Aku bercermin di wajah Djodi
Aku bercermin di wajah Iwan Fals
Aku bercermin di wajah Konstitusi, Konstitusi Kita
Â
Rakyat jutaan yang miskin dan menderita --- kesal dan berputus asa
Sumber Daya dijarah untuk kemaslahatan kaum Kapitalisme dan para Koruptor
Mereka mencibir dengan pupur pencitraan seperti para Togog
Memang mereka para Togog yang menempel seperti para
--- pacet dan lintah
--- para vampire dan drakula penghisap darah
--- parasit yang menggelembung seperti kanker
Ibu Pertiwi bukan lagi hamil Kemakmuran bagi anak negeri, dia merintih kanker cervic di rahimnya
Ke mana itu anak-anak  yang menetek haus di susu Ibu Saraswati ?
Mana itu Mahasiswa Bandung yang heroik
Ke mana perginya Anak-anak Trisakti yang terbelenggu Gari-gari HAM
Ibu berpayung hitam, hitam menanti Militer-pejuang seumur Daan Mogot --- Ia menuruni tangga Istana Merdeka --- menyibakkan debu di Silang Monas --- militer-pejuang itu menangis malu mendongak ke Monas --- Emas !
Militer-pejuang bercermin di wajah Konstitusi
Ia malu, ia hunjamkan senapannya yang berbayonet
Matilah kamu para Jahanam !
Ibu, maafkan anak-anakmu yang telah menjadi Jahanam.
Harapanmu Ibu, hanya pada para Bonek, para Bonek dari Merauke sampai Pulau Weh
Dari stadion Bung Karno dan Kantong-kantong Kemiskinan para Miskin Kota di Silang Monas :
Matilah kamu para Jahanam !
Panji kami adalah Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Pamflet kami Demokrasi Ekonomi yang hijau, dan Demokrasi Politik yang merah meriah
Yel-yel kami Revolusi, Revolusi, Revolusi --- hanya itu yang dapat mengembalikan Hak-hak Suara kami kembali dalam genggaman
Kebudayaan Indonesia yang dinamis dan progresif dan Anti Budaya Korupsi
Kembalikan Indonesia kami
Kamilah Wakil Rakyat yang Sadar Berontak.
Â
[MWA] (Puisi II – 02)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H