Mohon tunggu...
M Wahid
M Wahid Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Suka menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pemikiran Abdurahman Wahid tentang Universalisme Islam

26 Juni 2024   15:15 Diperbarui: 26 Juni 2024   15:27 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pemikiran Abdurrahman Wahid sangat kaya sebagai intelektual terkemuka Indonesia.  Banyak orang mempelajari, menyelidiki, mengapresiasi, dan mengembangkan ide-idenya dalam berbagai bidang kehidupan.  Banyak buku dan tulisan telah dibuat tentang Abdurrahman Wahid.  Dengan itu, pemikirannya masih menarik hingga hari ini.  Fakta ini menunjukkan bahwa pemikiran Abdurrahman Wahid perlu direkonstruksi.  Membangun kehidupan sosial kemasyarakatan yang harmonis adalah komponen penting dari kerangka rekonstruksi tersebut. 

Orang-orang di Indonesia sangat beragam.  Indonesia memiliki populasi yang beragam dari segi etnis, agama, dan ekspresi kultural dan politik. Untuk mengelola keanekaragaman ini, diperlukan pendekatan yang tepat. Jika keanekaragaman dikelola dengan bijak, cerdas, dan jujur, keanekaragaman akan menjadi kekayaan kultural yang hebat. Untuk mempertahankan dan memperjuangkan kekayaan kultural, harus besungguh-sungguh.

Memperjuangkan  membela kekayaan kultural harus dilakukan setiap saat.  Kekayaan kultural tidak selalu stabil karena evolusi kehidupan.  Pertemuannya dengan orang-orang dengan keanekaragaman yang berbeda, seperti interaksi dan dialektika, tidak selalu membawa hasil yang baik. Perbedaan seringkali menjadi sumber perselisihan, yang jika tidak diatasi segera dapat mengarah pada konflik.  Sejarah Islam Indonesia menunjukkan bahwa konflik sesama Muslim dan non-Muslim sering menyebabkan kekerasan.

Agenda penting yang harus dilakukan secara teratur adalah pemikiran, strategi, dan tindakan untuk mencegah atau paling tidak meminimalisir konflik.  Indonesia, sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, menghadapi banyak masalah berkaitan dengan dinamika kehidupan sosial kemasyarakatan.  Fakta bahwa banyak orang yang beragama Islam tidak berarti bahwa Islam telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari mereka. Secara kritis, Abdurrahman Wahid mengatakan bahwa meskipun Indonesia memiliki populasi Muslim terbesar di dunia, juga menjadi negara yang paling banyak melanggar keadilan terhadap manusia atau biasa kita sebut dengan hak asasi manusia (HAM).

Fakta-fakta ini harus digunakan untuk diskusi bersama.  Pelanggaran HAM adalah kejahatan kemanusiaan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip keadaban. Ir. Soekarno, Presiden pertama Indonesia, menginginkan sebuah negara yang beradab dan berketuhanan. Sayangnya, tujuan ini belum menjadi kenyataan karena masih hanya cita-cita sampai sekarang.  Tugas generasi sekarang adalah memasukkan keadaban ke dalam kehidupan sehari-hari mereka.

Salah satu syarat untuk mewujudkan keadaban adalah memiliki perspektif positif dan konstruktif terhadap orang lain.  Hak-hak dasar kemanusiaan tidak akan dilanggar oleh orang-orang dengan pandangan ini.  Menurut As'ad Said Ali, universalisme Islam merupakan nilai-nilai yang ada dalam Islam, yang disebut sebagai nilai universal karena menjadi tujuan syariat Islam, dan salah satu pemikiran penting Abdurrahman Wahid terkait dengan masalah ini.  Perlindungan lima hak dasar manusia mengandung nilai yaitu Perlindungan hak hidup, agama, berpikir, kepemilikan, dan keluarga.

Untuk memperkuat pernyataan tersebut, Abdurrahman Wahid menyatakan bahwa dimensi universalisme Islam lebih dari sekadar istilah.  Dalam sejarah, ajaran universalisme Islam telah diuji dan membantu membangun nilai-nilai kemanusiaan yang berharga. Universalisme tercermin pada ajaran-ajaran yang memiliki kepedulian terhadap unsur-unsur kemanusiaan yang diimbangi dengan kearifan yang muncul dari keterbukaan peradaban Islam sendiri.

