sophia mencapai 55 meter ( Hagia Sophia: The Place of Holy Wisdom dalam unmuseum.org).
Bangunan ini ternyata telah menjadi katedral terbesar di dunia selama hampir 1000 tahun. Selain memiliki luas bangunan dan gaya arsitektur yang menakjubkan, bangunan ini juga dihiasi oleh mozaik – mozaik Kristen yang indah. Mozaik – mozaik tesebut menggambarkan tentang Yesus, Perawan Maria, dan berbagai orang suci lainnya yang menjadikan bangunan ini sangat indah untuk dipandang. Bukan hanya itu, melalui mozaik – mozaik tersebut juga menjadikan Hagia Sophia sebagai tempat yang tepat bagi pembelajaran ajaran-ajaran iman Kristen (Mosaics dalam hagiasophia.com).
Namun, pada tanggal 29 Mei 1453 Kekaisaran Byzantium akhirnya ditaklukkan oleh kekasiaran Ottoman dibawah pemerintahan Sultan Mehmed II. Kekalahan kekasiaran yang telah berdiri lebih dari 1000 tahun lamanya ini akhirnya menyebabkan pendudukan wilayah Konstantinopel oleh tentara Islam. Penduduk – penduduk setempat yang semula Kristen akhirnya mulai menipis, akibat harus pergi dari tanah kelahiran mereka atau mati selama perang. Melihat keindahan bangunan rancangan Anthemius dari Tralles dan Isidorus dari Miletus, Sultan Mehmet II pun kemudian menjadikan sebagai sebuah masjid (Church, Mousqe, Museum … Mosque? Dalam historymedren.about.com).
Selama digunakan menjadi sebuah masjid, mozaik – mozaik Kristen akhirnya dicat ulang dan bangunan kemudian dihiasi oleh berbagai macam kaligrafi Islam, sebuah mihrab, dan mimbar. Juga ditambahkan 4 menara pada bagian luar bangunan. Dan selama kurang lebih 4,5 abad bangunan ini telah menjadi salah satu dari pusat keagamaan yang penting bagi umat Islam (The Hagia Sophia dalam historymedren.about.com).
Hingga pada tahun 1934, pasca runtuhnya Kekaisaran Ottoman dalam Perang Dunia I, pemerintahan sekuler Turki telah mengubah status bangunan ini menjadi sebuah museum (Hagia Sophia: facts, History & Architecture dalam livescience.com).
Kini, setelah 80 tahun dijadikannya bangunan ini sebagai museum, dua belah pihak mengharapkan bangunan ini untuk kembali menjadi tempat ibadah bagi agamanya masing-masing. Beberapa waktu yang lalu, ketika saya membaca sejarah Hagia Sophia lewat sebuah situs online, saya menemukan sebuah petisi dari umat Kristen yang mengharapkan agar bangunan ini dikembalikan sesuai dengan fungsi aslinya, yaitu gedung gereja. Di lain pihak, pagi ini (30 Mei 2016) saya juga menemukan berita bahwa umat Islam pun juga berusaha berdoa dan menandatangani petisi untuk mengembalikan fungsi bangunan ini sebagai sebuah masjid, sebagai penghormatan terhadap Sultan Mehmet II. Padahal, pemerintah Turki telah berupaya netral menjadikan bangunan ini sebagai sebuah museum. Agar melalui status museum ini masing – masing pihak tidak ada yang tersakiti.
Sebagai seorang Kristen, secara manusiawi saya awalnya juga mengharapkan bangunan ini kalau bisa kembali menjadi sebuah gereja. Sebab saya berfikir, jika seandainya tiba-tiba rumah saya direbut oleh seseorang sebagai miliknya, tentu saya tidak mau. Saya akan membela diri bahwa rumah saya adalah rumah saya, bukan milik orang yang tiba-tiba datang lalu menyerang dan mengklaim rumah saya sebagai miliknya. Bagaimana juga dengan yang lain?  Bukankah orang lain juga tidak terima jika ada orang tiba – tiba datang ke rumahnya dan menyerang lalu mengklaim rumah orang yg diserang sebagai miliknya?