berdasarkan data diatas ketimpangan global semkain meningkat sejak revolusi industry, dengan dasar pada prinsip ekonomi klasik. Sebanyak 50% populasi dunia yang paling miskin hanya memiliki 2% kekayaan global. Kemudian 10% populasi terkaya menguasai 75% dari total kekayaan dunia, dan kelompok terkaya 1% memiliki 38% total kekayaan, lebih dari sepertiga kekayaan global.
Kekayaan individu meningkat dengan perlahan dari kelompok bawah hingga menengah, dengan rata-rata hanya €330 hingga €12.000 untuk 50% populasi terbawah. Akan tetapi, kekayaan melonjak drastic diantara kelompok orang kaya, terutama pada tingkat 90% yang mana rata-rata kekayaan mencakup ratusan ribu hingga jutaan euro. Sedangkan kelompok terkaya dalam 1% memiilki kekayaan rata-rata sebesar €2,7 juta per-orang, yang artinya kekayaan yang sangat besar hanya berfokus pada sedikit individu. Maka dari itu ketimpangan ini menjadi tantang besar yang perlu diperhatikan untuk menciptakan keadilan ekonomi dan sosial lebih baik di dunia.
- Berfokus pada pertumbuhan bukan pemerataan
Pertumbuhan ekonomi sering kali dianggap sebagai solusi utama untuk berbagai masalah ekonomi, terutama dalam pandangan mazhab klasik. Pemikir seperti Adam Smith dan David Ricardo berargumen bahwa pertumbuhan yang berkelanjutan dapat dicapai melalui mekanisme pasar yang efisien dan peningkatan jumlah penduduk serta modal. Namun, penelitian modern menunjukkan bahwa fokus eksklusif pada pertumbuhan ekonomi tidak cukup untuk mengatasi ketimpangan sosial dan ekonomi. Sebuah laporan oleh IMF pada tahun 2019 mengungkapkan bahwa negara-negara dengan tingkat ketimpangan yang tinggi cenderung mengalami pertumbuhan ekonomi yang tidak berkelanjutan, berbeda dengan negara-negara yang lebih merata dalam distribusi sumber daya mereka. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi tanpa pemerataan dapat memperburuk ketidakadilan dan menciptakan kondisi yang kurang stabil bagi masyarakat. Dengan demikian, diperlukan untuk memastikan bahwa pertumbuhan tidak hanya meningkatkan angka-angka ekonomi, tetapi juga menciptakan kesejahteraan yang lebih merata di antara seluruh lapisan masyarakat.
- Mengabaikan dimensi ekologis
Mazhab ekonomi klasik sering kali mengabaikan dampak lingkungan dalam analisisnya, dengan fokus utama pada pertumbuhan ekonomi. Pendekatan ini mengarah pada eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan, yang dapat merugikan keberlanjutan ekologis. Sebuah laporan dari IPCC pada tahun 2022 menunjukkan bahwa aktivitas ekonomi yang tidak memperhatikan aspek lingkungan telah berkontribusi terhadap perubahan iklim dan degradasi lingkungan yang signifikan. Prinsip-prinsip ekonomi klasik, yang menekankan pada pemanfaatan sumber daya untuk meningkatkan pertumbuhan, kini dianggap tidak sejalan dengan kebutuhan untuk mencapai keberlanjutan di era modern. Sebagai alternatif, mazhab ekonomi lingkungan dan keberlanjutan menawarkan pendekatan yang lebih komprehensif dengan mempertimbangkan dampak ekologis dari aktivitas ekonomi. Pendekatan ini menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan pelestarian lingkungan, sehingga dapat menciptakan sistem ekonomi yang lebih berkelanjutan dan responsif terhadap tantangan ekologis saat ini.
- Keterbatasan dalam akomodasi inovasi pada teknologi
Mazhab ekonomi klasik sering kali kurang memberikan perhatian terhadap peran teknologi dalam perekonomian. Dalam konteks revolusi industri keempat, yang ditandai oleh kemajuan teknologi digital, kecerdasan buatan (AI), dan robotik, struktur pasar tenaga kerja dan model produksi telah mengalami transformasi yang signifikan. Teori ekonomi klasik, yang menganggap tenaga kerja sebagai faktor produksi utama, tidak mampu menjelaskan dampak dari perubahan ini. Sebagai contoh, dalam banyak industri modern, nilai produk kini lebih bergantung pada inovasi teknologi daripada pada jumlah tenaga kerja yang digunakan. Hal ini menunjukkan bahwa pendekatan klasik tidak lagi relevan dalam menghadapi tantangan yang ditimbulkan oleh kemajuan teknologi.
Dengan demikian, ada kebutuhan mendesak untuk memperbarui model ekonomi klasik agar dapat mengakomodasi peran teknologi, terutama dalam konteks globalisasi dan ekonomi digital saat ini. Model baru ini diharapkan dapat menangkap kompleksitas interaksi antara teknologi dan ekonomi, serta memberikan panduan yang lebih baik untuk memahami dan mengelola perubahan yang cepat dalam dunia kerja dan produksi. Tanpa pembaruan tersebut, pemikir ekonomi klasik mungkin akan terus menghadapi kritik karena ketidakmampuannya untuk menjelaskan fenomena-fenomena baru yang muncul akibat inovasi teknologi.
Mazhab ekonomi klasik telah memberikan kontribusi besar terhadap fondasi teori ekonomi modern. Namun, kritik yang disampaikan menunjukkan bahwa pendekatan ini memiliki keterbatasan signifikan dalam menghadapi tantangan ekonomi kontemporer. Untuk menciptakan sistem ekonomi yang lebih inklusif, adil, dan berkelanjutan, diperlukan integrasi elemen-elemen baru seperti keberlanjutan lingkungan, dinamika sosial, dan inovasi teknologi. Dengan memahami kelemahan mazhab klasik, kita dapat merancang pendekatan ekonomi yang lebih relevan dengan kebutuhan zaman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H