Selain itu, Abdurrahman Wahid menyatakan, bahwa: Universalisme Islam menampakkan diri dalam berbagai manifestasi penting, yang paling menonjol adalah ajaran-ajarannya.  Banyak ajaran, seperti hukum agama (fiqh), keimanan (tauhid), etika (akhlaq), dan sikap hidup, memperhatikan unsur-unsur utama kemanusiaan (al-insaniyyah).

Kepedulian di atas jelas ditunjukkan oleh prinsip-prinsip seperti persamaan derajat di muka hukum, perlindungan warga negara dari kekerasan dan tirani, perlindungan hak-hak orang yang lemah dan menderita kekurangan, dan pembatasan wewenang para penguasa. 

Universalisme Islam berdampak pada budaya tertentu. Ini menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang memahami dengan baik budaya lokal, bukan agama yang memusuhi dan menghilangkan budaya tersebut.  Selanjutnya, Abdurrahman Wahid menciptakan istilah yang menarik untuk upaya ini, "pribumisasi Islam." 

Menurut Abdurrahman Wahid, untuk menghindari persepsi yang salah, pribumisasi Islam harus dipahami dengan benar. Menurut Abdurrahman Wahid, pribumisasi Islam adalah bagian dari sejarah Islam, baik di negara asalnya maupun di negara lain.  Kedua sejarah tersebut membentuk sungai besar yang terus mengalir. Kali cadangan kemudian memasukinya, membuat sungai itu semakin besar.  Bergabungnya kali baru menunjukkan masuknya air baru, yang mengubah warna air sebelumnya.  Selanjutnya, "limbah industri" membuat aliran sungai menjadi sangat kotor.  Perumpamaan itu menunjukkan bahwa konflik dengan kenyataan sejarah tidak mengubah Islam; itu hanya mengubah manifestasi kehidupan agama Islam. 

Substansi dari pribumisasi Islam. Sampai saat ini, mereka masih terus berdebat tentang hubungan mereka. Sangat menarik untuk merekonstruksi perspektif Abdurrahman Wahid tentang pribumisasi Islam di tengah arus perubahan global yang ditandai dengan penguatan gerakan budaya fundamental yang tidak menguntungkan.

Abdurrahman Wahid melihat agama dan budaya sebagai dua entitas yang berbeda. Budaya adalah hasil ciptaan manusia yang selalu berubah, sementara agama berasal dari wahyu, yang bersifat normatif dan cenderung permanen.  Masing-masing memiliki wilayah mereka sendiri.  Namun, wilayah yang digarapnya sebenarnya tumpang tindih satu sama lain.  Namun, perbedaan ini tidak berarti bahwa keduanya harus terpisah di tingkat manifestasi kehidupan. 

Pemikiran Abdurrahman Wahid tentang universalisme Islam berasal dari sumber-sumber pemikiran Islam klasik. Abdurrahman Wahid menggambarkan universalisme Islam sebagai ajaran yang sempurna dalam lima prinsip utama. Kelima jaminan dasar ini bersifat universal dan mencakup (1) keselamatan fisik warga negara dari tindakan kriminal di luar batas hukum, (2) keselamatan keyakinan agama seseorang tanpa dipaksa untuk mengubah agamanya, (3) keselamatan keluarga dan keturunan, (4) keselamatan harta benda dan milik pribadi di luar batas hukum, dan (5) keselamatan profesi. 

Sangat penting untuk memahami pemikiran tentang universalisme Islam ini karena dapat menjadi dasar untuk memahami perbedaan yang ada.  Perbedaan adalah fakta yang tidak dapat dihindari.  Memahami bahwa perbedaan adalah bagian dari kehidupan adalah sikap yang bijak.  Dalam perspektif ini, pemikiran Abdurrahman Wahid tentang universalisme Islam penting untuk diteliti dan direkonstruksi sehingga dapat disesuaikan dengan perubahan zaman.  

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun