Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Hukuman Mati, Mobil Dinas di Tahun 1950-an dan Kampanye Anti Korupsi Perintis Kemerdekaan [Tajuk Ide-17]

30 Agustus 2010   04:04 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:36 477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

CPM (Corp Polisi Militer) aktif sekali merazia mobil-mobil dinas yang melakukan perjalanan --- yang dijaring semua mobil yang beroperasi di luar jam dinas atau tidak sesuai dengan Surat Tugas yang dimiliki.Di masa itu penanggung jawab sangat menyadari fungsi mobil dinas --- dan para keluarga malu sekali ikut memakai mobil dinas apa lagi dipakai semata-mata untuk kepentingan non dinas.

Di tengah-tengah keluarga ada seorang tokoh --- kami anak-anak hanya tahu dia adalah Pejuang Perintis Kemerdekaan, ia telah mengalami sejumlah pahit getirnya menjadi orang pergerakan --- berkali-kalidihukum penjara oleh Pemerintah Kolonial Belanda , dan 19 Desember 1934 ia dibuang Belanda ke Boven Digul --- dan baru kembali dari Pembuangan tanggal 1 Juli 1947 (tiba di Jakarta). Dari dia itulah kami mendengar betapa jahatnya Budaya Korupsi.

Jadi di tahun-tahun awal Kemerdekaan, pejuang Kemerdekaan dan tentulah sejumlah Pemimpin Pemerintahan telah berusaha menghadang dan mencegah tindakan koruptif pemegang wewenang dalam pemerintahan.

Dengan garang Perintis Kemerdekaan itu berkata ; “………para koruptor itu takut perbuatannya dibongkar, CPM baru saja lewat di depan rumah mereka pasti para koruptor itu sudah menggeletar ketakutan……….Korupsi harus dibasmi………..” . Itu tahun 1950-an, 60 tahun yang lalu kampanye korupsi telah disuarakan orang-orang yang menyintai Republik ini.

Di mana pun Perintis Kemerdekaan itu berkata lantang tentang pemberantasan korupsi --- ia juga seorang wartawan, tulisannya semuanya menantang kaum koruptor. Memang ada penangkapan beberapa Koruptor besar , seperti Mr Djodi dan lain-lain. Barang kali iklim memungkinkan wabah korupsi tetap melanda Indonesia.

Tahun 1961 Bung Hatta mencanangkan seruannya “Korupsi jangan dibiarkan nanti bakalan menjadiBudaya”.

Seruan Bung Hatta itu bergaung dengan berbagai tindakan sporadis --- beberapa kasus besar diungkapkan --- sampailah tahun-tahun awal Orde Baru, selain menumpas Komunisme dengan Mahmilub (Mahkamah Militer Luar Biasa), juga mengadili beberapa Menteri dan Pengusaha yang terlibat Korupsi.Dibentuk pula beberapa kali Komisi-komisi Anti Korupsi --- baik yang dipimpin oleh kalangan Militer, seperti Jenderal A.H. Nasution, dan malah Tokoh sebesar dan sebersih Drs M. Hatta --- Budaya korupsi terus bekibar dan berkembang menjadi-jadi dan merajalela.  Mengapa  ?

Mengapa Budaya Korupsi tetap hidup menghisap Negeri ini sampai menjelang sekarat ?Karena Hukuman dan proses penegakkan hukum tidak konsisten dan keras --- malah melahirkan kekuatan Anti Republik, yakni Mafia Hukum --- yang bekerja melumpuhkan Norma-norma Hukum, sejak dari kegiatan di Kepolisian hingga ke Mahkamah Agung.

Ternyata usaha-usaha CPM tahun 1950-an, bahkan Komisi-komisi Anti Korupsi yang dibentuk tidak berdaya. Secara Budaya Indonesia adalah Negara yang koruptif.Malah kini manusia Indonesia merasa bangga apabila bisa mendapatkan jabatan yang memungkinkan melakukan korupsi, dihukum sebagai Narapidana Korupsi pun, malah berbangga diri --- dan dinyatakan sebagai Makhluk Sosial yang Kenes dan Terhormat pula.Edan.

 

Orde Baru tumbang dikoreksi Gerakan Reformasi 1998 --- Amanatnya antara lain

ØPenegakan Hukum dengan benar dan konsekwen

ØPemberantasan Korupsi

Dalam proses sejarah Republik Indonesia --- amanat reformasi itu jalan terseok-seok --- telah terbongkar bagaimana cara kerja Mafia Hukum, telah terbongkar sejumlah kasus korupsi oleh anggota DPR, Gubernur, Bupati, Walikota, Kepala Bulog dan lain-lain--- diproses secara hukum, ada yang telah diputus masuk penjara.Ampun Eyang --- para penguasa membuat keputusan yang tidak bijaksana : memberi Grasi dan Remisi kepada nara pidana Koruptor itu.

Di mana dan Bagaimana sebenarnya Rasa Keadilan di dalam hati nurani mereka ?

AparatPenegak Hukum dalam keadaan impoten (dalam rongrongan Mafia Hukum dan Budaya Korupsi ) --- dengan berdasarkan Undang-undang dibentuklah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) --- bekerja baru mulai, telah terdengar kampanye “KPK tidak boleh menjadi Super-body ” . Lho apa ini ?

Sejarah menukilkan --- KPK pun diperlemah, di-kriminalkan (dalam proses pengadilan), dan macam-macam Budaya Retrogresif melumpuhkan aparat itu dan upaya pemberantasan korupsi.Quo Vadis ?

Sampai hari ini Budaya Korupsi makin berkembang --- mobil dinas diperlakukan sebagai milik pribadi, keluarga merasa bangga dan menjadi simbol status, mobil-mobil plat merah menjadi atribut kesuksesan --- tidak malu-malu digunakan tanpa wewenang dan dipakai untuk tujuan non dinas --- malah ada pula dikaryakan untuk mendapat keuntungan pribadi. (Tahun 1950-an di kaca mobil diberi tanda segi tiga dengan tulisan mobil dinas)

Enampuluh tahunan menyaksikan pemberantasan korupsi, dapat disimpulkan

ØBenar peringatan Bung Hatta(1961), kini Prilaku Korupsi telah menjadi Budaya –-- Kolusi, suap-menyuap dan penyalah gunaan wewenang adalah seolah-olah menjadi bagian administrasi pemerintahan --- di Birokrasi, di kantor-kantor, dan di mana saja . Merajalela.

 

ØBudaya hanya dapat dirubah dengan merubah Budaya--- secara evolusi telah dibuktikan tidak ampuh --- Republik Indonesia bisa hancur berkeping-keping oleh prilaku budaya koruptif.Maka cegahlah !

 

ØBudaya Koruptif harus dibasmi dengan Strategi Budaya yang revolusioner --- tidak bisa lain:

1.Tegakkan Hukum dengan murni dan konsekwen

2.Hukuman berat bagi para Koruptor adalah hukuman mati , seumur hidup dan atau 20 tahun di dalam penjara yang terasing dan produktif.

3.Tidak ada Grasi dan Remisi bagi mereka --- biarlah hukuman sosial pun melekat selamanya bagi dirinya.

 

Hanya Tindakan Budaya yang Revolusioner yang bisa merobah Budaya Retrogresif ini--- Indonesia membutuhkan budaya yang progresif, kalau negeri ini bercita-cita sebagaimana dalam Undang-Undang Dasar 1945 Amendemen.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun